5

1.4K 195 4
                                    

Siapa kau?
Dari mana kauberasal?
Ke mana kau kembali?

Sosok-sosok kematian. Nama-nama yang tidak dikenal dunia. Satu per satu, mereka mencoba membawa serta Alivia masuk dalam lembah ketiadaan. Suatu tempat yang dipersiapakan khusus bagi jiwa-jiwa malang. Jiwa kotor penuh pikiran buruk, nafsu, serta keinginan melukai sesama. Makhluk-makhluk yang dipersiapkan menempati dunia terburuk dari yang paling buruk. Tidak ada yang bisa melarikan diri. Sudah digariskan. Sudah ditetapkan.

Ikutlah....

Suara membujuk, tangan-tangan ceking terulur, membelai Alivia.

Satu tetes kecemburuan untuk Sang Nestapa penghuni lembah kesengsaraan.
Satu tetes amarah untuk Sang Pembalas yang menguasai kursi keadilan.
Satu tetes mimpi buruk untuk Sang Malam yang berkuasa atas gaib.
Satu tetes keputusasaan untuk Sang Duka yang menanggung derita.

Balada penciptaan. Lagu lama yang tidak ingin diingat oleh Aliva pada saat ini. Dia bisa merasakan gigilan kian dahsyat. Energi kehidupan seakan terkuras, memaku tubuh dalam kebekuan. Jemarinya menggenggam segumpal tanah, berbait doa pun dilantunkan. Doa kepada Sang Malam, dewi penguasa alam kelam; supaya membebaskan seluruh rasa sakit. Alivia telah berpaling dari sang dewi dan malam ini dia mengemis keajaiban.

Hanya untuk kali ini.

Terlahir sebagai manusia berarti harus siap menanggung derita, kata Theo. Kita tidak memiliki pilihan. Kita tidak boleh memilih. Semua sudah ditetapkan dan kita tidak bisa membantah aturan alam semesta.

Darah mendidih. Alivia tidak bisa menerima takdir sepihak-takdir buruk yang konon diperuntukan bagi manusia, sementara bangsa lain bebas menjajah dan mengambil alih seluruh semesta. Walaupun dia akan mati, setidaknya dia mati dengan cara yang dipilihnya.

Darah menetes di sudut bibir Alivia, merah ... seperti senja yang dilahap bara. Sedikit demi sedikit dia pun mulai mengirimkan seluruh amarah yang selama ini dipendamnya; ketidakmampuan melindungi diri sendiri, kelemahan terlahir sebagai manusia, dan seluruh aib yang dituangkan Sang Malam dalam wadah manusia milik Alivia. Letupan-letupan emosi silih berganti memicu kesadaran hingga Alivia bisa menggerakkan tubuh.

Alivia menatap langsung ke wajah teror yang ada di hadapannya. Kali ini dia sengaja menampakkan seluruh esensi hidupnya yang disebut sebagai "tekad". Seluruh kekuatan dipusatkan dalam satu keyakinan. Tidak boleh ragu. Tidak boleh mundur. Dengan segenap jiwa dan raga Alivia berteriak; suara amarah miliknya menggema ke sepenjuru hutan, memantulkan tekad dan daya hidup milik seorang anak manusia. Energi kehidupan mewujud amarah berbalut angkara menerjang sosok-sosok kelam. Mereka menjauh, membatalkan seluruh niat jahat yang ingin mereka tularkan kepada Alivia. Mereka mengerang, tak sanggup merasakan amarah si manusia.

Gunakan amarahmu, Alivia.

Sosok-sosok buruk rupa pun merengsek mundur-takut. Alivia tidak lagi melihat wajah-wajah bengis maupun mendengar ratapan duka. Mereka tidak sanggup merasakan gelombang amarah si anak manusia. Serta merta hantu-hantu berlomba-lomba menyembunyikan diri; meresap ke dalam tanah seperti air, merasuki setiap batang pohon ... semua makhluk tersebut lenyap-tak berbekas, meninggalkan Alivia seorang diri.

Terengah-engah, Alivia mencoba bangkit. Terdengar bunyi kluk ketika dia mencoba menegakkan tubuh. Namun setidaknya, pada saat ini, tidak ada yang berani mengganggunya.

Hutan masih sunyi. Alivia memutuskan melanjutkan langkah. Ke mana pun jalan yang dipilihnya, dia sudah tidak peduli. Karena semua jalur terasa sama, pikirnya, muram.

Waktu seolah berjalan lambat. Alivia tidak bisa mengira berapa jauh jarak yang telah ditempuhnya. Pikirannya kadang berkelana ke kegelapan, mencari binatang buas yang tersembunyi di antara keremangan, kemudian ingatan mengenai Theo selalu membayanginya.

Nocturne (SELESAI)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang