🚗 O N E

0 0 0
                                    

RINAI POV

3 bulan kemudian

Brak
Brak
Brak

"INAI, BANGUN!!!" Teriak abah dari pint sambil gebrak-gebrak pintu. Gue yang masih setengah sadar pun bangun dari tempat tidur, turun kasur, ambil handuk di gantungan, buka pintu...

Byur...

Hening seketika. "ASTAQFIRULLOH ABAH!" Teriak gue sambil nahan amarah. Bayangin aja ketika lu buka pintu dan tiba-tiba di siram pakai air seember dan pelakunya malah ketawa-ketawa terus ilang kaya jin tomang. Kesel kan lu. Yang perlu di garis bawahi adalah Seember coy bukan segayung.

"Hahahaha... mandi sono cepetan. Udah jam berapa ni!" Suara abah terdengar lagi dari arah belakang rumah.

"IHHHH... ABAH NGESELINNN!!!" Gue menghentakan kaki ke bumi terus ke kamar mandi.

Pelakunya? Jangan tanya lagi. Si abah lagi ketawa-ketawi ngakak di belakang. Bingung gue sama abah. Anaknya sendiri di kerjain terus setiap pagi. Entah itu di siram air, di lemparin telur, di sembur pake kopi, di lempar pake sendal jepit, sampe pernah abah dandan jadi valak cuman buat ngerjain gue doang. Yang gue bingunin itu ide buat ngerjain gua dari mana ya. Ada aja setiap hari kelakuan abah yang bikin gua darting setiap pagi.

"Gak sarapan, Nai?" Tanya abah ketika ngeliat gue langsung nyelonong aja mau pergi.

Gue berbalik, terus duduk di depan Abah, ngambik piring, nyentong nasi, ngambil ayam, terus makan.

"Pulang jam berapa, ntar?" Tanya abah sambil nyeruput kopinya.

Gue menggeleng. "Gak tau, bah. Paling kaya jam kantor biasanya. Pulang jam 5." Jelas gue

"Sampe rumah?"

"Dari kantornya."

"Sampe rumah magrib dong?"

Gue pun mengangguk. "Bisa jadi. Kalo gak macet."

Selasai makan, gue pun pamitan sama abah. "Inai berangkat dulu, Bah." Salim gue.

"Iya. Hati-hati."

Gue keluar dan ternyata abang ojol ganteng udah di depan rumah. "Atas nama mbak Rinnai?"

Gue tersenyum. "Iya, bang. Sesuai aplikasi ya."

Setekah pakai helm khas ojol yang biasa gue pesen. Motor ojolnya pun berangkat dari rumah untuk mengarungi samudra cinta kita ke KUA, eaaaa....

Kalo kalian tanya gue pakai ojol apa? Ciri-cirinya jaketnya warna hijau. Itu rekomended dari gue. Tampol yukk...

Motor yang gua tumpangi pun berenti tepat ketika lampu merah menyala terang di atas kepala. Gue pun menengok ke atas dan menghitung mundur angka merah di sebelah lampu merah.

97, 96, 95, 94, 93, hitung gua dalem hati.

Sambil terus menghitung, gue pun melirik ke mobil yang berada di sebelah kanan dari gue. Tengok kanan-kiri melihat suasana, aman, aman aja. Gue pun  mengeluarkan liptint dan dengan cepat menengok ke kaca mobil itu, oles liptint, masukin lagi ke tas. Ngaca lagi bentar. "Pap, pap, muach..." selesai. Sambil ngasih finger heart buat di gue sendiri.

Tiba-tiba kaca itu turun setengahnya dan langsung menampakan handphone yang menutupi wajah sang perekam yang masih mode merekam pake kamare depan. Dan di situ, terlihat secara jelas muka gue yang cengok, syok, kaget terpampang di sana yang masih setia bergaya finger heart.

Untung saja lampu berubah cepat menjadi hijau dan abang ojol gue langsung tancap gas.

Gue geleng-geleng kepala masih gak percaya gue di rekam sama orang. Dan nyatanya gue kerekam. "Sialan, gue ke rekam!" Geram gue.

¤¤¤¤¤

AUTHOR POV

"WOIII !!! MINGGIR LU KUTU GAJAH." Teriak Inai, sambil mengusir Setyo yang pagi-pagi sudah melancong ke Friska dari kursinya.

"Eh... santai dong nyai!" Kata Setyo sambil pindah ke kursi yang kosong.

Inai membanting tasnya lalu secara brutal menyalakan komputer. "Woi... santai, nai!" Kata Friska setelah melihat Inai menyalakan komputernya dengan kasar. Friska takut komputer ini rusak karena ini fasilitas kantor. Dan tidak ingin temannya ini dapat diskonan gaji seperti bulan lalu.

"Kesel gue, ka. Masa gua kerekam lagi sama orang!" Adu Inai

"Lagian ngaca si, di kaca mobil orang. Kena kan lu, jadinya!."

"Ya mau begimana. Gue lupa pake gincu ke kantor. Jadinya gue ngaca di mobil orang. Dan tetaunya di dalem mobilnya ada orang."

"Yaudah besok-besok lu beli kaca. Dan jangan ngaca lagi di kaca mobil orang."

"Beliinya."

"O-tu-de-gah, ogah!"

Setelah mengatakan itu Friska meninggal Inai. Setelah mendapat telfon bahwa manager baru yang mengantikan Pak Hadi yang pensiun, sudah berada di ruangan direktur kantor.

Inai yang sudah melupakan kejadian tadi pagi yang membuat mood hancur. Kini sudah sibuk mengerjakan dokumen-dokumen yang menjadi kerjaannya.

"Mohon perhatianya ya teman-teman." Ucap seseorang dari arah depan sana. Inai yang masih sibuk dengan angka-angka di depannya hanya mendengarkan apa yang akan orang yang di depan berbicara.

"Kenalkan ini manager baru kita." Ucap orang itu.

Oh manager baru, batin Inai

"Kenalkan namanya Pak Sandi Pratama Nugraha."

Oh... sandi pratama nugraha, serunya lagi yang masih sibuk dengan komputernya.

Inai merasa aneh dengan nama manager barunya itu. Yang mirip dengan sandi negaranya.

Inai menghentikan ketikan di keyboardnya. Tunggu dia bilang apa? Sandi pratama nugraha? Jangan-jangan. Seakan teringat sesuatu, Inai melotot dan langsung berdiri melihat manager barunya itu.

"Kenalkan nama saya Sandi Pratama Nugraha." Ucapnya ringan tapi tegas. "Dan saya manager baru kalian. Tolong kerjasamanya. Terimakasih." Sambungnya lagi dengan senyuman.

Sandi?, Orang itu Sandi? Sandi yang sudah hilang di telan bumi dan kembali lagi? Sandi yang nyebelin? Dia jadi manager baru di sini?

Inai mundur beberapa langkah dengan mulut yang Ia tutup tak percaya.

Orang itu terus saja tersenyum sampai Ia menangkap satu gadis yang melihatnya dengan tatapan tak percaya. Orang itu menaikan satu alisnya dengan smirk yang imIa tampilkan dan berucap tak bersuara yang masih bisa diartikan oleh Inai. Sebelum orang itu pergi ke ruangannya.

"Hai, merek kompor!" Ucapnya tak bersuara

Inai yang masih kondisi terkejut lalu mulai mengepalkan tangannya. Sialan, kau Sianida!!!, geram Inai.

[UNPUBLIS] NgaKaca Bawa Berkah Atau Sial ¿Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang