Epilog

4 0 0
                                    

Ke bekuan ku dicairkan oleh caranya memperlakukanku dengan baik.



💢💢💢💢💢💕💢💢💢💢💢

        Senyum itu masih terkurat di raut wajah laki-laki berstatus tenar itu. Dengan berjalan beriringan bersama teman-temannya, sama sekali tak menurunkan eksitensi lengkungan garis di mulitnya.

Diselingi tawa yang datang dibelakangnya, membuat laki-laki paras tampan itu menoleh kearah belakang tubuhnya dan seketika melihatku sekejap dalam beberapa menit.

        Mataku tebelalak dibuatnya. Beberapa detik kemudian, ia kembali berjalan normal dan aku masih tetap berdiri di tempatku semula. Tak ada pergerakan sekalipun yang kulakukan saat laki-laki tadi sempat melirik ke arahku. Aneh.

Selama ini, aku sudah muak dengan laki-laki. Apalagi setelah masalalu benar-benar menghantam diriku hingga ke dasar.

Tapi,kenapa,aku selalu ingin melihatnya?

        Tanganku menghempas semua khayalanku. Tak terasa, sudah lama aku berdiri di halaman kelas tadi sambil melihat orang yang kukagumi setiap hari. Ditempat yang sama, aku selalu menatap dan menunggunya tampak lewat didepan mataku. Aku tak mengerti, apa yang kulakukan benar atau tidak.

"Dor!" Teriak seseorang dari arah belakang.

"Eh eh hoi!" Kagetku sambil menimpal kepalanya.

"Lu mau masuk, kagak nih? Kalo kagak, minggir, gue mau apel sama pacar gue, minggir, nanti gue ikutan jomblo lagi kayak lo hahaha" seru sosok itu dengan setengah menggoda.

        Mataku melotot sangat bulat seperti membentuk sebuah bola bekel yang membuat laki-laki penggoda tadi goyah dan langsung berlari pergi sambil terdengar masih terkekeh.

Masih sempat ku mengejarnya sebelum sampai di tempat yang ia tuju, meskipun aku tak dapat menggapainya.

Walaupun begitu, aku selalu tertawa bahagia dengar hadirnya dia si penggoda itu. Dia satu-satunya lelaki dikelasku yang kuramahi. Tak satupun teman laki-laki kelasku yang berani dekat denganku. Karena apa? Karena aku benci laki-laki, dan mereka tahu itu.

Sikap dinginku mampu membuat mereka jenuh setiap bercengrama dengan ku. Terkecuali dante, si penggoda itu. Malah, ia membuatku tertawa lepas setiap hari tanpa beban.

Tapi aku tak menyukainya atas nama cinta. Hanya sebatas teman.

"Hei rayna! Buset dah ni anak, ngapain sih lo masih berdiri sembunyi di balik pintu?" Ucap seseorang yang ku panggil Hanra. Tatapannya sinis dengan setengah menahan tawanya yang terlalu ketara. Tapi, ia dapat menahan ketawanya.

"Hehe maaf han, aku tadi habis ngejar dante, dia udah lari sih, takutnya kembali lagi, jadi aku nungguin disini untuk ngagetin dia" jawabku sambil tersenyum dan berjalan ke dalam kelas kemudian duduk di bangku ku.

Disusul oleh Hanra yang duduk disampingku sambil memancungkan mulutnya untuk menunjukkan bahwa ia sedang kesal. Tapi karena sifat kecuekanku, aku tak memperhatikannya. Malah aku mengobrak-ngabrik tas untuk mengambil novel horor kesayanganku dan membacanya. Hanra yang mengetahui responku, menggoyang-goyangkan tubuhku ke kanan dan ke kiri sambil berbicara panjang kali lebar.

"Gue keseeeeeellll tau Rayn, gue diputusin pacar gue tadi!! Sedih kan sedih kan?" Teriak Hanra tanpa meninggikan suaranya. Ia hanya menenggelamkan wajahnya di meja dan menangis.

GarraynaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang