LOVE HERBS

143 19 37
                                    

Menjawab tantangan yang diberikan oleh hunterspin88

Spesial untuk na_1007 yang sudah mengiringi langkahku sampai sejauh ini.

Cerita terpilih after class formula writing romance  Hunterspin88

-------

Three Lives & Company Bookstore

Denting genta angin terdengar saat pintu toko dibuka dari luar. Embusan angin kencang membawa daun-daun mapple kering masuk, mengiringi rintik hujan.

Langkah kaki terdengar mendekat. Mulut bergumam kesal, tentang jaket kulit kesayangan yang basah karena hujan.

Aku tersenyum dan mendongak. Pria itu tinggi. Aku bisa melihat kepalanya dari rak yang ada di hadapanku. Rambut hitam lurus menutupi telinga dan tengkuk.

Tiba-tiba, dia menoleh.

Refleks aku menunduk. Menyembunyikan wajahku di balik halaman buku yang sedari tadi ku pegang. Hanya aku pegang. Tidak aku baca. Aku tidak suka membaca. Membaca bukan hobiku.

Setelah merasa aman, aku melirik dia yang menoleh ke arah berlawanan.

Garis wajah yang sempurna. Bentuk dahi, hidung mancung, garis rahang yang tegas. Dilihat dari berbagai sudut, struktur wajahnya tidak mengecewakan.

"Ada buku tentang tanaman herbal?" Dia bertanya dengan nada pelan kepada satu-satunya pelayan toko yang merangkap sebagai kasir.

Aku mengambil kesimpulan, pria ini terpelajar karena bisa menempatkan diri dengan baik.

"Di rak nomor 2."

Perlahan aku bergeser, menyadari dia akan melewati tempatku berdiri. Jantungku berdebar mendengar langkah kakinya semakin mendekat.

Wangi sandalwood tercium saat kami berdiri berdekatan. Dia mencari-cari buku yang dimaksud dengan dahi berkerut.

Aku bertanya dalam hati, untuk apa seorang pria tampan, ada di toko buku, dan mencari buku herbal?

Mungkin dia seorang guru ilmu sihir dari Hogwarts? Tidak. Sepertinya bukan.

Aku tahu pria-pria tampan tidak suka membaca buku. Mereka tidak menongkrong di toko buku. Biasanya mereka ada di mall, live event, atau di kafe yang hit di Instagram. Bersama kekasih mereka, entah wanita cantik atau sesama pria tampan.

"Itu, di sebelah buku tanaman." Jariku menunjuk rak paling bawah tanpa aku komando. Dalam hati merasa kasihan karena dia terlihat kebingungan.

"Terima kasih." Dia berlutut. Tapi sejurus kemudian melihatku, seakan-akan bertanya, bagaimana kau bisa tahu buku apa yang aku cari?

Aku tersenyum. "Tempat ini kecil dan sunyi. Kau bahkan bisa mendengar suara ballpoint jatuh dari sudut ruangan." Aku mengedikkan bahu. "Jadi, ya begitulah."

Dia mengangguk, lalu kembali mencari.

"Untuk tugas kuliah?" Entah dari mana datangnya keberanian, aku berdoa semoga dia memaafkan mulutku yang lancang.

Dia menggeleng. "Untuk saudaraku." Penuh rasa ingin tahu, dia memperlihatkan dua buku. "Mana yang bagus?"

Mana aku tahu? Jujur, Aku kemari hanya mampir berteduh.

Sekarang aku menyesal  menolak saran Emily untuk membaca buku. Adik perempuanku itu selalu berkata, buku adalah jendela dunia. Kenapa dia tidak pernah mengatakan kalau, buku juga bisa menjadi jendela ke hati seseorang?

LOVE HERBSTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang