Minggu pagi kuhabiskan waktu di bandara, menjemput sepupuku yang datang dari negara sebelah, Singapura. Lima belas menit aku menunggu, akhirnya kulihat sosok sepupuku berjalan ke arahku. Aku tersenyum, sudah lama sekali rasanya kami tidak bertemu.
"Apa kabar mas Kevin?" tanyaku sambil tersenyum.
"Sangat baik, Kamu makin cantik aja Put." Puji Mas Kevin.
Senyumku semakin mengembang, Mas Kevin itu satu-satunya sepupuku, makanya kami dekat sekali.
"Gimana kabar Om dan Tante di sana?" tanyaku ingin tahu. Sudah dua tahun aku tidak bertemu dengan saudara laki-laki mamaku itu. Om Hendri dan istrinya Tante Ana sangat baik padaku, mungkin karena mereka tidak punya anak perempuan, aku diperlakukan seperti anak sendiri. Sayangnya, dua tahun lalu mereka pindah ke Singapura karena Om Hendri pindah tugas ke sana.
"Baik," jawab Mas Kevin,
"Ada salam untuk mu dan Bibi dari Mama, sekalian ada oleh-oleh juga, hehe" katanya lagi diiringi cengiran khas Mas Kevin.
Aku tertawa kecil.
"Sekarang Putri tinggal sendiri di kost Mas, lebih dekat ke kantor," jelasku.
"Kita ke kost Putri ya Mas."
"Beres Keong,"
Aku tersenyum, dari dulu sampai sekarang, Mas Kevin tidak berubah, masih memanggilku dengan panggilan kesayangannya.
****
Sudah sepuluh menit aku menunggu Mas Kevin menjemputku, tapi batang hidungnya pun tidak kelihatan.
"Kenapa masih berdiri di sini Put?"
Aku menoleh, ternyata Pak Dave sudah berdiri di sampingku.
"Nunggu jemputan," jawabku singkat.
"Mobilnya mana?" tanya Pak Dave lagi.
Belum sempat aku menjawab, Mas Kevin muncul dengan mobil yang biasa kugunakan.
"Sorry, Mas telat Keong," ujar Mas Kevin. Aku tersenyum.
"Pamit pulang dulu Pak," aku buru-buru melangkah menuju mobil. Pasti dia berpikir aku seenaknya saja memberi fasilitas kantor kepada yang bukan karyawan.
Sial, kenapa juga Mas Kevin harus muncul di saat yang tidak tepat.
"Bos kamu Put?" tanya Mas Kevin sambil mengarahkan mobil keluar dari area kantor. Aku mengangguk.
"Tampan Put, cepat-cepat saja digoda tuh, sayang kalau dilepas" godanya
Aku tersenyum tipis mendengar godaan Mas Kevin.
"Dia itu Dave loh Mas, teman kecilku yang sering ke rumah dulu"
"Hah.. Dave yang dulu kamu suka itu?" tanya Mas Kevin tak percaya.
Aku hanya mengangguk membenarkannya. Bukan dulu aja Mas bahkan sampai sekarang juga masih sama, sambungku dalam hati.
Pukul sebelas malam, pintu kos ku diketuk. Aku yang baru selesai mandi, masih mengeringkan rambutku, mengeryit heran. Siapa malam-malam begini datang? Tumben.
"Mas, bukain dong." Pintaku manja pada Mas Kevin.
Mas Kevin tinggal di kost ku untuk sementara, untungnya di sini mau tinggal sama siapa kita, tidak ada yang ngurusin.
"Ngapain kamu di sini?" tanya Pak Dave ketus tanpa basa-basi.
Mas Kevin yang ditanya seperti itu kebingungan. Dave mendekatiku yang masih mengeringkan rambut dengan handuk.
"Jadi dia pacar barumu?" Tanya Dave sanarkis.
Aku diam. Tidak menjawab, juga tidak menoleh ke arah Dave.
"Jawab," bentaknya.
Ini pertama kali aku di bentak Dave. Selama ini dia selalu lembut padaku. Tanpa terasa airmataku jatuh. Entah apa yang membuat aku menangis.
"Maaf," ujar Pak Dave.
"Maaf Put. Aku tak berniat kasar padamu." Ia menyeka airmataku yang makin deras mengalir.
"Aku cemburu," kata Dave tiba-tiba.
Cepat Aku menoleh kearahnya. Mengharap penjelasan akan pernyataannya barusan.
"Sudah lama aku mencintaimu Put, dari awal kau duduk disampingku saat kita masih sekolah." Ungkapnya tanpa memandang ke arahku.
Aku terus menatapnya tanpa berkedip. Aku tersanjung mendengar pernyataannya. Tangisku terhenti berganti dengan senyum tipis.
"Saat kamu tiba-tiba pindah tanpa pamit, kau tau betapa sedih dan hancurnya aku." Katanya pelan.
Aku mendengarkan dengan seksama.
"Lalu dengan tak bersalahnya kau kembali hadir dihidupku lagi, setelah bertahun-tahun kucoba menghapus kenangan tentangmu." Jelasnya lagi.
Senyumku semakin lebar. Yuhuu ternyata aku tidak bertepuk sebelah tangan.
"Kalau kamu memilih dia, aku tidak akan memaksamu Put. Aku sudah cukup bahagia bisa mengungkapkan perasaan yang dari dulu ada, bahkan sekarang tetap sama." Katanya tulus.
Aku tersentuh mendengar penjelasan Dave. Kupeluk erat tubuhnya, seolah ingin menyatukan hati kami, ia juga balas memelukku dengan erat.
"Kevin itu sepupuku,"bisikku di telinga Dave. Tubuhku di dorong kedepan olehnya, Dave menatapku dengan pandangan tak percaya.
"Dari kecil kami bersama-sama. Sudah seperti abang dan adik." Jelasku. Kulihat wajah Dave memerah menahan malu.
"Kenapa gak cerita dari awal?" tanyanya malu.
"Makanya jangan langsung emosian," kataku lagi.
"Siapa yang gak cemburu lihat wanita yang dicintainya berduaan sama lelaki lain?." Katanya lagi.
"Putri, mau kah kau menikah denganku?." Bisiknya tepat di telingaku. Hatiku berbunga-bunga.
Aku mengangguk. Pelukannya semakin erat.
"Kau juga mencintaiku kan?" tanyanya lagi.
Aku diam. Sengaja ingin menggantungnya sebentar. Pelukannya mulai merenggang. Ia memandang tepat ke bola mataku.
"Put?" tanyanya lagi.
Aku mengangguk.
"Aku sangat mencintaimu, bahkan dari dulu, saat kau pertama kali masuk kelas dengan wajah angkuhmu, aku sudah jatuh cinta padamu." jujurku yang membuat dia kembali mengencangkan pelukannya padaku.
Memang benar kata orang kalau jodoh pasti tidak akan kemana. Awalnya aku kira, aku hanya akan berakhir dengan cinta sepihak. Tapi ternyata Tuhan terlalu baik dengan padaku, Tuhan tau kalau aku begitu mencintai Dave dari dulu bahkan hingga sekarang.
Rahasia kecil yang selalu kusimpan di kantor akhirnya terbongkar juga. Rahasia tentang perasaanku selama bertahun-tahun akhirnya harus terbongkar agar aku mendapat alasan untuk terus bersama Dave.
---End
YOU ARE READING
Rahasia Kecil untuk Sebuah Alasan
Historia CortaSebuah rahasia yang seharusnya tak pernah aku ungkapkan dengan alasan apapun harus terbongkar karena dia. Dia telah kembali, Alasan atas semua rahasia itu...