02

1.3K 78 12
                                    

Warna jingga mulai memenuhi langit luas. Makhluk Tuhan yang jauh dari kata sempurna itu kini tengah menyibukkan diri dengan mengurusi beberapa tanaman hias nya.

Setelah di rasa lelah, Luna putuskan tuk beristirahat setelah menyirami beberapa pot bunga hias berwarna putih juga biru yang sengaja ia susun rapih di rooftop.

Bukan tanpa alasan Luna meletakkan tanaman kesayangan nya di atas sini, mudah di tebak bukan? Luna suka mengagumi langit, dan tanamannya butuh terik mentari untuk terus bertumbuh cantik.

Memandangi tanaman selain membuat Luna tenang, tapi juga membuat Luna kembali teringat sederet kejadian di masa lampau, kejadian yang membuat dunianya terasa berhenti. Bahkan sampai kini Luna pun tak mengetahui apa arti atas segala sesuatu yang ia alami.

Suara deru mesin mobil membuyarkan lamunan Luna, diperhatikan ia kepulangan Ayah dan Ibunya. Dua manusia yang tak pernah menikmati waktu senggang itu sudah kembali dari segala sibuk bekerja.

Menghela nafas gusar, lalu mulai melangkahkan kaki menuju kamar. Karena sebentar lagi malam akan tiba, itu berarti waktu makan bersama seperti pagi tadi akan kembali terulang.

Maka dari itu, Luna harus mempersiapkan diri agar tak terlalu kaku seperti pagi tadi. Dan meski sulit, Luna juga harus membiasakan diri terhadap kehadiran kakak laki-laki nya.

Malam pun tiba, sama seperti tadi pagi, lagi-lagi Ranty meminta Luna untuk bergabung untuk makan malam bersama.

"Gimana makanannya, enak atau masih ada yang kurang?" Ranty mencoba memecahkan keheningan di antara anak-anaknya.

"Enak,"

"Enak Ma, selalu,"

Jawab Marvel dan Luna serentak, sontak menciptakan seulas senyuman di wajah Ibu mereka.

Perlahan ekspresi wajah Ranty berubah, memperhatikan kedua anaknya dengan pandangan yang sulit dijelaskan. Ada rasa ragu yang ia simpan dalam hati, rasa-rasanya tak mau Ranty menyampaikan ini, tapi mau bagaimana lagi. Toh apapun yang ia lakukan kedepannya sudah jelas untuk kebaikan anak-anaknya juga.

Wong--ayah dari Marvel dan Luna yang mengetahui tentang keragu-raguan Ranty pun memutuskan untuk angkat suara.

"Marvel, Luna, sebenarnya ada yang mau Papa dan Mama beritahukan kepada kalian," ucap Wong menatap kedua anaknya secara bergantian.

"Besok pagi-pagi sekali Mama dan Papa akan pergi ke luar negri. Mengurus kantor yang baru buka cabang di sana, untuk jangka waktu yang belum bisa di pastikan sampai kapan. Kami usahakan agar bisa kembali secepatnya," jelas Wong.

"Kalian berdua sudah dewasa, jadi kami berharap agar kalian dapat mengerti dan memahami kesibukan ini. Marvel, selama Papa dan Mama pergi, tolong jaga adik kamu dengan baik ya nak," tutur Wong menepuk-nepuk bahu anak laki-lakinya.

Marvel mengangguk, meng-iyakan. "Pasti, Papa sama Mama gak perlu khawatir. Apa yang kalian takutkan gak akan terjadi, tenang aja,"

"Ya, kalian harus tetap baik-baik saja dan tumbuh sehat sampai Mama dan Papa kembali pulang ke rumah," tambah Ranty menahan risau di dalam hatinya.

Sementara Luna, tak bisa mengucapkan sepatah kata pun. Jelas ia sedih tatkala mengetahui akan ditinggalkan dengan jangka waktu yang cukup lama oleh kedua orangtuanya. Tapi yang membuat Luna mulai gelisah adalah kenyataan bahwa ia akan tinggal berdua bersama Marvel, ia benar-benar takut sekarang.

Wong mengusap lembut surai sang anak perempuan yang tengah dilanda gundah, ia tau apa yang sedang bersarang dalam pikiran anak perempuan nya tersebut.

"Semuanya bakal baik-baik aja, Percaya sama Papa. Tidak ada yang perlu kamu cemaskan selama di sini, karena sejatinya rumah adalah tempat untuk berlindung dari segala bahaya di luar sana."

Luka Lara Luna || ENDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang