Yahiko mengangguk. Menatap tamu undangannya yang datang menyempatkan diri saat dia mencoba bisnis lain di bidang pariwisata untuk kali pertama. Setelah perusahaan pencetak jasa layanan game online berhasil pesat, tangan dingin Yahiko tidak akan tinggal diam. Dia tidak bisa berpuas diri selama dia masih muda dan terus ingin berkarya.
Senyum Yahiko perlahan terbit. Saat semua kursi yang disediakan telah terisi penuh. Dia berdeham, gugup mulai melanda. Dan sebelum presentasi dimulai, dia merasakan ponselnya bergetar di dalam saku celana.
Yahiko mundur, pergi ke luar ruangan ketika yang dia tunggu-tunggu tiba. Walau Sakura tidak ada di sini, tapi saat tunangannya menghubungi, dada Yahiko membuncah bahagia.
"Sakura?"
Ada suara kekehan di sana.
"Oke. Kau sangat gugup. Aku tahu, kau antusias. Tolong, jangan terlalu dipikirkan. Kau pasti bisa melewatinya. Hanya setengah jam, kan?"
Kepala Yahiko terangguk. Senyumnya mengembang. Dia bahkan melihat asisten kepercayaannya mengangkat alis pertanda bingung.
Semoga saja pria itu tidak berpikir bahwa sang atasan sudah gila. Yahiko membatin.
"Aku benar-benar. Entahlah. Aku ingin melakukannya. Ayahku datang. Dia terlihat bersemangat."
Sakura mengulas senyum di balik telepon.
"Dia pasti bangga. Katakan padanya, aku akan menemuinya besok untuk mampir."
"Pasti. Aku akan bicara setelah presentasiku selesai," bisik Yahiko. Dia menarik napas panjang. Sebelum kembali bicara. "Makan siang nanti, apa kau punya janji?"
"Tidak. Kenapa?"
Yahiko tertawa. "Aku akan datang ke kantormu. Jam setengah dua belas."
"Jam sebelas."
"Kenapa dengan setengah dua belas?"
Sakura tertawa ringan.
"Kenapa memangnya? Jam makan siang habis pukul dua belas. Aku tidak mau hanya setengah jam duduk bersamamu."
"Oke," tidak menampik senyum Yahiko terbit lebih lebar lagi. "Sampai nanti."
"Sampai nanti."
Yahiko menurunkan ponselnya. Menatap layar ponsel teranyar miliknya saat dia membungkuk, menyalami tamu dari pintu masuk aula rapat dan tertegun.
Ketika matanya menangkap sosok yang asing—tidak lagi asing sekarang ketika melangkah, berjalan dengan mata menatap lurus ke depan. Begitu keras.
Uchiha Sasuke menjabat tangannya. Yahiko merasakan percikan lain yang membakar dadanya. Entah, karena apa. Dia sendiri tidak mengerti.
Ketika matanya melirik pada Sasuke yang memilih duduk di belakang, menyempatkan untuk menyapa tamu lain, napas Yahiko berubah berat.
Siapa dia?
Tentu saja kenangan malam itu tidak bisa dia lupakan dengan mudah. Sakura-nya berbeda ketika mereka bertemu tatap. Yahiko tahu, amat tahu. Sakura mungkin menyimpan masa lalunya rapat-rapat entah karena alasan apa. Dan Yahiko tidak mau memancing atau bersikap egois dengan bertanya selama Sakura tidak mau membahasnya.
Dan mungkin semua petunjuk mengarah ke dirinya, pada Uchiha Sasuke.
"Nata," Yahiko memanggil asistennya yang berlari dari pintu lift. "Apa kita mengundang pria itu?" Yahiko menunjuk Sasuke yang duduk di kursi, tampak tenang.
"Dia siapa?"
Yahiko berdeham. Dia melihat nametag yang tersemat di jas hitam Sasuke tadi. "Uchiha Sasuke. Seingatku, aku tidak mengundangnya."
KAMU SEDANG MEMBACA
KALI KEDUA
FanfictionCukup sekali saja, aku pernah merasa. Betapa menyiksa, kehilanganmu.