04. Bibirnya panas banget [ Revisi ]

45.3K 1K 11
                                    

Hari ini :




Bibirnya panas banget 






Om tua

Hai sayang

Kenapa gak dibales

Jangan hanya diread, please ini bukan koran

Sayang

Om tua is calling....

Ponselku terus berdering dan puncaknya adalah sekarang, kenapa dia hobi banget telfon sih? Gak tau apa ini udah malem, waktunya orang istirahat.

"Hallo." Ku angkat telponnya dengan mata setengah terpejam menahan kantuk.

"Buka pintu apartement, saya ada didepan." Setelah itu sambungan diputus sepihak olehnya, bodoamat aku mau lanjut tidur.

Buka pintu apartement, saya ada didepan!

Apartement, saya ada didepan!

Di depan!

Aku segera beranjak dari kasur empukku, sedikit tergesa membukakan pintu untuk sang raja.

"Kenapa lama sekali?" enak banget dia langsung masuk tanpa dipersilahkan. Dia melepas jaket denim yang membungkus tubuh tegapnya dan meletakkan pada sandaran sofa. "Buatin saya minum dong Nay, haus." Aku langsung mengambilkan minum untuknya sebelum dia kembali bersuara.

"Adanya air putih." Dia tidak protes, bagus! Aku duduk di sebelahnya. "Ngapain kesini?" Marshal melihatku dengan tatapan datarnya, serem banget sih dia kalau begini.

"Saya udah bilang sama kamu Nay, kamu amnesia?"

"Iya, aku tau kamu mau ke Jakarta. Tapi kamu gak bilang kalau mau ke apartement." Protesku. Marshal merapatkan tubuhnya kearahku, memelukku dari samping dan menyandarkan kepalanya didadaku.

"Dada kamu empuk." Ku ketuk kepalanya pelan, sialan dia. Untung aku belum sempat melepas bra.

"Kamu kenapa sih?" Dia menggelang pelan, "Aku cuma kecapekan aja, banyak kerjaan."

"Kalau banyak kerjaan ngapain kesini? Mendingan selesaiin dulu kerjanya."

"Udah kangen banget sama kamu."

"Gombal." Cibirku pelan, tapi jujur aku bahagia banget saat dia manja kayak gini. Selama 3 bulan kami menjalani hubungan, Marshal yang lebih sering menemuiku ke jakarta. Dia juga tidak segan menghubungiku untuk sekedar bilang kangen atau hal kecil lainnya.

"Nay."

"Hem?" dia mendekatkan wajahnya ke arahku, sebelah tangannya memegang tengkukku. Bibir panasnya mulai melumat bibirku, pelan dan lembut. Aku sangat menikmati saat dia menciumku, membuatku merasa menjadi perempuan yang begitu berharga dimatanya. Lidah kami saling membelit, mengabsen deretan gigiku.

Ciumannya berpindah ke leherku, mengisapnya kuat menimpulkan sensasi nikmat tersendiri.

Aku mendorong tubuhnya dariku, nafas kami sama-sama terengah. Matanya sudah dipenuhi kabut gairah, tapi aku harus menghentikan semua ini. Prempuan baik harus bisa menjaga kehormatannya, itu pesan dari mama ketika aku pergi merantau ke ibu kota.

"M-maaf Nay, saya kebablasan." Kami memang sudah beberapakai berciuman, tapi ini adalah ciuman terpanas dan terlama yang pernah kami lakukan.

"Gak papa, untung masih bisa ngerem." Jawabku yang dibalas tawa pelan Marshal.

"Sebenernya udah gak kuat banget, tapi gimana lagi." Dia mendesah lelah, namun sedetik berikutnya dia tertawa kencang.

"Muka kamu lucu banget sih Nay, kamu kenapa? Mikir apa hayo?" Aku mendengus pelan, pake nanya lagi mikirin apa.

"Mas ih nyebelin!"

"Haha, maaf." Dia melirik arloji yang melingkar ditangannya.

"Udah jam segini, kalau saya pesen makan online gak memungkinkan. Tapi saya laper banget Nay." Aku memutar bola mataku, bilang aja dateng kesini mau numpang makan! Dasar om tua nyebelin.

"Aku gak mau masak tengah malem gini ya mas." Protesku.

"Please, saya laper banget. Daripada saya makan kamu, bahaya Nay. Nanti Marshal junior hadir di luar nikah gimana?" Ku pukul bahunya pelan.

"Ngawur kamu! Iya-iya aku masakin." Marshal tersenyum penuh kemenangan.

"Tapi mie instan."

"Nay kamu--."

"Iya atau gak sama sekali? Aku udah ngantuk berat ini." Aku menatapnya yang masih diam, sok berpirkir.

"Udah ah, pulang sana. Aku mau tidur!" Usirku saat di tak kunjung menjawab.

"Nay, oke mie instan. Saya laper banget."

Aku langsung pergi ke dapur, memasakkan mie instan untuk sang raja. Agar lebih seimbangt, aku menambahkan irisan sayur, sosis dan juga bakso ikan sebagai campurannya.

Tak sampai 10 menit makanan sudah tersaji di atas meja makan. Marshal menatapnya dengan penuh suka cita, sepertinya dia benar-benar kelaparan.

"Makan." Ucapku.

"Kamu?" Aku menggeleng. Aku tidak biasa makan tengah melam begini.

"Saya gak suka sayur, buat kamu." Marshal mengarahkan sendok berisi sayuran ke arahku.

"Makan, kamu gak akan langsung gendut cuma gara-gara makan sayur tengah malem gini." Ucapnya, tangannya terus berusaha menyuapiku dengan sayuran.

"Oke." Marshal tersenyum senang saat aku menerima suapannya. Setelahnya dia kembali menyantap mie dihadapannya dan sesekali menyuapiku dengan potongan sayuran yang tersisa.

"Minum dulu." Ku sodorkan segelas air putih ke arahnya.

"Makasih Nay." Aku mengangguk.

"Sepertinya saya harus segera melamar kamu."

"Eh?"

"Kok kaget?"

"Kita baru deket 3 bulan ini lho." Ucapku.

"Lalu apa masalahnya? Yang pacaran bertahun-tahun pun belum tentu sampai pelaminan kan? Buat apa nunda-nunda ibadah?" Orang ini pinter banget kalau cari alasan.

"Hmm."

"Apa hmm?"

"Terserah kamu!"

"Oke kalau gitu kamu harus bersiap mengenal lebih dalam tentang kehidupan saya begitu pula sebaliknya, keberatan?" Aku otomatis menggelang, memang itu seharusnya kan?

Sesekali aku menguap saat menatapnya yang masih setia duduk di hadapanku.

"Kamu udah ngantuk banget ya?" Aku mengangguk.

"Saya pulang dulu ya, kamu tidur lagi."

"Pulang kemana?"

"Ke apartement, ada di lantai atas." Aku menganga, lantai atas? VVIP? Oke Nay jangan lupakan dia yang tajir melintir.

Marshal mengecup dahiku sebelum dia berlalu pergi.

"Jangan lupa mimpiin saya."

"Males." Aku segera menutup pintu apartement. Jantung, please jangan lari marathon kayak gini dong.



To be continue...

Gila!!

Kalian jangan pengen :p

Mrs Hot Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang