7. BENTAKAN KASAR

7 2 0
                                    

Di kamar, Zeya sudah siap dengan seragam dan tasnya, waktu sudah menunjukkan pukul Tujuh lebih. Kini dia duduk di atas kasur memakai septunya, Setelah memakainya  dia pun beranjak dari kasur ingin keluar kamar. Saat melewati kaca dia berhenti sebentar dan melirik penampilanya, memastikan apakah sudah rapi atau belum

Rambut terkuncir kuda dengan poni tipis yang menghiasi jidatnya, dan dia melingkis sedikit lengan seragamnya yang sedikit kebesaran di tubuh cungkrignya itu.

"Perfect," ujar Zeya puas melihat penampilannya. Dia tersenyum, lalu dengan tegap dia memegang erat tas ransel yang dia selempangkan di tangan kirinya.

Dia beranjak dari kamar dan berjalan menuruni tangga untuk ke ruang makan.

Zeya menuruni tangga dengan bersenandung ringan. Tapi, sesampainya dia dari jarak  yang tak jauh dari meja makan, dia berhenti sejenak lalu menghembuskn napas dan menipiskan bibirnya.

ia mulai menjadi tak selera makan. Karena melihat kedua orang tuanya sudah duduk di sana. Namun, hal yang membuat Zeya semakin tak berselera adalah ketika dia melihat kedua orang tuanya tengah sibuk dengan dunia nya masing-masing.

Mama dan Papa nya sibuk menatap layar ponsel dan tablet, tanpa memperdulikan makanan di hadapan mereka.

Zeya pun melangkahkan kaki dengan berat ke menuju meja makan. Dia menarik kursi di seberang mamanya.

Saat duduk di sana, Zeya memperhatikan mereka berdua. Zeya meras sangat asing, Mama dan Papanya benar-benar tak melihat ya.

Dia memutar bola mata malas, itu adalah pemandangan yang benar-benar memuakan setiap harinya. Orangtua Zeya selalu sibuk dengan pekerjaannya membuat Zeya tidak dapat perhatian sedikit pun dari mereka. Bahkan, waktu bersama pun hampir tidak pernah di lakukan oleh keluarga Zeya.

"Tumben, si Mr. And Mrs. Busy masih dirumah. Biasanya pagi-pagi buta udah ke kantor." Zeya memandang malas kedua orangtuanya bergantian,

"Kerjaan mulu yang diurusin, makan aja harus bareng sama ponsel. Heran," Zeya mengelengkan kepalanya.

Dia mulai jengah, jadi dia sampai tak tahan untuk tidak membuka suara. Tak dihiraukan akhirnya Zeya tak ingin membuka percakapan lagi, akhirny Zeya memilih untuk mengambil nasi dan lauk tanpa memperdulikan orang tuanya.

"Kamu katanya dapet masalah di sekolah saat acara MOS?" tanya  Wiken, mama Zeya. Pandanganya sama sekali tak lepas pada ponsel-nya.

Zeya  menghentikan gerakan tangan sebentar saat ingin mengambil telur goreng, dia memutar bola mata malas. Pasti mereka dapat laporan dari sekolah. Dan dia bisa menebak sarpanya pagi ini tidak akan berjalan lancar.

Zeya membalasnya dengan gumaman, lalu melanjutkan aktifitasnya.

"Kamu itu bisa tidak menjadi anak perempuan yang sewajarnya?" sahut pria paruh baya di sebelah Zeya, pandangannya masih tertuju pada tablet di genggamannya. Satya, Papa Zeya.

NAH KAN

Hahahahha sudah Zeya duga.

"Bisa tidak kalian menjadi orangtua yang sewajarnya?" balas Zeya santai, memasukan sesuap nasi kedalam mulutnya.

Papa dan Mama Zeya menoleh kompak, mendengar balasan ucapan dari anak semata wayangnya itu yang dianggap berani.

"Zeya, kalau dikasih tahu jangan menjawab." sahut Mama Zeya. Membuat Zeya menipiskan bibir dan kembali mengunyah makananya

"Kamu ini seorang gadis Zeya! kenapa kamu tidak bisa bersikap seperti gadis pada umumnya? Yang ramah dan kalem. Tidak bikin rusuh tiap saat, padahal kemarin adalah hari pertama kamu sekolah, tapi kamu sudah membuat onar dengan tingkah laku kamu" ujar Papa Zeya, mengintrogasi  anak perempuanya itu.

SQUARETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang