29

44.4K 4.4K 333
                                    

Naufal, Yula, dan Desica mulai menatap peralatan untuk memainkan papan ouija miliknya. Tiga orang itu mencari posisi yang nyaman dan duduk ditaman belakang sekolah yang gelap dan hanya diterangi sebatang lilin saja.

Naufal meraih beberapa batang dupa kemudian membakarnya, bersamaan dengan kemenyan.

Mereka bertiga sama-sama memangku papan itu dengan lutut yang saling bersentuhan.

Mereka masing-masing menempelkan jari telunjuk mereka diatas Planchette.

"Spirit of the school.. Spirit of the school.. All spirits in here. Please come out and play with us. Don't leave until we say good bye." mereka bertiga mengucapkan kalimat itu sebanyak 3 kali.

Plachette itu tak bergerak walau mereka bertiga sudah menunggu cukup lama. Naufal, Yula dan Desica terus saja membacakan mantranya secara berulang kali hingga tiba-tiba Planchettenya akhirnya bergerak.

I
M
H
E
R
E

Mereka bertiga tentu saja terkejut dan saling menatap satu sama lain untuk beberapa saat sebelum akhirnya Naufal mulai mengajukan pertanyaan.

"Kamu benar-benar disini?"

YES

Naufal menghela nafas panjang, "Apa kamu, mengenal Vasilla Agatha?"

YES

"Apa kamu tau, kenapa dia meninggal?"

B
U
N
U
H
D
I
R
I

Naufal tersenyum kikuk, "Apa dia benar-benar punya hubungan khusus dengan Vento Parcival Archer?"

YES

"Berapa lama kamu disini?"

S
A
N
G
A
T
L
A
M
A

"Apa kamu tau dimana Vento sekarang?"

H
E
R
E

"Here?" tanya laki-laki itu, pelan.

Tiba-tiba saja ia merinding. Mungkin karena udara malam itu yang sangat-sangat dingin.

Naufal menatap Yula, "Om Vento udah meninggalkan?"

Yula hanya mengangguk-angguk.

"Maaf jika pertanyaan ini mungkin terlalu konyol. Tapi, apa kamu tau dimana cincin tunangan Vento?"

YES

"Dimana?"

D
I
L
A
N
T
A
I

Naufal menatap Desica, gadis itu membalas tatapan Naufal dan tersenyum.

"Terima kasih sudah hadir. Selamat tinggal."

Beberapa detik kemudian, Planchette itu bergerak kekata GOODBYE.

~~~

Naufal mengintip kebawah kasur dikamar ayahnya, bersama dengan Yula. Malam ini, Vexo dan Laura kebetulan sedang keluar karena ada pertemuan penting. Dan surga bagi Naufal adalah saat ia mengetahui bahwa pintu kamar Vexo, tidak terkunci.

"Ga ada apa-apaan, Fal.." lirih Yula, menatap Naufal yang masih saja mengintip kebawah kasur Vexo.

"Ga mungkin. Tadi arwah disekolah bilang, cincin itu ada dilantai."

"Cukup, Fal. Kita ga bisa sepenuhnya percaya sama mereka."

"Lu tau ga, Yul? Gua bosen hidup dalam lingkaran kayak gini. Lu paham maksud gua kan?"

"Lo gamau cari cincin itu?"

"Iya!"

Yula tersentak kaget, adiknya kenapa tiba-tiba jadi pemberontak begini?
"Kita udah janji, Fal!"

"Janji? Sama siapa? Sama hantu yang bahkan kita ga kenal! Kalau butuh cincin itu, cari sendiri! Ga usah ngerepotin orang lain!"

Yula meremas kedua pundak Naufal, "Lo kenapa sih? Gila ya lo?"

"Lu diem deh! Kalau lu mau belain si 'dia', belain aja!"

"Kita kan udah setuju buat nyari cincin itu. Desica juga bilang ke gue, lu taruhan sama si Afta dan Nathan kan?"

Yula menatap Naufal dengan tatapan kesal, "Lo mau kehilangan Senja, hah?!" lanjut gadis itu.

Naufal menepis kedua tangan Yula dengan kasar, "Senja jadi milik siapa, bukan urusan gua! Berhenti bahas Senja, Senja, dan Senja. Gua muak sama nama itu. Gua benci, Senja Ravel Gasia. Sampe sekarang, paham lu?!"

Yula terdiam, masih sambil menatap sepasang mata adik laki-lakinya. Naufal menghentakkan kakinya dengan kesal kemudian pergi begitu saja meninggalkan Yula sendirian.

"Dasar gila."

Bukan Manusia (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang