"Brruaaakkkk"
Pintu lab bahasa di tutup olehnya, netraku melirik kanan kiri untuk mengalihkan rasa gugup yang mendera, degup jantung semakin kencang menggema seperti pukulan bedug yang dipukul bertalu-talu, seketika rasanya aku ingin menghilang saja. Hatiku diliputi sejuta tanya, mau apa sebenarnya dia, kenapa harus menutup pintu.
Pak Rian mendekat ke arah ku, langkah-langkahnya sangat cepat secepat dia meraihku dalam pelukan.
Aku berusaha berontak dan mengendurkan pelukannya, tapi sepertinya sia sia.
Posisiku terpojok disisi tembok. Haisss.. apa dia sudah gila.
Ini di sekolah!!"Sebentar saja Nala, biarkan begini"
Ucapnya dengan tetap mempertahankan ku dalam kuasa tangannya yang kuat.Dia sama sekali tidak memberikan aku ruang untuk bernafas, sesak sekali dadaku. Hah Apa sih yang dipikirkan nya. Aku gemetar sekali karena khawatir seseorang memergoki kami dalam posisi begini.
"Lepas, pak. Jangan begini, saya mohon"
Aku mencoba membuatnya tersadar akan situasi kami yang tidak wajar seandainya seseorang melihatnya.Perlahan dia melepaskan kedua tangannya dari tubuhku. Netra kami beradu, Tatapannya lembut penuh kerinduan. Ya, sudah beberapa hari aku tak acuh dengannya, panggilan telepon dan chat dari nya tidak aku balas. Bahkan demi tidak ingin bertemu, aku sengaja memutar arah pulang ke lorong parkir sekolah yang sempit dari pada melewati lobi, tempat dimana dia biasanya duduk untuk melihat ku pulang sekolah.
Aku sedang marah padanya, jika rasa itu sudah menguasai ku hilang lah akal sehatku, sekedar bertanya untuk mengkonfirmasi kabar yang aku terima pun tidak akan aku lakukan, marah saja yang ku mau.
"Kenapa menghindar Nala, apa saya berbuat salah? " tanya nya dengan tetap menggegam erat tanganku.
"Pikir saja sendiri" Ku jawab sekenanya, kesal sekali rasanya mendengar temen-temanku membicarakan dia.
"Nala kalo lagi ngambek begini kenapa tambah cantik ya, saya kan jadi pengen cium, gemas sekali" katanya seraya mendekatkan wajahnya ke wajahku.
Wah... Ini dekat sekali, bahkan aku dapat merasakan hembusan nafasnya.
Aargghhh panas rasa menjalar ke wajah, telinga dan tengkukku."Sa...ya..saya hanya tidak suka denger gosip dari temen-temen, Bapak suka ke ayu ya? Mereka bilang Bapak bersikap baik ke ayu, Bapak tebar pesona kah? Kalo begitu, saya juga akan... "
Belum selesai kalimatku, dia sudah mendaratkan ciuman nya. Aku mau pingsan saja rasanya, tapi kalau aku pingsan apa tidak lebih merepotkan lagi.
Maka sebelum pingsan, aku segera mendorong bahunya dan berlari keluar lab.Pak Rian sudah benar-benar gila, dia tidak akan pernah paham betapa jantungku seperti akan meledak tadi. Bahkan tubuhku masih gemetaran karena takut sementara telapak tanganku terasa sangat dingin sedingin es.
Aku bergegas menuju koridor sekolah melewati taman bunga dan kantor BK di sisi kanan nya.
Aku berhenti sejenak di depan kantor Bk,
Mendapati diri di pantulan kaca, jemariku mengusap bibir lembut.
Tidak !!! Aku tadi dicium nya!!Ini memang bukan ciuman pertama, tapi melakukannya di sekolah adalah hal tergila dan hal paling cerobah yang pernah dia lakukan. Aku sungguh berharap ini tidak terjadi lagi.
Cukup lama aku diam mematung di dalam kelas mengingat apa yang baru saja terjadi, rasa malu dan panas menyerang ku hingga wajahku memerah . Berkali-kali aku mencubit lengan memastikan bahwa ini nyata, bukan mimpi buruk. Dan tentu saja ini nyata.
Ruang kelas ku yang berisi 40 anak hanya di fasilitasi kipas angin yang berputar-putar mengedarkan hawa panas, rasanya sangat tidak nyaman saat jam siang. Panas dan pengap.
Sesekali aku mengedarkan pandangan ke penjuru kelas dan ikut menimpali percakapan teman yang sedang ngobrol berharap aku bisa melupakan kejadian tadi. Tapi ternyata tidak banyak berpengaruh, kilasan kejadian demi kejadian timbul tenggelam bergantian, seolah tidak ingin membiarkan aku melupakannya.
Sepuluh menit sudah waktu berlalu, ketika bu saidah datang, rupa nya beliau terlambat masuk kelas, padahal aku berharap kelas kosong saja hari ini karena yakin tidak akan fokus dengan pelajaran, apalagi ini pelajaran matematika. Tapi apalah yang diharap, pelajaran justru dimulai. Bu Saidah menulis di papan tulis simbol akar kuadrat, entah bagaimana tulisan itu menjelma menjadi bentuk bibir. Membuat hatiku berdebar kencang teringat kembali manisnya rasa itu. Ehh.. tunggu! Kenapa manis? Sial ! kenapa aku bisa jadi mesum begini .
Dia adalah guru bahasa Inggris ku di sekolah, Rian Yudhistira. Karena sebuah kesalahpahaman kami harus melewati pernikahan yang begitu tiba-tiba dan disegerakan.
KAMU SEDANG MEMBACA
MENIKAH DINI
Teen FictionNala, murid kelas 12 semester akhir terpaksa menerima pernikahan dengan orang yang tidak lain adalah guru bahasa Inggris di sekolahnya.