Semakin lama aku memperhatikan Uriel dalam wujud manusianya, semakin aku ingin turun dan masuk ke dalam hidupnya. Dengan kekuatan gelap, aku mengubah diri, berkamuflase menjadi seorang laki-laki yang mengaku bernama Dazai Osamu. Dengan wujud ini, aku menyelamatkannya ketika berada di tangga menuju kuil, menghampirinya di depan mini market, juga menemaninya duduk di perpustakaan.
Saat ini, saat matahari sudah terbenam, aku masih berwujud manusia, memperhatikan langkah seorang Nakahara Chuuya di tengah lalu lalang pejalan kaki. Ia masuk ke sebuah kedai minum, disambut oleh gadis merah muda yang pernah kulihat di kuil.
"Apa menjadi makhluk rendah tidak membuat harga dirimu ikut rendah pula, Lucifer-kun?" Sebuah pertanyaan menginterupsi kegiatanku. Aku menoleh untuk menemukan sosok penghuni neraka lain sedang bersandar di gang.
Kakiku melangkah menghampiri, sejenak meninggalkan Chuuya yang tengah sibuk dengan teman manusianya. "Asmodeus," sebutku pelan. Dia adalah seseorang yang begitu paham mengenai nafsu. Keberadaannya di tengah pemukiman mungkin untuk mengawasi bawahan incubus-nya.
"Apa kau sedang panen?" tanyaku berusaha akrab.
Wujud Asmodeus di dunia manusia tampak seperti pria berusia 40 tahun dengan rambut hitam serta janggut tipis. Ia menepuk bahuku kananku pelan. "Tidak perlu terlalu berusaha, Lucifer-kun. Aku tahu kau merasa terbebani untuk bercengkrama denganku. Kupersilakan kau untuk menguntit kekasihmu itu. Jika butuh saran seputar bercinta dengan manusia, aku siap mengadakan sesi konsultasi."
"Aku tidak--," kalimat balasan yang ingin terucap tiba-tiba samar. Aku merasa tidak dapat mempertanggungjawabkan kata-kata itu.
"Lambat laun kau pasti akan melakukannya. Uriel harus jatuh dari surga karena alasan yang sama, bukan?" Benar. Karena aku memaksanya.
"Jadi kau ingin melakukannya lagi dalam wujud manusia?" Pertanyaan itu membuatku terdiam seribu bahasa. Aku memiliki harga diri yang tinggi, kebanggaan karena pernah berada dalam jajaran malaikat tertinggi di surga. Namun membahas masalah sekecil ini malah membuatku mendadak bisu.
Tidak kecil. Tidak bagiku. Bagi Asmodeus, nafsu adalah makanan sehari-harinya. Namun bagiku, itu adalah sebuah luka yang terus mendera selama aku ada.
"Sepertinya kau tidak bisa menjawab," tutup pria itu seraya berjalan pergi, meninggalkanku seorang diri di tepi gang, "sampai jumpa, Dazai-kun."
.
.
.
Ponselku bergetar di dalam saku. Untung dosen kami sudah keluar ruangan. Aku dapat menjawabnya tanpa ragu atau izin ke toilet. Panggilan tersebut dari Yuzu. Gadis itu mungkin lawan jenis yang paling dekat denganku. Ia bahkan menjejakkan kaki dalam kamar laki-laki sepertiku tanpa sedikitpun ragu.
"Moshi moshi, Yuzu. Ada apa?" ujarku di ponsel. Suara di seberang sana terdengar amat girang.
"Shirase bilang akan mengundang satu kelas untuk minum bersama malam ini. Kau harus ikut, Chuuya," serunya dalam panggilan.
Aku tidak terkejut dengan perkataan Yuzu. Shirase memang sering melakukannya, menghamburkan uang untuk menjalin koneksi yang lebih luas. Toh sekalipun ia mengundang satu kelas, tidak mungkin semua orang akan datang.
"Chuuya?" Suara Yuzu masih menggantung di seberang sana, menanyakan apa aku akan menerima undangan.
"Aku akan menyempatkan waktu," sahutku pada akhirnya. Tidak ingin membuat gadis itu kecewa.
"Baguslah. Kami akan pergi ke kedai di dekat apartemenmu. Jadi kau tidak perlu berjalan terlalu jauh. Sampai jumpa." Sambungan telepon tertutup.
Aku mendengus pelan, melirik tugas resensi dalam genggamanku. Tenggat waktu pengumpulannya masih besok siang. Namun aku mungkin tidak akan bisa fokus mengerjakan dalam pengaruh alkohol. Jadi sepulang kelas aku menghabiskan waktu lagi di perpustakaan, tenggelam dalam novel 'Matahari Terbenam'.
KAMU SEDANG MEMBACA
shining stars | soukoku
Fanfic"Tuhan memang kejam, bukan?" Angin berhembus kencang di atap gedung. Aku bisa melihat surainya berkobar jingga sewarna api. Di pipinya aku menemukan air mata. Lututnya melemas dan jatuh ke lantai. "Kau yang kejam, Lucifer." [ dachuu, bxb, angel&demo...