Dalam kehidupan ini ada banyak hal yang dikeluhkan oleh manusia kepada Allah Subhanahu Wa Ta’ala karena manusia merasa dicurangi oleh-Nya. Hari ini kita akan belajar mengubah keluhan yang kita miliki dari Abu Ubaidah bin Jarrah, seorang Gubernur di Syam, Suriah.
Suatu hari Abu Ubaidah sedang memantau keadaan rakyatnya hingga ia berjalan-jalan di negerinya. Saat sedang berjalan-jalan, Abu Ubaidah melewati suatu hutan yang tidak ada penduduk tinggal di dalamnya. Namun ia terus berjalan dan tiba-tiba menemukan gubuk kecil di tengah hutan.
Karena rasa penasarannya, Abu Ubaidah mendekat ke arah gubuk itu dan dari luar gubuk terdengar suara seorang laki-laki bertahmid kepada Allah Subhanahu Wa Ta’ala. Suara laki-laki itu berucap “Alhamdulillah… Alhamdulillah … Alhamdulillah...” yang dilakukan berulang-ulang.
Abu Ubaidah menjadi semakin penasaran dan mencari tahu suara siapa itu sampai akhirnya Abu Ubaidah mengucap salam dan meminta masuk ke dalam rumah. Terdengar dari dalam suara laki-laki itu mempersilahkan Abu Ubaidah untuk masuk ke rumahnya.
Ketika Abu Ubaidah masuk ke dalam rumah, ia merasa heran karena hanya ada seorang kakek yang terbaring di atas tanah, tidak ada kasur, tikar atau bantal dan gubuk itu pun kosong, tidak ada peralatan apapun di dalamnya. Ia melihat seorang kakek terbaring yang memuji Allah Subhanahu Wa Ta’ala.
Ketika Abu Ubaidah mendekat ia baru menyadari kakek tersebut seorang tuna netra dan tubuhnya lumpuh sehingga yang dapat digerakkan hanya bibir yang terus mengucap tahmid.
Abu Ubaidah bertanya “Kakek, bersama siapa Kakek tinggal di sini?” Kakek menjawab “Saya tinggal di sini bersama seorang anak saya. Awalnya saya tinggal dengan keluarga besar yang saya miliki, tetapi istri dan beberapa anak saya semuanya sudah meninggal hingga tersisa seorang anak”.
Lalu Abu Ubaidah bertanya kembali “Mengapa kakek tidur di sini?” Sang kakek pun menjawab “Saya lumpuh dan tidak dapat melihat, tetapi Allah Maha Baik”.
Abu Ubaidah semakin penasaran mengapa seorang yang tua dan miskin dengan kondisi kesehatan yang demikian dapat terus bertahmid kepada Allah Subhanahu Wa Ta’ala. Kemudian Abu Ubaidah kembali bertanya “Kek saya dengar dari tadi kakek terus memuji Allah, tetapi saya perhatikan kakek tidak punya kehidupan yang layak, saya penasaran apa yang kakek syukuri kepada Allah sehingga kakek tidak berhenti bersyukur?”
Seketika kakek itu tersenyum. Kemudian kakek mengatakan “Wahai Tuan, ada dua nikmat yang Allah berikan kepada saya dan itu lebih saya cintai daripada dunia dan isinya dan nikmat ini tidak Allah berikan kecuali kepada orang-orang yang Allah cintai saja”.
Abu Ubaidah bertanya “Ya Kakek, apa nikmat yang diberikan kepada kakek yang tidak diberikan oleh Allah kepada sembarangan orang?” Kakek pun menjawab “Dua nikmat itu adalah hati yang selalu mampu bersyukur dan nikmat lisan yang mampu selalu berdzikir.”
Bukankah kita banyak melihat orang kafir yang sehat dan sukses dalam karirnya? Mereka mampu berjalan-jalan ke luar negeri dan memiliki harta yang berlimpah. Mereka memiliki nikmat yang demikian karena Allah Subhanahu Wa Ta’ala berikan nikmat kepada siapa saja, kepada orang muslim dan bukan muslim sekalipun.
Oleh karena itu, kesuksesan atau menjadi orang yang kaya raya bukan ciri dari orang yang dicintai oleh Allah Subhanahu Wa Ta’ala. Karena melihat kesuksesan yang dimiliki orang lain dan kita tidak diberikan nikmat yang sama, seringkali membuat kita menilai diri kita kurang beruntung dan merasa Allah Subhanahu Wa Ta’ala tidak mencintai kita.
Ingatlah, tanda Allah Subhanahu Wa Ta’ala mencintai hamba-Nya bukan dari seberapa besar kekayaaan yang Allah Subhanahu Wa Ta’ala berikan! Orang yang berpikir demikian, pasrtilah orang yang belum mengenal Allah Subhanahu Wa Ta’ala.
Kalau hati kita merasa tidak puas terhadap nikmat dan ketentuan Allah maka pada saat itu kita harus banyak-banyak meminta ampun kepada Allah Subhanahu Wa Ta’ala. Meski Allah Subhanahu Wa Ta’ala memberi kehidupan dengan fasilitas yang banyak, tetapi jika Allah cabut dari hamba-Nya hati yang senantiasa bersyukur maka hidup hamba tersebut akan tetap sengsara.
Mengapa? Karena akan menjadi seorang yang selalu merasa kurang atas apa yang telah ia miliki. Ia akan terus mencari harta yang banyak dan lebih banyak lagi hingga mengorbankan waktu bersama keluarga dan orang-orang yang ia cintai. Hidupnya akan menjadi hampa.
KAMU SEDANG MEMBACA
HIJRAH TO JANNAH
Tâm linhDemi pertemuan dengan-Nya... Demi kerinduann kepada utusan-Nya... Demi bakti kepada orang tua... Demi manfaat kepada sesama... Semoga niat tetap lurus... Semoga menjadi ibadah... Semoga menjadi amal jariyah... Kepada sahabat yang turut berjuang... S...