Pulang

17 0 0
                                    

5 tahun berlalu

Gani sedang sibuk mengecek kembali pakaian nya untuk 2 minggu ke depan, ia akan bertugas di luar pulau, ratusan kilometer dari rumahnya. Ia sedang dalam masa co-ass untuk mencapai gelar dokter. Gani diterima di jurusan pendidikan dokter di universitas terbaik di kotanya dengan jalur beasiswa hafalan Qur'an. Program beasiswa yang baru diajukan tepat di tahun kelulusan Gani, seolah menjadi jalan keluar yang lebih baik atas ketidaklolosannya pada jalur seleksi undangan perguruan tinggi. Dalam kesibukan akademiknya, Gani selalu menyempatkan merawat ibu berganti jaga dengan ayahnya yang sekarang kondisi kesehatannya mulai menurun, lelah sedikit saja mampu membuatnya ambruk. Sesekali ia menitipkan ibu kepada tetangga rumah, Bu Lastri, ketika ia dapat jadwal jaga pagi. Bu Lastri berusia tiga tahun diatas ibu Gani, wanita jawa yang sangat ramah memiliki usaha catering di rumahnya. Sayangnya suaminya meninggal 3 tahun lalu dan ia tak memiliki anak. Jadi sejak 3 tahun yang lalu Bu Lastri dengan sukarela menemani ibu Gani, menjadi teman berbincang agar ibu Gani tidak kesepian. Terkadang ia membawa makanan spesial buatannya untuk Gani sekeluarga, seperti hari ini.

" Gani, makan malam dulu sini." Suara lengkingan Bu Lastri menghentikan gerakan tangan Gani. Ia segera berjalan menuju ruang makan yang sudah dpenuhi aroma daging.

" Waduh, soto daging spesial ala Bu Lastri." Mata Gani berbinar menatap makanan kesukaannya.

" Tentu spesial, ini ibu spesial masakin buat kamu biar bisa diinget inget rasanya sepanjang perjalanan besok." Bu Lastri tertawa melihat perubahan raut sedih Gani.

" Tapi besok ibu ndak bisa nemenin ibumu karena ada festival kuliner tahunan di kantor walikota. Nanti coba ibu tanyakan pegawai ibu."

" Gapapa kok bu, Gani tadi udah hubungi tante Mirna di desa, katanya bisa menginap seminggu disini."

" Wah Mirna mau kesini? Ibu bisa masak bareng dong sama dia. Pasti ibumu bakal seneng banget dimasakin masakan daerahnya."

Tanpa Gani dan Bu Lastri sadari, ada seseorang yang tengah berjalan masuk melewati ruang tengah. Tepat langkah terakhir orang tersebut di depan ruang makan, terlihat sosoknya yang tinggi berisi, memiliki rupa mirip dengan Gani namun dengan guratan wajah lebih matang ditambah dagu yang ditumbuhi jenggot yang dipangkas rapi. Bu Lastri yang duduk tepat berhadapan dengan orang tersebut nampak sangat terkejut, meletakkan tangannya ke dada. Gani yang heran melihat ekspresi Bu Lastri segera menengok ke arah orang tersebut. Gani hanya mampu terdiam.

" Wah aroma masakan Bu Lastri sudah memenuhi rumah ini. Saya jadi lapar." Ayah Gani memasuki ruang makan dengan antusias membawa ibu Gani bergabung.

" Ayah.." Ayah Gani ragu untuk menoleh, ragu jika itu suara seseorang yang terakhir ia dengan sepuluh tahun yang lalu.

" Ayah, Rafi pulang." Satu kalimat itu cukup membuat ayah Gani terduduk, shock.

Suasana tiba-tiba hening untuk beberapa jam setelahnya. Hanya Bu Lastri yang menanggapi Rafi, yang kemudian menceritakan apa yang terjadi sepuluh tahun ini. Rafi turut berduka atas kepergian suami Bu Lastri.

Sepuluh menit sebelum jam sepuluh malam, Bu Lastri pamit pulang. Kini keheningan sepenuhnya terjadi di rumah Gani. Namun Rafi bertingkah seolah tidak terjadi apa-apa, seolah ia hanya kembali pulang dari kerja. Sungguh ada ribuan pertanyaan yang ingin Gani tanyakan kepada kakaknya, namun rasanya semua tercekat di tenggorokan setengah lega setengah janggal melihat kakaknya berdiri di depannya. Sudah terlalu lama Rafi pergi, sampai-sampai Gani tidak mengenali sosok di depannya, ia sudah seratus pesen berubah, kini ia terliat mantap, seperti kebanyakan pria yang telah mapan dan betanggung jawab. Gani memutuskan untuk fokus pada persiapan kerja prakteknya, dan mulai mengajak bicara kakaknya esok pagi.

.

03.00

Ayah Gani keluar kamar hendak mengambil air wudhu untuk sholat malam, seperti biasanya. Tanpa sadar ayah Gani terdiam, kakinya seolah kaku, ia mencoba berteriak memanggil Gani. Namun Gani masih terlelap karena tidur larut malam menyiapkan barang bawaannya.

" Ayah kenapa?" Rafi tiba-tiba merangkul ayahnya, membantunya duduk di kursi. Dengan sigap ia mengambil obat ayahnya di meja makan beserta segelas air. Mereka terduduk di ruang makan, saling behadapan dalam keheningan.

" Ayah benar, saat itu Rafi terlalu naif dan ambisius. Tahun ke dua Rafi gagal, kami tidak pernah tembus label rekaman. Saat itu Rafi terlalu malu untuk pulang. Cukup lama, Rafi butuh waktu delapan tahun untuk bisa masuk di industri musik. Tapi bukan sebagai pemain, sekarang Rafi bagian dari tim manajer grup musik lokal. Rafi juga mutusin ikut nasihat ayah, Rafi ambil kuliah di jurusan musik." Ayah Gani hanya menatap kosong lantai ruang makan.

" Ayah gaperlu jawab Rafi. Rafi tahu ini konsekuensi atas kesalahan Rafi. Apapun yang tejadi, apapun respon ayah dan Gani, Rafi tetap bakal stay di rumah jaga ayah dan ibu."

.

Pagi telah tiba, suasana rumah Gani mulai menghangat. Ayah melambaikan tangan melepas Gani pergi. Sekarang Gani bisa tenang karena ia tahu pasti sekembalinya pulang ke rumah nanti, ia memiliki sebuah keluarga.

Gani : Rahasia KekuatanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang