Chapter I: Vanishing Hope

43 1 0
                                    

Disclaimer: semua karakter dalam Dragon Knights adalah milik Mineko Ohkami.

Chapter  ini diambil dari sedikit bagian pada jilid 12, arc Revival manga Dragon Knights.

---------------------------------------------------------

Sepenggal dedikasi penulisan fanfiction ini.....

Untuk Narukami – aniue – yang membuat malam kelam berbadai penuh petir tidak lagi terasa menakutkan.

Dan untuk semua yang tengah berjuang mengisi waktu untuk menjauh dari kesia-siaan, bertahanlah dengan keberanian.


--------------------------------------------------------------

"Deep into the darkness peering, long I stood there wondering, fearing, doubting, dreaming dreams no mortal ever dared to dream before"

~Edgar Allan Poe~



Seorang gadis berikal gelap berdiri di ujung ranjang. Secercah kebenaran tampak pada raut wajahnya. Kebenaran yang tidak ingin kulihat, tapi harus tetap kuketahui, agar aku mengerti penebusan macam apa yang harus dilakukan.

"Siapa yang kubunuh? Milik siapa yang kuambil? Jawab aku, Cesia!"

Sebuah tatapan prihatin melunturkan senyum gadis itu, bagai sebuah selubung yang tersibak dan menunjukkan kengerian di baliknya.

"Kaistern," jawabnya. "Kaistern telah memberikan nyawanya. Dengan Fugen no Tsue, aku memberinya kekuatan untuk membangkitkanmu."

Setelah sekian lama persetujuan itu dibuat, dia memutuskan untuk melanggar apa yang sudah dijanjikannya; janji untuk tidak menjadi penghalang antara diriku dan kematian. Tidak peduli apa yang dikatakan orang, dia tidak perlu melindungiku. Seorang raja mamono dari tanah asing tidak memiliki hak atas tahta Dusis, bahkan meski penguasa kekaisaran ini telah membagi separuh darahnya padaku.

Seorang raja yang bijak tidak seharusnya percaya mentah-mentah dan menumpukan harapan pada sebuah mitos kuno yang telah dilupakan banyak orang. Dulu sekali, di masa yang terlupakan, seorang raja besar mengubah keturunan youkai sebagai putranya sendiri, memeliharanya dalam perlindungan kuasanya, sebagai sebuah jaminan perdamaian. Namun kebenaran yang ditutupi, dendam dan ambisi yang tak terbendung mengakibatkan pertikaian yang memecah segalanya. Perdamaian itu runtuh dalam es dan api, senjakala dari sebuah peradaban besar yang pernah ada.

Bagaimana kalau keputusan Lord Lykouleon pun berakhir sama seperti itu? Bagaimana bila aku tidak mampu mengendalikan diri?

Jauh di masa lalu, saat semua kebenaran itu masih berada dalam selubung, monster yang tertidur jauh di dalam diriku merangkak keluar. Kebahagiaan yang sebelumnya kujalani tanpa mengetahui apapun, harus dibayar dengan sangat mahal. Shin, naga pelindungku, tewas. Tiada ingatan apapun bagaimana peristiwa itu terjadi. Aku mendapati tubuh mungilnya sudah terkulai, setelahnya aku menangis sejadi-jadinya karena takut dan sedih kehilangan teman.

Tidak ada penjelasan apapun. Pertanyaan yang kuajukan hanya dijawab dengan kebungkaman. Desas-desus merebak di kalangan para pelayan istana. Bahkan meski mereka tetap melayani dengan senyuman, sekelebat rasa takut itu tetap tampak.

"Ibu permaisuri, apa aku ini monster?" tanyaku pada Lady Raseleane.

Ia menggeleng. "Kau putra kami. Percayalah pada keluargamu."

Ucapan wanita itu adalah satu-satunya hal yang selalu kupatuhi dan kupercaya. Aku takkan pernah mengatakan tidak pada Lady Raseleane. Meskipun demikian, keraguan pada satu hal itu tidak bisa kuabaikan sepenuhnya.

Lady Raseleane meneggelamkanku dalam pelukannya. Aku mereguk kenyamanan dan perasaan tenang dalam rengkuhnya. "Selalu ingatlah hal ini, Rath." []

The Court of LiesWhere stories live. Discover now