Part 1

20.5K 374 2
                                    

February 17, 2015

Senja itu, seorang gadis dengan tubuh semampai, surai sepinggang yang masih mengenakan seragam sekolahnya itu baru saja keluar dari ruang teater. Amanda Muller. Si cantik yang masih menjabat menjadi ketua ekstra teater. Namanya cukup populer dikalangan guru-guru maupun siswa disekolahnya. Selain karena wajah cantiknya yang menonjol, gadis itu juga pandai dan berkali-kali menyumbangkan prestasi bagi sekolahnya. Definisi sempurna bagi seorang perempuan. Semenjak dirinya berusia 17 tahun, gadis itu memutuskan untuk hidup sendiri di apartement. Awalnya tentu saja mendapat penolakan dari mommy-nya, yah siapa pula yang rela putri kecilnya memutuskan untuk tinggal terpisah dari orang tuanya? Namun dengan kemampuan gadis itu merayu, akhirnya kedua orang tuanya pun menyetujui keputusan Amanda untuk tinggal di sebuah apartement sendirian.

Gadis itu berjalan dengan santai meninggalkan ruang teater untuk pulang menuju apartement tercintanya, namun baru melangkah sekitar 5 meter, gadis itu dibuat terkejut oleh seseorang yang tiba – tiba muncul dari ruang kelas yang akan dilewatinya kemudian ambruk. Keadaannya begitu mengenaskan, wajahnya penuh lebam babak belur. Bahkan darah kering nampak masih membekas disudut bibirnya. Seragamnya pun nampak begitu lusuh. Ah, ngeri sekali. Sebenarnya apa yang terjadi dengan pria ini? Dengan mengumpulkan keberaniannya, Amanda mendekat pada pria yang teronggok penuh luka didepannya itu.. Dilihat dari dekat, sepertinya ia mengenali wajah penuh luka itu. Setelah beberapa detik mengamati dan menganalisis wajah pria itu, Amanda terkesiap terkejut.

"Daniel?!" pekik Amanda terkejut. Tangannya terulur menyentuh pipi pria itu perlahan, bermaksud mengembalikan kesadaran pria yang ternyata merupakan teman barunya dikelas 12 ini.

"Sshhh..." desis pria itu meringis kesakitan. Namun nampaknya matanya sudah terlalu berat untuk sekedar melihat siapa yang tengah menyentuh pipinya itu. Kesadarannya semakin menipis, kemudian pingsan begitu saja, membuat Amanda semakin panik.

"Hey, bangun. Apa yang harus kulakukan pada bocah ini?!" gerutu Amanda merasa frustasi. Ia tidak menemukan seorang pun untuk ia mintai tolong saat ini, jika ditinggal begitu sajapun mana mungkin? Bagaimana jika temannya ini sekarat dan mati disini gara – gara dirinya yang tak mau menolongnya? Dan bagaimana jika setelah itu arwahnya justru menggentayanginya dan mengajaknya mati bersama?

Oke, semua fikiran – fikiran yang berseliweran dalam otak gadis itu mulai sangat tak masuk akal. Dengan decakan kesalnya, gadis itu dengan terpaksa mulai meraih tubuh yang tentu lebih besar darinya itu untuk berdiri.

"Arghh... berat sekali. Sial, kita baru bertemu tadi pagi dikelas baru, dan kau sudah menyusahkanku begitu saja? Menyebalkan. Kau harus memberiku upah karena mau menolong dan menyeretmu dari lorong sekolahan. Ahh, sepertinya aku juga harus membawamu ke apartement ku karena tak tau alamat rumahmu." Dan sepanjang jalan menuju gerbang sekolah itupun dihabiskan Amanda untuk menggerutu kesal. Beban berat yang dibawanya itu membuatnya berjalan dengan terseok – seok untuk melambaikan tangan didepan gerbang, menghentikan taxi yang untungnya dapat segera ia tumpangi.

-

"Uhh..." Brukkk* Amanda menghempaskan tubuh pria itu begitu saja diatas ranjangnya. Daniel Parker namanya. Dari yang selama ini Amanda dengar, pria ini adalah murid yang cukup populer dikalangan siswi dan guru karena berprestasi dalam bidang olahraga. Seorang kapten basket yang menyumbangkan banyak piala kejuaraan basket bersama timnya.

"Lalu apa yang harus aku lakukan padanya?" gumam Amanda bingung, gadis itu mengetuk – ngetukkan jari telunjuknya pada dagu. Ah, apa ia juga harus mengobati temannya ini? Amanda menghela nafasnya, kemudian mengambil kotak obat yang tersedia dikamarnya. Sejujurnya ia begitu malas mengobati temannya itu, inginnya langsung mandi saja dan menyelesaikan tugas – tugasnya kemudian tidur nyenyak hingga esok. Tapi apa boleh buat, mana tega ia meninggalkan manusia ini pingsan mengenaskan hingga esok hari dengan wajah hancur penuh luka seperti ini?

Friend With BenefitTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang