2. Beautiful Eyes

42 7 4
                                    

2| Beautiful Eyes

Aku terkejut. Tiba-tiba seorang pria mendatangiku dan berdiri tepat di hadapanku. Aku melangkah mundur, dia maju. Aku melangkah ke arah kanan, dia mengikuti. Aku berlari darinya, dia tetap mengejarku.

"Permisi," aku mengambil nafas. "saya mau lewat."

Pria itu dia, tak mengeluarkan suara apapun, hanya nafas lelahnya yang aku dengar. Dan yang pria itu lakukan sedari tadi hanyalah menatapku dengan bisu dan lagi satu, tidak membiarkanku pergi.

Tunggu, mungkin dia memang tak mampu bicara.

Sekali lagi aku bertanya, "Permisi, tuan. Saya harus pergi."

Dia menghalangi.

"Tuan, apa kau tidak bisa bicara? Kau, apa kau bisu?" Pria itu masih diam dan matanya masih menatapku. "Hm, jika benar, tolong anggukkan kepalamu."

Dia menggelengkan kepalanya.

"Jadi, kau bisa bicara?"

Dia mengangguk.

"Mengapa tidak mengatakan sesuatu?" Pria itu diam lagi.

Apa dia memiliki gangguan kesehatan?

Dia masih menatapku tanpa suara, "Tuan, kau mulai membuatku takut."

"Apa aku sudah boleh pergi?"

Pria itu masih diam.

"..."

"..."

"Kau punya mata yang indah."

Pria itu bersuara.

"Hm?" Aku ingin mendengarnya lagi, siapa tahu aku salah dengar tapi dia diam lagi, menyebalkan.

"..."

"..."

"Kau punya mata yang indah."

"Tunggu, kau dari tadi menghalangi jalanku, mengejarku, hanya untuk mengatakan itu?"

Pria itu menggelengkan kepalanya.

"Hah? Lalu?"

"Memandangi matamu."

Lututku melemah, dia merangkulku.

"Kau punya mata yang indah."

Oh, tuhan, siapa pria ini? Mengapa dia aneh sekali—end.

candiesTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang