Pagi-pagi sekali gadis itu sudah bersiap-siap. Aisha yang kebetulan melintasi kamar adiknya mengangkat sebelah alisnya.
"Pagi banget!" Cibirnya.
Airin yang sedang sibuk memasukkan bukunya ke dalam tas menoleh sekilas. "Aku piket, Kak."
Aisha hanya ber-oh ria. Lalu kembali berjalan menuruni tangga namun baru dua tangga yang terlewati, gadis itu menghentikan langkahnya.
"Jangan lupa sarapan, Rin!" Pesannya dan dijawab dengan 'ho-oh' oleh Airin. Membuat Aisha menggelengkan kepalanya. Gadis itu kembali menuruni tangga. Sementara Airin sudah selesai memasukkan bukunya, selanjutnya ia melihat lagi penampilannya yang agak berantakan pagi ini. Rambutnya yang kering, ia sisir rapi kembali lalu mencari-cari ikat rambut. Sampai bermenit-menit kemudian ia tak menemukan satu ikat rambut pun--membuatnya frustasi. Lalu menghela nafas dan melirik jam tangan. Selanjutnya ia memutuskan untuk segera berangkat ke sekolah.
"Mi.... nasi Airin dibekalin aja ya!" Teriaknya dari tangga.
Maminya menggelengkan kepala namun tak urung juga memasukkan nasi goreng ke dalam tempat bekal.
"Dih...udah gede bisa siapin sendiri kali!" Cibir Fadlan dan itu membuat Airin memonyongkan bibirnya.
"Dih.... kakak juga kali. Udah gede harusnya tinggal sama istri bukan sama Mami!" Cibir Aisha dan itu membuat Airin terkekeh. Kakaknya yang cantik itu dengan senang hati membelanya.
Kali ini Fadlan menurunkan korannya sambil melotot ke arah Aisha yang dibalas cengiran. Mami mereka sudah muncul dengan bekal dan nasi goreng dalam porsi banyak untuk mereka. Sejak Aisha akan menikah, Mami memutuskan untuk berdiam diri di rumah. Mengingat masih ada Airin yang harus ia urus setelah kemarin-kemarin sempat diabaikan karena sibuk mengurusi bisnis. Setelah Aisha menikah, tentu saja Airin akan kesepian dan Mami tak ingin itu terjadi. Beliau ingin menemani Airin dan mengawasi Airin agar tak terjatuh pada lubang yang sama dengan kakaknya. Jadi tak heran jika beliau dan suaminya membatasi Airin dengan pergaulan dengan anak-anak yang memungkinkan untuk menjerumuskan anaknya.
"Bully aja teru bully! Mentang-mentang udah mau nikah!" Balas Fadlan sementara ketiga wanita lainnya terkikik geli.
Semenjak Fadlan pulang kembali ke rumah, ia memang yang selalu menjadi korban bully di keluarganya. Apalagi Aisha akan menikah sebentar lagi yang otomatis ia akan dilangkahi.
"Airin pamit dulu deh. Assalammualaikum!" Pamitnya setelah mencium tangan Mami dan kedua kakaknya.
"Waalaikumsalam."
Sepeninggalnya Airin, ruang makan itu tampak lengang hingga akhirnya, Fadlan mengangkat bicara.
"Udah gak galau lagi dia?" Tanyanya.
Mami berdeham menatap putra dan putrinya yang saling memandang. Menyadari hal itu baik, Fadlan maupun Aisha sama-sama terkikik.
"Airin udah gede, Mi. Gak apa kan?" Tanya Aisha dengan lembut.
Mami menatap Aisha dan Fadlan bergantian. Lalu menghembuskan nafas. "Pacaran?"
Aisha mengangguk sekilas tapi saat tersadar akan sesuatu gadis itu menggeleng. "Kemarin-kemarin sih iya, Mi. Tapi sekarang udah enggak kok."
Mami mengangguk-anggukkan kepalanya lalu memasukkan sesendok nasi goreng ke dalam mulutnya. Beliau mulai khawatir pada Airin.
"Sama siapa?"
Fadlan ikut menoleh pada Aisha saat Mami bertanya hal itu. Ia juga tak tahu siapa laki-laki yang dipacari adik kecilnya itu.
"Eung....," gadis itu nampak berpikir tapi tetap saja ia lupa namanya. "Yang Aisha tahu sih itu loh.....siapa tuh sahabatnya Kakak?" Ucapnya dengan gembira menyambut kernyitan dahi Maminya.

KAMU SEDANG MEMBACA
Mascheraviele
Roman d'amourAirin merasa seperti ditarik ulur perasaannya sama sang mantan yang udah punya pacar tapi sering ngasih kode kalau dia sebenarnya sayang sama Airin. Tapi sayangnya, Airin terlalu sakit hati meskipun lelaki itu sudah menyampaikan rasa cintanya bahka...