1. SIAL, TELAT!

8 3 0
                                    

"Mampus, gue telat." Zeya yang baru saja bangun dengan panik bergegas turun dari kasur, saat menggeliat dan melihat ke arah jam di dinding kamarnya

Karena tergesa-gesa dia sempat tersandung selimutnya sendiri, membuatnya mengaduh. Dia dengan cepat berlari ke kamar mandi.
tanpa merapikan tempat itu terlebih dahulu.

Lima belas menit selepas mandi, Zeya sudah siap dengan seragamnya. Dia mencomot sembarang buku yang ada di atas meja belajar dan memasukannya ke tas.

"Aduh, mana hari pertama MOS lagi,"

Zeya berlari menuruni tangga, dia memakai sebelah sepatu dengan tergesa-gesa. Bibirnya menggigit jepit yang akan dia kenakan namun tidak sempat

"Bi, Zeya berangkat ya, udah telat."
Zeya menghampiri Bi Inem, asisten rumah tangganya.

Dia dengan terburu-buru bersalaman kepada Bi Inem, lalu mencium pipi Bi Inem seperti mencium Ibunya.

"Sarapan dulu neng," seru Bi Inem yang ikut terkejut mendapati Zeya dengan terburu-buru menghambur ke arahnya

Tanganya sudah memegang sepiring nasi goreng, dia berbalik mengikuti arah anak majikanya yang sudah beranjak meninggalkanya.

"Nggak usah, Bi. Zeya udah telat nih," seru Zeya , dengan tangan yang sibuk mengikat rambutnya dengan jepit di tanganya. dia berlari menuju pintu keluar.

"Assalamualaikum," ucap Zeya setengah berteriak saat berhasil keluar dari rumah.

Bi Inem pun mengikutinya dengan setengah berlari,

Zeya buru-buru menghampiri mobil yang sedang di panaskan oleh Mang Udin. Dia menepuk bahu Mang Udin yang sedang asyik bersenandung dan mengelap mobil, membuat Mang Udin terlonjak kecil karena terkejut.

baru ingin menoleh, tiba-tiba tangannya sudah ditarik-tarik oleh anak majikannya itu.

"Ayok mang, Zeya udah telat ini!" Zeya menarik-narik tangan Mang Udin lalu membuka pintu dan masuk dengan tergesa-gesa karena panik.

Mang Udin yang ikut panik dengan terburu-buru menuruti perintah dari anak majikannya itu. Dia masuk ke dalam mobil, dan menyalakan mesin lalu melajukannya.

Mobil Zeya melewati gerbang sebelum melesat pergi menjauhi rumah, meninggalkan Bi Inem yang berdiri di depan pintu sambil geleng-geleng kepala melihat tingkah kekanakan Zeya.

Dari kecil Bi Inem lah yang selalu merawat Zeya, karena kesibukan kedua orang tuanya yang membuat nya kurang kasih sayang dan perhatian.

Oleh karena itu, Bi Inem sangat menyayangi Zeya. Dia sudah menganggap Zeya seperti anaknya sendiri.

"Coba ya nduk, orangtuamu selalu merhatiin kamu. Pasti mereka beruntung punya anak kaya kamu. Tapi sayang, mereka sibuk dan hanya memperhatikan kamu sekilas, nggak semuanya ..." Bi Inem bergumam sendiri, dia menatap miris ke arah jalan yang tadi di lewati Zeya.

***

Dalam mobil Zeya duduk dengan gelisah. Sebenarnya Zeya tidak takut kena hukuman karena telat, itu adalah hal biasa baginya. Zeya hanya khawatir jika orang taunya tahu, Bi Inem dan Mang Udinlah yang akan kena amuk oleh kedua orangtuanya.

Zeya sangat menyayangi keduanya—Bi Inem dan Mang Udin— merekalah yang selalu ada untuk Zeya. Hanya mereka yang menyayangi Zeya dan Zeya bersyukur telah mengenal mereka.

TINNNN

Suara kencang klakson menyadarkan lamunan Zeya.

"Kenapa, Mang?" tanyanya ke arah Mang Udin

Mang Udin yang masih fokus membenarkan arah mobil tidak menoleh sedikit pun ke arah Zeya

"Biasa Non, emak-emak, sen kanan tapi malah belok kiri." jawab Mang Udin. Suaranya terdengar menahan emosi. Fenomena seperti itu bukan sekali dua kali ia mengalaminya.

Hal itu yang sering membuat Mang Udin naik pitam, terlebih lagi kebiasaan ibu-ibu yang jika di salahkan malah balik menyalahkan...

"Nanti, Non, kalau misal mereka ketabrak, marah-marah pasti melotot-melotot terus bilang "Matanya itu kemana? Orang segede gini nggak keliatan!"" lanjut Mang Udin dengan menirukan gaya emak-emak yang sedang emosi.

Zeya tertawa kecil, rasa resahnya tadi perlahan hilang karena melihat kelakuan Mang Udin.

Mang Udin yang melihat itu ikut tersenyum,

"Kan repot ya Non jadi kita," tambah Mang Udin ikut tertawa kecil

"Mang Udin, udah berapa kali Zeya bilang, jangan panggil Non." Ucap Zeya tiba-tiba, dia bersidekap dan memajukan bibir kesal.

"Eh?" Mang Udin mulai bingung

"Zeya nggak suka kalau Mang Udin manggil-manggil Zeya pakek sebutan Non, dikira Zeya apaan Dipanggil nan non nan non," Zeya menatap depan dengan kesal, membuat Mang Udin jadi serba salah.

Ya bagaimana? Zeya adalah anak majikanya, kalau tidak dipanggil "Non" memangnya dia mau di panggil siapa?

"Eh... Tap-Tapi No..."

"Jangan panggil Non!" Bentak Zeya melepaskan sedekapan kesal,

"Tap..."

"Sssttttttt.... Zeya nggak nerima bantahan apapun, Mang." Potong Zeya cepat, membuat Mang Udin mengatupkan bibir dengan pasrah dan mengangguk.

Tak beberapa lama akhrnya Zeya sudah sampai di depan sekolah barunya, dari luar terlihat pagar sudah di kunci dan terlihat sepi..

"Makasih, Mang!" ucap Zeya, lalu bergegas turun dari mobil.

Mobilpun langsung melesat meninggalkan Zeya yang sekarang berbalik, berjalan menuju ke arah sekolahnya

"Tuhkan Mampus, beneran telat gue!" Zeya menepuk jidatnya frustasi. Matanya berputar mulai kebingungan.

Zeya mondar-mandir di depan gerbang sekolah yang sudah terkunci itu dengan gelisah

"Bolos aja kali ya?" Guma Zeya pada diri sendiri, dia menoleh ke arah gerbang menerawang jauh.

Dari lapangan dia samar-samar melihat banyak siswa-siswi yang sudah berkumpul di sana.

Kalaupun Zeya masuk juga ini sudah terlalu telat untuknya. Zeya berpikir cukup lama, yang akhirnya dia memutuskan untuk membolos saja.

"Udahlah, bolos aja." Zeya memutar badan ingin beranjak dari depan gerbang sekolah,

Tapi ...,

"Eh mau kemana kamu?" suara dari dalam sekolah memberhentikan langkah Zeya.

***

SQUARETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang