The Cangkem

33 6 2
                                    

Happy Reading🤘

"Ger kayaknya istri pertama lo bakal jadi istri sirih lo jugak!" ujar Vino yang masih menatap tak percaya ke arah depan.

"Gila emang! Kok bisa gini? Kalok gitu gue gak perlu punya istri sirih deh" jawab Gerald yang masih dalam keadaan yang sama dengan siswa lain. Hanya bisa terdiam mencerna semua ini.

"Ya!! Dia adalah anak saya. Anak perempuan saya satu-satunya yang sering kalian usilin disini" pekik Wijaya.

"Ini seriusan gak sih? Atau cuman mau prank doang? Mana nih kameranya?" Beby yang sudah tenggelam kedalam dunia ketakutannya mencoba meyakinkan hal yang terjadi di depan.

"Ini beneran Baby sayang! Jadi jangan ganggu queen Risa lagi, ngerti?" dari arah belakang, Luna menjawab gumalan Beby dengan santai.

"Jangan coba-coba ngusilin Risa lagi, atau lo yang lengser dari sekolah ini, honey!!" sambung Shinta.

"Hanya ini yang ingin saya sampaikan pada kalian semua. Saya harap anak saya dapat bersekolah dengan nyaman di sini seperti kakaknya dulu. Kalian boleh bubar" ujar Wijaya sebagai kata penutup dari acara ini. Wijaya turun dari podium bersama keluarga dan guru-guru yang lain.

"Mama!!" teriak Risa lalu memeluk Aqila dengan erat. Sudah lama rasanya tak merasa sehangat ini, pikirnya.

"Risa! Mama rindu banget sama kamu, kakak kamu juga rindu tuh sama kamu" mendengar itu Risa mengalihkan pelukannya ke Arka.

"You miss me, brother?" tanya Risa semangat. Tanpa ekspresi apapun Arka hanya dapat menjawab..

"No" tidak heran jika cewek lain mendapat perlakuan dingin darinya, toh adik kandung sendiri aja di frozenin.

"Ngeri gue lama-lama liat lo dingin kayak gini!" Risa melepas pelukannya.

"Jangan-jangan lo sodara inces Elsa lagi?" sudah bisa kalian tebak saudara-saudara? Tak ada jawaban. Hening, sunyi, senyap, tanpa suara.

Betapa kesalnya dia sekarang, ingin sekali ia mencuri pita suara kakaknya itu. Arka adalah orang kedua yang ingin ia tenggelamkan setelah Gerald.

"Hai om, tante" sapa dua orang siswa dari arah belakang, membuat Risa sontak meoleh.

"Luna, Shinta?" Risa bingung mengapa para sahabatnya mengenal orang tuanya begitu dekat.

"Eh kalian, udah lama banget om sama tante gak lihat kalian. Gimana sekolah disini? Lumayan kan? Walaupun siswanya abstrak semua" ujar Wijaya yang diikuti kekehan darinya.

"Lumayan deh om, seru juga kok disini banyak cogan" jawab Luna. Risa masih ber-gelud dengan pikirannya

'Apakah semua ini? Mengapa mereka saling kenal? Kenapa sepertinya gue yang asing disini'

"Risa? Kamu inget mereka kan?" tanya Aqila.

"Inget? Emang aku dulu pernah kenal sama mereka ma?" tanya Risa yang semakin bingung.

"Astaga Risa, mereka ini temen SD kamu? Luna dan Shinta. Kamu gak inget pernah tidur dirumah Luna waktu mama papa pergi dulu?"

"Teman SD?" Risa mencoba mencari lagi memori lamanya yang telah usang dan dia berhasil menemukannya.

"Ahk, Risa inget!! Gila!! Kalian beda banget ya sekarang! Gue sampe pangling. Ini juga, ngapain pake kacamata, rambut dikepangin segala? Terus kenapa kalian bisa nyasar kesini? Bukannya kalian pindah ke Milan dan Turki?" Risa memeluk mereka sebentar lalu mulai bertanya hal yang menurutnya ganjil.

"Ah, itu?" Shinta bingung ingin memulai dari mana. Untung  saja papa Risa membantu mereka menjelaskan.

"Jadi papa yang suruh mereka buat sekolah disini buat temenin kamu, karena papa tau kalau gak ada yang bakal jadi temen main kamu setelah pindah kesini dengan penampilan dan status keluarga kamu. Papa kira mereka bakal nolak! Eh ternyata di terima, katanya bosen di luar negri mulu. Gitu sih cerita singkatnya" jelas Wijaya, Risa hanya mengangguk bertanda telah mengerti.

THE LAST MET (On Going)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang