Awal

268 0 0
                                    

Batang, 20 Oktober 1922 . . . .

Pagi hari nan cerah di suatu perkampungan di dekat kaki gunung. Udara sejuk pun menambah suasana menjadi semakin tenang nan damai. Suara ayam jantan berkokok menandakan sang mentari sudah menampakan dirinya menyinari bumi ini dari ufuk timur. Para ayam betina beserta anak – anaknya pun keluar dari kandangnya untuk melakukan aktivitas rutinnya yaitu mencari makan. Burung – burung berkicauan di dahan pohon dengan riang, menjadikan pagi ini semakin berwarna menyambut pagi hari ini. Orang – orang memulai aktivitasnya seperti biasa ada yang mengangkut sayuran untuk dibawa ke pasar, ada pula yang mengembala kambing ataupun sapi, ada pula yang berangkat kerja sebagai pegawai ataupun buruh di pabrik ataupun bercocok tanam sebagai petani, anak – anak bermain dengan riangnya dan masih banyak lainnya. Hal itu sudah menjadi kegiatan sehari – sehari masyarakat setempat. Akan tetapi ada seseorang yang kini sedang terlihat terburu – buru. Ada apakah ini......?????

"Hosh..... hosh... hosh....." Suara seseorang bernafas ngos – ngosan ketika berlari di jalanan perkampungan.

Seorang pria berusia 40 tahunan yang berlari menuju ke salah satu rumah. Wajahnya menggambarkan perasaan panik bercampur cemas. Keringat bercucuran keluar dan membasahi tubuhnya. Ia berlari menuju ke sebuah rumah yang masing tertutup pintunya. Pria tersebut mengetuk – ngetuk pintu berkali – kali dengan panik.

TOK! TOK! TOK! TOK! TOK!

"Assalamu'alaikum..... Bu Ruminah!" Ucap pria itu.

Tak lama berselang, pintu terbuka dan seorang wanita berusia sekitar 30 tahunan itu muncul.

"Walaikumsalam.... eh, Pak Kadir, ada apa tho kok panik seperti itu?" Tanya wanita itu bernama Ruminah itu.

"Ini Ibu, Bu Bandi, Istri Bandi mau melahirkan Bu!" Jawab pria itu bernama Kadir itu.

"Apa?!" Ruminah kaget.

"Tolong Bu! Kita harus cepat ke sana!" Kata Kadir panik.

"Iya sebentar, saya tak ambil perlengkapan saya dulu." Kata Ruminah.

Dengan sesegera mungkin mereka langsung menuju ke rumah keluarga Pak Bandi itu. Setelah beberapa menit, mereka tiba di rumah Pak Bandi. Ruminah yang merupakan seorang bidan yang belum lama ditugaskan di kampung itu langsung menemui tuan rumah yang tak lain adalah rumah Pak Bandi. Seketika seluruh orang di rumah langsung menoleh ke Ruminah.

"Ibunya di mana Pak Bandi?" Tanya Ruminah kepada seorang pria berusia sekitar 40 tahunan yang berkumis itu .

"Di kamar Bu." Jawab pria itu yang bernama Pak Bandi, suami dari Bu Maryati.

"Bapak tunggu di sini ya. Biar saya yang menangani." Kata Ruminah.

"Iya, tolong istri saya." Kata Pak Bandi.

"Bapak tenang saja." Kata Ruminah sembari sedikit senyum.

Sang bidan itupun langsung menolong seorang ibu yang hendak melahirkan itu. Di dalam kamar sudah ada beberapa orang yang siap membantu.

"Mengejan ya.... tarik nafas..... dalam – dalam ......" Kata Bidan itu.

"Hmfffttt....................." Ibu itu mulai mengejan.

Proses persalinan pun dimulai. Sementara itu di ruang tengah, Pak Bandi beserta dengan kedua anaknya Rahmat dan Rodiah dan para pembantunya sedang menunggu. Pak Bandi masih mondar – mandir dengan perasaan penuh gelisah. Setelah beberapa lama, terdengar suara tangisan bayi. Pak Bandi pun langsung mengalihkan pandangnya ke arah sumber suara itu.

Mentari di Bukit BerduriTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang