Chapter 3: Diandra

31 8 0
                                    

Didepan pintu club terlihat tiga orang cowok dan dua orang cewek yang hendak memasukki club. Tapi saat mereka membuka pintu, mereka ditahan oleh seorang pria penjaga berbadan besar dan mendorong mereka mundur dari koridor masuk club.

"Kalian nggak boleh masuk, ini bukan tempat untuk anak-anak, ngerti!"

"Tuh 'kan Dra, dibilangin nggak boleh lo nggak percaya sih."

Cowok disebelah Andra berbisik serendah mungkin di telinga Andra. Dia adalah Gibran, teman satu geng Andra yang paling mengutamakan kebaikan melebihi siapapun. Dan paling penakut diantara yang lainnya.

Andra tidak menggubris Gibran, Andra justru makin menegakkan badannya didepan pria berbadan kekar itu. Andra hendak mengambil dompetnya di kantong belakang celananya, tapi tangannya ditahan oleh cowok di belakangnya, tepatnya disebelah kirinya. Cowok itu menggelengkan kepala menandakan tidak setuju kalau Andra ambil tindakan dengan cara seperti itu. Dia adalah cowok playboy yang memanfaatkan wajah rupawannya untuk menggaet hati cewek-cewek incarannya. Dia adalah Kevin.

"Lo nggak usah kuatir. Duit bisa ngelakuin apa aja, bahkan di tempat kayak gini sekalipun."

Andra melepaskan genggaman tangan Kevin dan mengambil dompetnya. Dia mengeluarkan 20 lembar uang ratusan ribu didalam dompetnya dan kemudian dia mengarahkan uangnya itu ke penjaga berbadan kekar didepannya.

Penjaga itu tertegun serta tergiur memperhatikan uang ratusan ribu itu melayang menggoda didepannya. Imannya tergoyah dengan uang yang senilai dengan setengah gajinya tiap bulan itu. Merasa tidak mampu menahan godaan itu, lantas penjaga itu mengambilnya begitu saja. Membiarkan Andra dan keempat temannya memasukki club itu.

"Gila si Andra," seru cewek berambut panjang curly tersenyum simpul. Dia adalah cewek baperan dan selalu mementingkan kepentingannya sendiri, namun jika berhubungan sama teman, dia akan menyampingkan keperluannya dan mengutamakan masalah teman. Dia Cecil.

"..."

Disebelah Cecil ada cewek yang tengah menatap penjaga club dengan tatapan mata menusuknya. Dia adalah Zanetta, cewek emosian yang mood nya selalu tidak menentu dan bisa meledak kapan saja seperti bom waktu.

"Udah ayo jalan. Ngapain penjaganya di pelototin terus. Mata lo lama-lama keluar tuh," ujar Gibran menarik Zanetta kedalam rangkulannya. Padahal dalam hati dia takut Zanetta mengamuk dan mencakar-cakar wajah si penjaga berbadan besar itu. Gibran tidak mau membayangkan seberapa marah penjaga itu pada mereka jika itu sampai terjadi.

"Kalau sekali lagi dia nggak ngebolehin kita masuk, abis tuh orang."

"Iya udah. Gue tau lo kuat, gak usah lo tunjukkin, please~"

Diakhiri dengan dengusan pelan, Zanetta menyerah memperhatikan penjaga yang teriak senang di depan pintu itu dan memperhatikan kedepan.

"Lepas!" ujar Zanetta geram sambil melepaskan rangkulan tangan Gibran di bahunya.

"Iya Net, sorry. Nggak usah ngamuk juga apa."

Sesampainya di bar club. Andra dan teman-temannya memperhatikan sekeliling mencari seseorang yang mereka cari.

Selagi mereka sibuk mencari, seorang bar tender berjalan gentle menghampiri mereka dan menanyakan pesanan kepada mereka.

"Woy Dra, lo mau pesen minuman apa?"

"Beer aja Vin, tapi jangan pake batu es."

"Gue Brandy, Vin," pinta Cecil.

"Whiskey," juga Zanetta.

"Teh anget."

"Woy! mesen teh anget mana ada di bar! yang bener aja lo Gibran!"

"Yaelah Net, 'kan jelas-jelas dia nanyain minuman. Nggak salah dong gue?"

BIOLATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang