🚗 T W O

0 0 0
                                    

Inai masih mengepalkan tangannya sejam sejam yang lalu. Ia masih kesal dengan orang yang sekarang menjabat menjadi manager barunya itu. Ya, siapa lagi kalau bukan si Sandi Pratama Nugraha itu. Baru juga ia di kejutkan dengan penampakan wujudnya dan malah di tambah di kejutkan dengan kelakuannya yang tidak berubah dari dirinya. Yang benar saja baru juga ketenu tapi dia malah mengatai Inai 'merek kompor' walaupun itu tidak terdengar oleh siapa pun. Tapi Ia kesal. Seharus tanya kabar dulu atau apa gitu. Tapi malah mengejeknya lagi.

Awas aja lu Sandi, gue aduin ke abah!

"Nai?" Panggil Friska

"ADA APA?" Jawab Inai galak.

"Napa lu? PMS?" Tanya Friska.

"Gue mau makan orang!" Kata Inai sambil memperagakan orang yang sedang mengigit daging.

"Lu di panggil sama manager baru noh!"

"Hah? Apa?" Inai gak salah denger. Apa tadi kata Friska. Si Sandi memanggilnya?

"Pak Sandi manggil lu, budeg." Kesal Friska.

"Ohhhh..." Jawabnya "Ada apa emang?" Tanya Inai penasaran

Friska mengangkat kedua bahunya. "Mana gua tahu!"

"Oke, gue kesana."

Inai menarik nafas lalu pergi ke tempat manager barunya itu. Melewati jalanan yang cukup panjang akhirna Inai sampai di depan pintu bertuliskan nama Sandi dan posisinya saat ini.

Mengangkat tangannya dan mengetuk pintu tiga kali.

"Masuk!" Ucap seserorang dari dalam. Inai merasakan bulu kuduknya berdiri ketika mendengar suara Sandi yang berbeda dari ingatannya. Lebih serak-serak basah dalem gitu.

Inai mendorong pintu tersebut, menyembulkan kepalanya, lalu kesemua badannya.

Dan pria itu hanya memperhatikan gerakan Inai sampai Ia masuk dan sepenuhnya berdiri 2 meter dari tempat dia duduk.

"Saya Rinnai, pak." Pembukaan sopan dari Inai. Inai memperkenalkan dirinya dengan sopan, siapa tau Sandi lupa dengan nama aslinya.

"Ya, saya tahu." Sandi mengamati Inai dari atas sampai bawah dengan tatapan yang sulit di artikan.

Inai yang baru pertama kali di tatap seperti itu, merasakan bulu kuduknya semakin berdiri. "Tadi, bapak menyuruh Friska yang memanggil saya tadi." Ucapnya, agar dingin-dingin dari suasana ini segera lenyap.

"Ya, saya tahu." Jawabnya lagi. Sandi masih terus memperhatikan Inai, terutama tempat-tempat berisi yang Sandi akui telah terisi semestinya.

Ahhh, Inainya telah banyak perubahan. Dan Sandi suka perubahan itu.

Inai yang terus melihat gerak gerik mata Sandi yang terus mengarah ke arah... seketika mata Inai ingin keluar dari matanya. Dengan cepat Inai menutup tempat-tempat yang di lihat oleh Sandi. "ABAHHH!!! SANDI MESUM!!!" Teriaknya sambil melempar kotak tisu ke arah Sandi.

Dengan sigap Sandi menangkap kotak tisu itu lalu terkekeh melihat Inainya mengadu ke abahnya.

Ah... lucunya, jerit batin Sandi.

Inai masih memeluk dirinya, ketika Sandi bangkit dari kubur, eh bangku. Lalu berjalan perlahan mendekati Inai.

"Ma-ma-mauangapain lu?" Galak Inai tapi respon dari tubuhnya berbeda.

Inai mundur, Sandi maju, Inai mundur, Sandi maju, Inai mundur, Sandi maju. Hingga mereka mengelilingi ruangan Sandi.

"Gu-gue a-a-aduin lu ke abah!" Ancam Inai. Inai yang mengharapkan Sandi akan takut dengan ancamannya yang membawa-bawa nama abah, Sama yang terjadi beberapa tahun lalu, ancaman yang mengatas namakan abah, Sandi tidak akan menjaili Inai lagi setelahnya. Kini malah Inai sendiri yang ketakutan ketika melihat respon yang Sandi berikan. Membuka jasnya, dan membuka 3 kancing atasnya. Membuat Inai menelan ludah dan terus saja mundur.

Karena Inai terus saja mundur dan terus saja melihat kebelakang. Memberikan kesempatan bagi Sandi untuk menarik tubuh Inai dan menjatuhkannya ke sofa yang berada di sebelah kiri dirinya.

Inai yang kaget pun segera memberontak, mendorong dada Sandi dan kakinya terus saja mencari titik lemah Sandi.

Gila ni badak, makan apa aja si. Ampe gak mau kedorong sama gua. Rutuk Inai.

Sandi yang sedikit kewalahan menjepit kaki Inai dan menyatukan tangan Inai ke atas kepalanya dengan satu tangan. Sementara badannya menindih Inai dan satu tangan nya yang bebas membekap mulut Inai.

Inai yang sudah lelah melawan Sandi pun akhirnya yang melotot ke Sandi.

Sandi terkekeh. "Hfpt... jangan kaya gitu, nanti mata kamu keluar baru tau rasa!"

"Mmmmm...mm.mmm." Inai menggerakan tubuhnya.

"Merek kompor bisa diem gak? Jangan jadi ulet keket dulu sekarang. Emang mau kaya gini terus? Mmm?" Tanya Sandi.

Inai menggeleng.

"Gak papa si, kalo kamu kaya gini terus. Aku mah enak-enak aja. Apa lagi..." Sandi mendekatkan kepalanya ke samping Inai "... kita desah satu sana lain." Bisiknya, yang bikin Inai terus berontak.

Gila ni orang. Udah sarap kali ya otaknya. Rutuk Inai lagi.

"Mmm...mmmm.mmm..."

"Hah? Apa? Kamu mau?" Bisiknya lagi.

Fiks si sandi udah kena pengaruh barat. Abah tolong, Inai. Batin Inai.

"Mmm..mm...mm.."

"Oh... Inai mau ciuman?"

Bukan pe'a. Geram Inai.

Sandi mengangkat kepalanya lalu menatap mata Inai yang beiriskan cokelat terang. Mata yang selama ini Ia rindukan kemanapun dan dimana pun dirinya pergi. Kini mata itu juga menatapnya dengan sempurna. Bulu mata lentik alami yang dia suka dari kecil. Kini menjadi pemandangan yang indah.

Inai yang senang Sandi masuk perangkapnya. Segera berhitung mundur dalam hatinya.

3, 2, dan....

Duk

"Ahkkk..." Teriak Sandi, lalu jatuh ke bawah sambil memegang sesuatu yang berharga di bawah sana.

Inai segera bangun lalu berjongkok di depan Sandi. "Aduh sakit ya." Ledek Inai. "Makanya jangan lawan anak, Abah." Inai tertawa puas lalu keluar dari ruangan Sandi.

Sandi mengeram kesakitan. Lalu melirik ke bawah. "Awas aja kamu, Inai!"

Sementara di luar, Inai tertawa senang sampai mengeluarkan air mata. "Sandi, Sandi. Walaupun otak lu sekarang gesrek. Tapi kalo masalah tendang-menendang lu masih kalah sama gue. Ckckck." Inai menggelengkan kepalanya lalu melangkah pergi dari sana.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jul 13, 2019 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

[UNPUBLIS] NgaKaca Bawa Berkah Atau Sial ¿Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang