3. SADAR DIRI

8 3 0
                                    

Di lapangan, Zeya terus berlari kecil menjalani hukuman yang Aska berikan dengan perasaan campur aduk; Marah, malu, sedih, menjadi satu.

Bagaimana bisa semua ini terjadi di hari pertamanya bersekolah?

Oho, Zeya benar-benar ingin mengumpat sekarang.

Seniornya yang bernama Geraska itu benar-benar membuatnya merasa geram.

Zeya sejujurnya tak mengerti, kenapa ada pemuda yang bersikap begitu dingin kepada orang lain. Dan bagaimana bisa pemuda itu terpilih sebagai ketua osis?

"Apa sekolahan ini menjadikan seniornya itu sebagai ketua OSIS karena wajah tampannya? Hey! Walaupun dia tampannya melebihi boyband-boyband Korea sana, aku tak sudi memilihnya sebagai ketua osis!" batin Zeya memaki Aska.

Tanpa ia sadari, Geraska biasa dipanggil Aska yang saat ini tengah Zeya maki justru mengawasi gerak-geriknya. Meski saat ini Aska sedang mengatur barisan murid baru, tapi matanya sesekali melirik ke sisi pinggir lapangan di mana Zeya terus berlari. Aska masih teringat ucapan dari gadis itu yang mengatakan dirinya arogan.

Memang, selama ini Aska menyadari kalau sikapnya yang dingin dan cuek kerap kali membuat orang lain kesal terhadapnya. Tapi baru kali ini ada seseorang yang mengatakan bagaimana sikapnya dihadapannya langsung, apalagi orang itu adalah murid baru.

Tentu saja pemuda itu terkejut dengan sikap anarkis gadis itu yang berani melawan dia, padahal gadis itu jelas-jelas salah. Untuk pertama kalinya, Aska merasa sangat kesal.

Biasanya, Aska bersikap biasa saja jika ada orang yang mengatainya arogan, cuek, dingin dan lain-lain. Aska terlalu tak peduli dengan semua itu, ia tak masalah. Namun, kenapa kali ini dia merasa kalau harga dirinya seolah diinjak-injak? Hanya dalam beberapa menit, gadis itu mampu membuatnya tak mampu berkutik.

Hah, memikirkan hal ini nyatanya membuat Aska pusing. Murid tahun ini benar-benar di luar dugaan. Nampaknya, Aska harus ekstra bersabar selama masa MOS berlangsung. Terutama saat harus menghadapi gadis tadi.

Sementara di lapangan seorang murid laki-laki tersenyum miring menggelengkan kepalanya sedikit lalu menunduk, seperti menikmati pertunjukan ini. Matanya yang sedari tadi menatap kagum cewek yang menantang seniornya itu, beralih memandang ke tanah dengan senyum penuh arti.

""Lu ngapa, Ndre? Serem bener senyum sendiri," ucap Juan yang berdiri di sebelah Andreas.

Andreas  yang biasa dipanggil Andre, mengulum bibir dan langsung menyembunyikan senyumnya.

"Ha?, nggak .. nggak papa" Andre menggeleng, mengulum bibir kembali menguasai senyumnya. Melihat hal  itu malah membuat Juan sedikit bergidik.

"Siapa ya dia? Keren njir, cewek bisa senekat itu. Apalagi murid baru," ungkap Juan menunjukan kekagumannya kepada Zeya.

Andre hanya mengangkat bahu seperti tak peduli, padahal dalam batinnya dia juga sama kagumnya dengan Juan.

"Alah paling itu cuman caper," Timpa salah satu siswi di sebelah mereka, membuat Juan dan Andre kompak menoleh.

Cewek berambut kuncir kuda itu mengipas-ngipaskan biodata yang terbuat dari kardus atribut MOSnya itu kepanasan.

Dia berbicara tanp memandang Juan dan Andre, melainkan terus menatap depan dengan muka yang seolah tak suka melihat kelakuan murid baru yang sok jagoan tadi.

Juan merasa gemas dengan cewek satu kelompoknya ini. Karena bawaanya dari tadi nyinyir mulu.

"Sstt lampir diem lu," sahut Juan meletakan telunjuknya di depan bibir, menyuruh cewek di sampingnya itu diam.  membuat cewek itu menoleh kesal dan mendorong bahu Juan kasar hingga terjerembam ke depan.

Juan mengumpat kasar, tapi cewek tadi melakukan hal yang sama seperti sebelumnya. Seolah-olah tak peduli dengan umpatan Juan

Tapi, Di sisi lapangan Revan dan Sandi sudah heboh sendiri, terutama Revan yang menyatakan dirinya sebagai pemenang karena telah memegang Aska dalam pertarungan tadi.

"Woahhh ini nih Askaku!" seru Revan menepuk keras bahu Sandi, membuat Sandi mengumpat tanpa suara dan menurunkan kasar tangan Revan karena sakit.

"Ck, sakit anjir!" umpat Sandi kesal, Revan tak peduli, dia terus bertepuk tangan kecil.

"Kan di bilang, jagoan gue nggak pernah kalah." sombong Revan menepuk dadanya bangga, membuat Sandi mencibir.

"Tapi lo liat kan, tadi ekspresi Aska terkejut gitu, kaya abis kena tusukan tajam gitu." serius Sandi menatap Aska yang kini tengah berdiri memberi interuksi untuk kegiatan selanjutnya.

"Paan kagak, ngarang lu," ucap Revan, yang kini mulai duduk menunduk, membungkuk menopang tanganya pada kaki.

"Ssst bisa diem nggak sih kalian!" sentak Sania sudah mulai geregetan sendiri.

"Kalo kalian gak ada kerjaan, sana bantuin Keno tuh di lapangan" kesal Sania menunjuk Keno dan Aska yang kini tengah menata barisan.

Revan dan Sandi meneguk ludah ciut, mendapat sentakan kasar dari Sania. Yang akhirnya membuat mereka menurut, berjalan ke arah lapangan dan bergabung bersama senior lain.

****

SQUARETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang