"Fayola!"
Fayola yang sedang berjalan tertatih menoleh ke depan, ke orang yang memanggilnya."Kak Devan, ngapain lari lari?"
Devan memegang pundak Fayola dengan wajah khawatir, lalu Devan memperhatikan badan Fayola yang bergetar ketakutan."Gue nyari lo, lo kenapa gemetar kaya gini?"
"Anter gue ke UKS kak."
"Oke ayo."
Devan menuntun Fayola menuju UKS, didudukkan Fayola di salah satu kasur UKS. Fayola mengatur nafasnya, ia mendongak menahan air matanya yang keluar.
Devan yang cukup peka langsung menarik gorden lalu memeluk Fayola, dan tumpahlah air mata yang sedari tadi ia tahan. Devan hanya mengelus elus punggung Fayola tanpa bertanya, ia tau Fayola masih butuh waktu, meskipun ia juga ingin tahu kenapa tiba tiba Fandy menelponnya meminta tolong untuk menemani Fayola dan Fayola yang gemetaran.
"Gue gak pernah mau ada di tengah tengah mereka kak."
Devan mencerna ucapan Fayola, ia memang tidak tau apa yang terjadi, namun yang pasti ia tau masalah ini melibatkan Fayola, Fandy, dan Yura.
"Gue gak tau dan gak mau tau tentang apa yang terjadi di masalalu, persetan sama yang udah mereka lalui bersama. Fandy juga gapernah ada cerita soal Yura, atau orang orang di masalalu dia."
"Terus sekarang salah gue gitu kalau gue pacaran sama Fandy? Salah gue kalau gue marah ke orang yang berusaha ngambil cowok gue? Sebenernya yang gila gue atau cewek itu sih kak?"
"Gue hampir mati dicekik sama dia! dan dia masih ngatain kalau gue gila, gue gila karena mencoba mempertahankan apa yang gue punya?"
Devan melepaskan pelukannya dari Fayola, lalu memegang pundak gadis itu. "Lo di cekik sama Yura?"tanya Devan.
Fayola mengangguk lalu menangis lebih keras, tangannya gemetaran mengingat kejadian tadi. Kejadian yang hampir merenggut nyawanya secara konyol.
Devan melihat leher Fayola yang memerah, ia baru menyadarinya. Lalu ia memeluk Fayola kembali.
"Yura yang gila, lo udah aman sekarang. Mulai sekarang gue akan lebih ekstra jagain lo, biar Yura gak bisa macem macem lagi sama lo. Sekarang lo yang tenang ya, bayangin hal hal yang bikin lo senang aja. Kejadian tadi gak usah diinget inget. Kalau lo mau nanti kita ke dokter psikiater kenalan gue ya biar lo gak trauma, oke?"
Fayola masih melanjutkan tangisannya, sampai hatinya benar benar lega. Namun lama kelamaan tangisan itu membuat rasa kantuk menyerangnya.
Ponsel di Devan berdering menandakan panggilan masuk. Ternyata dari Resya, Devan mematikan panggilannya lalu mengetik sebuah pesan untuk Resya.
"Siapa kak?"
"Gak ada siapa siapa, lo ngantuk ya?"
"Iya."
"Yaudah merem aja di pelukan gue."
Fayola perlahan menutup matanya, Devan mulai menepuk nepuk pelan lengan Fayola. Dan Fayola mulai tertidur di pelukan Devan.
Pintu Uks terbuka menampilkan wajah terkejut Resya dan Lita. Lalu mereka berdua menghampiri Devan dan Fayola.
"Fayola kenapa?"tanya Lita tanpa suara.
"Nanti gue ceritain, biar dia tidur dulu."bisik Devan.
"Oke kita tunggu luar ya."balas Lita lalu mengajak Resya keluar.
Resya menoleh ke belakang saat tangannya ditarik oleh Lita untuk keluar. Ada perasaan aneh yang menjalar di hatinya, namun seketika ia tersadar.
Tak lama pintu terbuka kembali menampilkan seorang laki laki dengan wajah lelah dan bersalah.

KAMU SEDANG MEMBACA
Dear, Fayola
Ficção AdolescenteMereka yang paling dekat seringkali menjadi yang paling jauh. Cause when trust breaks, love fades~