Tempat peristirahatan semua jiwa ialah bersama Sang Malam. Beraneka rupa, baik yang terjaga di dasar laut hingga tersembunyi di balik awan. Semua napas kehidupan menjelma raga, menapak dunia, meniadakan kenihilan. Tetapi, kasih Sang Malam ternyata terbatas; diberikannya kekuatan kepada lycan dan vampir sementara manusia dibiarkan sekarat. Tanpa pertahanan ... berada di posisi terbawah piramida.
Penindasan.
Keterbatasan.
Terburuk dari yang paling buruk: neraca keadilan memihak kepada yang terkuat.
“Kita semua hanya hidup dalam sangkar.”
“Theo, kau tidak ingin mencoba bermimpi?”
“Bukan mimpi yang memberimu kebebasan.”
“Lalu, apa yang bisa membebaskan kita?”
“Perlawanan.”
Sayangnya mental manusia terbukti keropos. Satu sama lain saling sikut. Sibuk mempertahankan keselamatan dengan cara mengorbankan jiwa yang lain. Tidak ada kesetian. Hanya kepura-puraan. Selama manusia hidup dalam doktrin “kepentingan”, maka kebebasan yang diidamkan itu hanya akan berlabuh di negeri lamunan; tempat para pemimpi mengandaskan harapan mereka, menyerah, dan lepaslah segala pengharapan—sirna bagai buih yang mengecup pantai.
“Aku ingin menyelamatkanmu,” kata Alivia.
“Kita semua butuh diselamatkan,” Theo membalas. “Namun, bukan oleh sekadar kehendak.”
“Aku pasti menyelamatkanmu.”
“Kau tidak bisa menyelamatkan orang yang tidak ingin diselamatkan.”
“Kenapa? Kenapa kau tidak ingin kuselamatkan?”
“Karena tidak ada peluang.”
“Kita bisa menciptakannya.”
“Ada batas yang perlu kaupahami antara menciptakan peluang dan memahami tidak ada opsi.”
“Theo, percayalah kepadaku.”
“Apa yang harus kupercayai? Kita semua makhluk rusak dengan sejuta keinginan. Kau tidak bisa meminta sesuatu yang bukan milikmu. Kebebasan milik mereka yang bertaring dan bercakar, kalau kau tidak memiliki keduanya, maka kau harus belajar menyaru bersama alam.”
“Aku tidak ingin menyerah.”
“Teruslah bermimpi. Bila itu satu-satunya obat yang membuatmu tetap bertahan hidup.”
Alivia mengandaikan kontruksi moralitas sebagai kekuatan—pemenang ditentukan oleh mereka yang bisa menunjukan kesaktian. Dunia tak lagi menawarkan pengharapan. Anak-anak manusia terlahir sebagai pribadi lemah, tunduk kepada penguasa yang tak sudi mengayomi rakyat.
Tidak ada yang bisa dipercaya Alivia selain Theo. Hanya Theo seorang yang bisa memberi penerang di tengah gulita ketidakpastian. Dunia berisi kebohongan, keegoisan, dan tipu daya. Alivia ingin meninggalkan sarang busuk ini, terbang menyambut kebabasan, namun sekali lagi dia harus menerima kenyataan.
Dunia sarang madu hanyalah ilusi belaka.
***
Takdir diputar. Anak panah terlepas. Kisah siap dituturkan oleh pendongeng mimpi buruk. Semua cerita jahat layak bersanding dengan vampir. Alivia cemburu. Iri hati. Sepanjang kehidupan manusia tidak menikmati kebebasan dan hanya hidup berdasarkan hukum buatan—hukum yang bisa saja diubah dan tidak perlu ditaati.
Tetapi, inilah yang dipilih Alivia.
Thora mempersiapkan Alivia sebaik permintaan Eru. Gaun putih tulang berhias mutiara. Kain pernikahan; putih, suci, penuh janji, dan impian masa depan. Pakaian yang mengubah Alivia menjadi sosok putri impian—putri yang dulu diidamkannya, gadis manis tanpa mimpi buruk. Rambut Alivia dibiarkan tergerai menutupi punggung. Setiap helainya tertata apik, wangi menyeruak setiap kali tersentuh jemari. Putri rembulan milik vampir, kata Alivia kepada dirinya sendiri. Setelahnya Thora mengantar Alivia menemui Eru.
KAMU SEDANG MEMBACA
Nocturne (SELESAI)
Про вампировKaum vampir dan lycan merajai semesta dan mendesak manusia agar berlutut di bawah rezim para makhluk buas. Di dunia baru tidak ada kehendak serta pilihan bagi manusia. Mereka, para manusia, hanyalah budak dan berada di jajaran terendah rantai makana...