Satu - lagu

101 6 0
                                    

"jika memang bisa, ingin rasanya aku bisa melupakanmu"
-Fanny Raletta

***

9 TAHUN BERLALU.

Pertemuan terakhirku dengan Angga, memang cukup menimbulkan luka mendalam di hati. Padahal, aku belum sempat mengatakan apapun padanya. Ucapan selamat tinggal pun, belum sempat ku ucapkan. Dan usahaku untuk melupakkannya pun sia-sia.

Kini, sudah 9 tahun berlalu sejak kejadian itu. Dan aku, masih terus ingat akan janjiku dengan Angga jikalau nanti sudah dewasa kita akan sama-sama untuk bertemu lagi dan tidak saling melupakan.

***

Bingkai jendela bening menampakkan rupa dunia di sisi luar. Penuh bentuk, dan warna yang indah. Langit biru bagai laut lepas. Daun-daun di halaman tampak basah oleh butiran embun bening dan sebagian orang yang terlihat berlalu lalang saat jam istirahat tiba. Gadis itu hanya duduk melamun sambil memandang ke luar jendela.

"Angga, sekarang sudah lewat 9 tahun sejak hari itu. Angga dimana? Aku rindu.."  lirihku.

"Oy, Fanny. Fanny, oy!" Suara nyaring dan menggema memenuhi gendang telinga, membuatku segera tersadar dan terbangun dari lamunan.

"Uh? I-iya..?" Jawabku tergesa.

"Yehh, di panggil malah diem aja lo. Kantin gak?"

"Ah, iya. Ayok!"

Ini masih aku, Fanny Raletta. Saat ini duduk di bangku SMA kelas 3 dan sebulan lagi akan melaksanakan ujian. Dan yang tadi itu, dia sahabatku, Vanya.

"Tadi, lo ngelamunin apaan si?"
"Engga, ko. Gak ada apa-apa" jawabku sambil memesan siomay dan sebotol air.
"Oh jadi gitu, lo gamau jujur sama gue?"
"Bukan gitu, Nya.."
"Terus?"
"Gue lagi mikirin Angga, dah, puas lo?" Geramku seraya duduk dibangku kantin.
"Galau mulu lo, udalah soal janji itu pasti si Angga dah lupa.." lantang Vanya sambil mengunyah siomay lalu menelannya, "nih gue kasih tau, kejadian itu kan udah 9 tahun yang lalu. Namanya cowo pasti gampang lupa sama janji - janji begitu.. ohok!" Lanjutnya tersedak.
"Nah, kan! Mampus lo keselek. Nih, minum."

Vanya adalah sahabatku sejak kita sama-sama duduk di bangku SMP kelas 1, sekarang sudah kelas 3 SMA. Sebelumnya, kami memang sudah memiliki rencana untuk masuk SMA bersama, kalau buat universitas mungkin kita akan berpisah karena Vanya sudah memutuskan untuk kuliah di Jakarta, sedangkan aku tetap memilih untuk kuliah di Bandung—tempat tinggalku saat ini.

Bel sekolah berbunyi lantang, aku dan Vanya berpisah di halte bus depan sekolah. Vanya pulang duluan sedangkan aku harus menunggu bus yang satunya.

Tak, tak, tak

Seorang pria tuna netra dengan tongkat membuyarkan lamunanku. Tanpa aba-aba dia meraba sekitaran tempat halte kemudian duduk tepat di sampingku.

"H-hai," sapanya. Aku tak menggubris, kupikir dia sedang tidak menyapaku karena suasana depan halte bus sangatlah ramai.

Aku memasang earphone, mendengarkan lagu seraya menunggu bus tujuanku datang.

"Baby take my hand, i want you to be my husband.."*

"Aku juga ingin jadi seorang suamimu." Celetuknya. Pria buta ini aneh, namun lagi-lagi aku tak menggubris ucapannya.

Setelah menunggu cukup lama, bus akhirnya datang. Aku mempersilahkan orang-orang yang searah denganku masuk terlebih dulu ke dalam.

Baru saja akan masuk, seseorang menyibak rok pendekku dari belakang. Sontak aku terkejut karena tak menyangkal bahwa yang menyibak rokku tadi adalah pria buta dengan tongkatnya.

"Lo..! Udah gila, ya!?" Ketusku seraya membenarkan rok yang hampir terangkat.

"Maaf,"

"Maaf??? Lo kira kata maaf aja cukup!?" Aku mengerang di kerumunan khalayak yang mulai ramai karena perdebatan ini. "Dasar mesum!" Lanjutku kesal dan masuk ke dalam bus tanpa menghiraukan tatapan bahkan bisikkan orang-orang.
Aku duduk di samping dekat dengan kaca jendela, pergi dan meninggalkan pria buta aneh itu duduk sendirian di halte.

"Hiks, dasar orang aneh" gumamku sambil menyeka tetesan air mata.

Matahari telah terbenam, langit tampak gelap dipenuhi bintang dan di hiasi oleh bulan yang menggantung tinggi di angkasa. Waktu menunjukkan pukul 19:54 PM, dan aku masih memikirkan kejadian tadi siang.

"Dasar cowo aneh, bisa-bisanya dia sudah buta masih punya otak mesum gitu. Emang ya, sekarang jaman udah aneh banget ga normal ga cacat masih aja punya niatan jelek.." aku membiarkan diri ini berbicara sendiri dalam kamar.

'TRIINGG'

Nada dering masuk bergetar dari dalam ponsel.

"Halo? Ada apa Vanya sayang?"

📞: "Ululu, bebeb Fanny~ gapapa si, cuma kangen doang hahahaha,"

"Apaansi, huu~. Eh iya, Nya, lo tau ga si. Tadi siang pas pulang sekolah ada cowo aneh nyibak rok gue anjir"

📞: "Hah? Serius? Yang bener lo..!"
"Iya, bener. Masa gue boong si. Nanti deh gue cerita pas di sekolah"

📞: "Oke"

"Coba aja lo bayangin, masa iya udah buta masih mau mesum kayak gitu..??"

📞: "Hahahaha!"

"Apaansi, Nya! Kok lo malah ketawa?"

📞: "Lawak lo, bambank"

"Au ah, bodo amat. Pokoknya lo harus jadi bodyguard gue besok!"

📞: "Dibayar berapa?"

"Aghh, dasar si anjir"

'pip'

Vanya membuatku geram, sampai-sampai aku matikan telfonnya secara sepihak.

Hening.

"Aku juga ingin jadi seorang suamimu"

Entahlah, hanya saja kata-katanya selalu terngiang di kepala.

***

Song:
*Stephani Poetri - i love you 3000

Between UsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang