"Selamat tinggal."
Tepat setelah kalimat itu aku terkesiap. Tempat ini― aku masih berada di dalam penginapan gratis berkat tiket yang dihibahkan ayah Yuzu. Tak lama aku mendengar ketukan dari pintu kamar.
"Chuuya, kau sudah bangun?" itu suara Shirase. Ia membuka pintunya begitu aku menyahut.
"Kami berdua ingin berjalan-jalan. Ada kuil di atas bukit, aku dan Yuzu berencana berdoa di sana," lelaki itu menghentikan kata-katanya sejenak, "Kau sudah baikan? Mau ikut?"
Aku tersenyum senang menyambut ajakan itu, "Tentu. Aku sudah lebih baik setelah istirahat."
"Aku ke ruang makan. Bersiap-siaplah dan susul kami," tutup Shirase sebelum menghilang dari balik pintu.
Aku meregangkan tubuh dan segera berganti baju. Udara sangat dingin di pengunungan. Mandi akan membuat kulit kering. Jadi aku akan menundanya sampai kembali ke rumah nanti. Saat tiba di ruang makan, Yuzu menyambutku gembira. Sepertinya gadis itu begitu khawatir dengan pingsanku kemarin.
"Kau harus makan banyak Chuuya! Perjalanan ke kuil akan sangat melelahkan bagimu," ujarnya menaruh lauk ke atas mangkuk nasiku.
"Aku bukan Shirase," ejekku tersirat kemudian melirik lelaki berambut kelabu yang memasang wajah masam.
"Shirase selalu lamban. Sebaiknya kita tinggalkan dia di tengah jalan nanti," timpal Yuzu.
"Terserah kalian berdua. Yang jelas aku akan sampai ke kuilnya paling pertama!" tegasnya sambil memukul permukaan meja.
Tapi melihat bagaimana ketegasan itu berlalu sampai detik ini. Kurasa kata-kata Yuzu memang benar. Shirase sangat lamban, bahkan setelah ia menghabiskan dua potong omelet pagi ini. Aku berjalan di depan bersama Yuzu sementara Shirase terengah-engah menyusul.
"Kalian terlalu cepat!" protesnya sambil berpegangan pada pembatas tangga.
"Kau yang lama!" bentak Yuzu dari kejauhan.
Aku berhenti di tengah-tengah mereka dan terkekeh pelan. Sepertinya dua insan ini akan membuatku menjadi nyamuk.
"Chuuya, berhenti tertawa," protes Shirase kemudian tertunduk dan memegangi kedua lututnya, "Aku lelah. Bisa kita istirahat di sini?"
Yuzu di depan merengut dan dengan berat hati melangkah turun. Aku sendiri sudah duduk di samping Shirase.
"Siapa yang memberi ide ke kuil dan siapa yang menjadi penghambat sekarang?" kesal Yuzu.
"Maaf, aku lelah," abai Shirase membaringkan kepalanya di atas anak tangga.
Yuzu duduk bersandar di pembatas, melipat kedua tangannya kesal. Aku melirik jam di ponselku. Sudah pukul 10 sekarang, kalau terus beristirahat tidak akan bisa sampai di bawah tengah hari nanti.
"Kalian berdua--," Shirase dan Yuzu langsung menoleh ke arahku, "Aku akan ke atas duluan melihat situasi."
Mereka berdua mengerjap pelan dan mengangguk. "Aku akan menunggu Shirase di sini," balas Yuzu setengah hati.
"Hati-hati, Chuuya!" seru Shirase ketika aku mulai menaiki tangga.
Aku melambaikan tangan sambil tersenyum. Melanjutkan perjalanan sendirian memang terlihat menyedihkan. Tapi aku merasa harus segera kembali ke kamar sewaku. Berada di luar membuat perasaanku tidak tenang.
Kakiku berhenti melangkah di tengah jalan. Aku merasa seseorang sedang mengawasiku. Tapi begitu melihat sekitar, tidak ada siapapun. Shirase dan Yuzu juga belum menyusul. Aku tidak mendengar suara berisik mereka.
KAMU SEDANG MEMBACA
shining stars | soukoku
Fanfic"Tuhan memang kejam, bukan?" Angin berhembus kencang di atap gedung. Aku bisa melihat surainya berkobar jingga sewarna api. Di pipinya aku menemukan air mata. Lututnya melemas dan jatuh ke lantai. "Kau yang kejam, Lucifer." [ dachuu, bxb, angel&demo...