18. (Delapan belas)

19 9 1
                                    

***


Claretta berjalan menelusuri koridor. Keadaan sekolah sudah mulai sepi, Claretta yang hari ini bertugas piket pulang lebih telat dari biasanya, karena Rehan tidak masuk jadi mau tidak mau Claretta harus naik kendaraan umum yang menuju komplek perumahan tempat tinggal Claretta.

Revi tidak bisa mengantarkan Claretta pulang karena ia sudah janji ke ibunya akan menemani ibunya kontrol. Sedangkan Eja, Claretta saja tidak tahu di mana Eja sejak istirahat. Tidak mungkin Eja menghindari Claretta, mereka tidak punya masalah apa-apa. Mungkin karena Eja anak jurusan Multimedia, ia jadi sering di lab Multimedia dan kadang pulang sore.

<><><><>

Terik matahari membuat Claretta menginginkan es krim, sayangnya tidak ada tukang es krim lewat. Ia berdiri di depan gerbang sambil menunggu angkutan umum. Di depan gerbang tidak ada pepohonan rindang yang bisa melindungi Claretta. Ia jadi berkeringat dan membuatnya semakin ingin membeli es krim.

Dalam hati Claretta memohon semoga ada tukang es krim lewat dan yang paling utama angkutan umum semoga cepat datang.

Apa Claretta harus menelpon kakaknya untuk menjemputnya yah? Dih ogah, Claretta berdecak. Untuk saat ini Claretta tidak mau berurusan dengan kakaknya, ia harus tahan untuk beberapa menit lagi. Claretta tidak mau pesan ojek online, ia harus irit untuk membeli sesuatu yang ia inginkan.

<><><><>

Sudah lima belas menit tapi angkutan umum belum lewat juga. Claretta menghela napas kasar, Claretta akan menunggu lima menit lagi untuk menunggu. Ya, ini yang terakhir ia akan menunggu. Jika tidak ada yang lewat sama sekali ia dengan terpaksa mengeluarkan uang untuk di tabungnya untuk naik taksi online saja agar tidak kepanasan.

Keringat sudah bercucuran di pelipis Claretta, air minumnya juga sudah tandas sejak tadi. Tapi, mata Claretta melihat objek di seberang sana. Ada tukang es krim!

Claretta bersorak senang dalam hati, akhirnya doanya terwujud. Tinggal angkutan umumnya yang belum datang. Claretta menyebrang, lantas berjalan menghampiri tukang es krim tersebut dengan senyum yang mengembang.

Tapi senyum itu meredup, saat ada mobil lewat dengan sembarang membuang minuman kaleng kena kening Claretta.

"Woy gila lo!" Teriak Claretta kesal, sangat kesal malah saat ini. Ia mengusap-usap keningnya yang berdenyut sakit. Sepertinya sial sekali Claretta hari ini. Napas Claretta memburu, ia marah, sakit karena kena kalengnya, ditambah panasnya matahari. Double sialnya Claretta.

Mobil tersebut berhenti. Apa teriakan Claretta sekeras itu? Claretta masih menatap gerak gerik mobil itu, benar-benar berhenti.

Seseorang keluar dari mobil, dengan menggunakan setelan kemeja dan rambut yang sedikit acak-acakan. Ugh, tapi tampan. Terbesit pemikiran seperti itu dari pikiran Claretta.

Pria itu semakin dekat, kini hanya dua langkah dari Claretta. Claretta biasa aja sih, tidak berdebar kayak di novel yang ia sering baca saat ketemu cogan. Cuma keren aja. Ya, cuma.

Claretta menatap wajah pria dihadapannya, sekitar umur dua puluhan jika dinilai dari sudut pandang Claretta. Ia jadi ingat abangnya.

"Maaf, gue gak sengaja. Gue kira tadi gak ada orang di pinggir jalan." Ucap pria itu dengan merasa bersalah.

Claretta mendengus lalu berkata, "Hmm iya gue maafin, tapi abangnya udah bikin kening gue sakit nih." Claretta tidak sadar ia memanggil abang ke pria itu. Pria itu tersenyum kecil, gadis dihadapannya mirip seperti adiknya.

"Sebagai permintaan maaf, gimana kalo lo gue anterin pulang? Lo lagi nunggu angkot kan?" Claretta mengangguk sebagai jawaban.

"Tapi gua mau beli es krim yang di sana dulu." Ucap Claretta.

"Di mana? Gak ada." Pandangan mata pria itu mencari keberadaan tukang es krim yang di maksud gadis di depannya.

"Ihh itu lho tuk...." Claretta memutar badannya, "... yah pergi tukang es krimnya."

Pria itu menaikkan sebelah alisnya, halu kali yah ini cewek? Tidak ada tuh tukang es krim. Begitu di pikiran pria tersebut.

"Lo sebaiknya..." Ucapan pria itu berhenti saat ponselnya berbunyi. Ia agak menjauh dari Claretta yang masih cemberut.

Tidak mungkin Claretta halu, ia saat ini benar-benar dalam keadaan sadar. Masa iya tukang es krimnya terbang kan tidak mungkin, pasti karena ia kelamaan jadi pergi deh tukang es krimnya.

"Lo di mana? Buruan pulang!"

"Iya ini lagi di jalan." Telepon di matikan secara sepihak. Pria itu kembali menatap wajah Claretta yang masih cemberut.

Claretta tidak menyangka, kenapa hari ini dirinya sangat sial ya Tuhan.

"Kening lo merah, lo sebaiknya gue anterin pulang. Tapi karena gue tanggung jawab kening lo gue obatin dulu. Ah gua lupa, kotak P3K ada di rumah."

Claretta menatap wajah pria di depannya, "Trus?"

"Lo gue obatin di rumah gue. Ntar adek gue juga yang ngurusin, adek gue seumuran kok sama lo." Ujar pria itu, ia berkali-kali melihat jam tangannya.

Alis Claretta naik sebelah. Ia curiga jika ia di bawa ke rumah pria tersebut.

"Gua bukan om-om yang mau nyulik lo. Ayo masuk." Seakan tahu ekspresi wajah Claretta, pria itu melangkah masuk ke dalam mobilnya. Claretta mengikuti saja, kalau ada apa-apa ia bisa telepon Eja atau mamanya.

<><><><>

Claretta turun dari mobil yang kini sudah terparkir di halaman rumah pria itu, dua kali lipat besarnya dari rumah Claretta. Rumah yang didominasi warna biru laut. Kalau dilihat pun ini komplek yang isinya orang berduit.

Pria tersebut melangkah masuk ke rumahnya, diikuti Claretta. Tapi pria tersebut tiba-tiba berhenti lalu berbalik, "Gua mau lewat pintu samping, ada sesuatu yang harus gue cek. Lo lewat depan aja." Pria itu pergi dan berjalan melewati belakang rumah, mungkin itu yang di maksud pintu samping olehnya.

Claretta menarik napas lalu menghembuskan napasnya kasar. Ia melangkah, lalu menekan bel yang ada di samping pintu.

Ting tong ting tong

Claretta menunggu, tapi tidak ada yang membukakan pintu. Atau rumahnya terlampau besar yah? Jadi orang yang di dalam tidak mendengar ada bel.

Tapi tidak mungkin, seharusnya salah satu pembantu ada yang mendengarnya.

Satu kali lagi Claretta menekan tombolnya, ia menunggu lagi.

Sama sekali tidak ada orang yang membukakan pintu, lantas kemana pria itu? Apa ia juga tidak mendengarnya?

Mata Claretta tertuju pada pintu yang setengah terbuka, ia bodoh sekali. Tidak melihat pintu yang sudah setengah terbuka. Tapi apa ia masuk begitu saja? Apa Claretta kabur aja yah lalu memesan taksi online?

Claretta mendorong pintu tersebut, ia memberanikan masuk.

Dor...

Clarev [Tahap Revisi]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang