34

271 26 0
                                    


"Iya, ini lagi di sekolah. Ngak usah terlalu maksain buat ketemu aku, tenang aja. Aku ngak akan pergi ke lain hati selama kamu sibuk, aku bakal tetap di hatimu. Di hati seorang laki-laki yang lagi sibuk nuntut ilmu."

Di perhatikan nya seisi lapangan dengan senyum yang terpampang jelas, karena pagi ini tepat saat ini, ia sedang berbicara bersama sang pacar yang waktunya di sita oleh mapel.

Sehingga untuk bertemu, menghabiskan waktu bersama pun mereka berdua sulit.

"Iya, love you too."

Panggilan terputus, sang empunya handphone masih saja setia dengan senyuman manisnya.

"Abis teleponan sama pacar pasti nih, makanya senyum-senyum begitu," celetuk Alka yang entah sedari kapan duduk di sebelah Luna.

"Eh Alka, tau aja. Kamu dari kapan di situ?" tanyanya curiga, yakan tidak lucu jika Alka mendengarkan ucapan Luna dan Bryan lewat telepon.

"Baru aja. Lun, sepulang sekolah nanti lo ada waktu ngak?" tanya Alka.

"Kenapa emang?" tanya Luna balik.

"Temenin gue latihan basek dong, di gor. Soalnya kan beberapa bulan lagi tim gue mau tanding," jelas Alka.

"Iya, Luna temenin," jawab Luna singkat, namun selalu mampu memunculkan senyuman dari laki-laki yang lebih senang tak berekspresi itu.

Di pikir-pikir tak ada salahnya untuk menemani Alka latihan basket, toh di rumah pun ia seorang diri. Dan lagi, Alka sudah seringkali menolong Luna. Jadi tak ada salahnya untuk menuruti kemauan teman sekelasnya itu.

Senyuman itu sedikit memudar, tatkala sang empunya wajah teringat sesuatu yang membuatnya menyesal, dan merutuki diri, karena sempat tak kuasa mengungkap apa yang di rasa.

"Pacar lo ngak marah Lun?" tanya Alka perlahan. Walau bagaimanapun juga, Alka tak mau dirinya menjadi masalah dalam hubungan Luna.

"Kenapa harus marah? kitakan temen. Luna juga kan cuma nemenin latihan, bukan selingkuh sama Alka. Jadi kenapa Kak Bryan harus marahkan?" terang Luna hanya di angguki oleh Alka.

"Ayo ke kelas, sebentar lagi bel."

Alka berjalan bersama dengan Luna di sampingnya. Sedikit sakit saat ia membenarkan perkataan Luna, mereka hanya teman dan tak akan pernah menjadi lebih. Apalagi menjadi seperti yang Alka harapkan.

Andai saja Luna tau, bahwa hadirnya merupakan semangat tersendiri bagi Alka. Senyuman nya selalu saja mampu membuat jantung Alka tak karuan, suara lembutnya pun mampu membuat Alka bersemangat.

Walau kenyataan sering kali membuatnya terluka, bahwa sang dambaan hatinya sudah menjadi milik orang lain. Tapi tak apa, Alka percaya dengan kata-kata cinta tak selamanya harus memiliki.

Mau dengan siapapun sang pujaan hatinya, walaupun harus berakhir tak bersamanya, yang terpenting perempuan itu harus bahagiakan?

Soal perasaannya yang harus berakhir dengan bertepuk sebelah tangan, tak apa-apa. Bagi Alka perasaan Luna jauh lebih penting dari pada perasaannya.

°  *  °  *  °  *

Luna beberapa kali tepuk tangan dan melemparkan senyum manisnya kepada Alka yang telah berhasil berkali-kali mencetak poin.

"Keren lo Ka, kemarin kesini nya masih sendiri. Sekarang udah berdua aja, cewe lo?" Tanya Azmy dengan senyum menyelidik.

Alka tersenyum simpul, menyembunyikan kepedihan yang ia rasa, saat mengingat perempuan yang bersamanya itu bukanlah miliknya.

"Bukan, gue masih jomblo My. Cewe orang itu," jawab Alka membuat teman-temannya yang lain menatapnya penuh curiga.

"Gila lo! Jadi PHO sekarang?" celetuk Andre.

Luka Lara Luna || ENDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang