Part Tiga - Rapuh

3.3K 562 264
                                    

"Kau gila!"

Suara bentakan Sasuke berhasil membuat ketiga sosok di dalam ruangan membeku hebat. Terkecuali, Haruno Sakura. Si pelaku utama yang hanya diam, menundukkan kepala seraya mengepalkan tangan di atas pangkuan.

Yang tentu saja dilewatkan oleh mereka semua.

Sakura menarik napas. Menatap Sasuke yang tidak lagi menatapnya seperti sepuluh tahun lalu. Kepala Sakura terasa penuh sekarang. Entah, dia tidak mungkin membiarkan derai airmata meleleh bebas di permukaan wajahnya.

"Kenapa?"

Sakura memalingkan tatapannya pada Amera yang meremas kedua tangannya. Begitu gugup. Naruto mendengus kasar. Memandang Sakura di saat dia sendiri tidak bisa lakukan apa-apa untuk memutus benang canggung di antara mereka semua.

"Sakura."

"Kau tidak mau?" Sakura mengabaikan suara lemah Ino. Matanya tajam. Menelisik ke dalam sepasang manik abu-abu yang berpendar gelisah. Ketakutan bercampur gamang.

"Kalau begitu, kau bisa pergi. Angkat kaki dari ruangan ini. Dan jangan pernah menampakkan dirimu lagi di hadapanku."

Sasuke mendengus. Menipiskan bibir. Jelas sekali, Sakura mencoba memancing batas kesabarannya. Gadis itu tidak berubah. Dan tidak akan pernah berubah.

"Maafkan aku," suara Amera bergetar. Dia menatap Sasuke lirih. Seakan meminta pria itu untuk mundur dan biar dia yang melakukan semuanya sendiri.

Sakura memundurkan kursi beroda empat yang dia duduki. Menyilangkan kaki di saat Amera berjalan lemah, langkahnya meragu.

Ino menarik napas panjang. Suasana ini berubah lebih sesak dan mencekam. Dia memandang Naruto yang menjambak rambutnya sendiri.

"Tidak. Berhenti di sana."

Langkah Amera tertahan. Menolehkan kepala di saat sulur keemasan itu bergerak seirama dengan gelengan kepalanya. Sasuke menarik napas panjang, tidak lagi menatap Amera saat pria itu merangsek maju, berdiri dengan jarak yang cukup di hadapan Sakura.

"Biar aku yang menggantikannya."

Ino tidak kuasa menutup mulutnya. Di saat Naruto berdecak. Mencoba menahan bahu pria itu dan Sakura mengangkat tangannya. Memandang Sasuke dengan tatapan lain.

"Kau yakin?"

Jeda cukup lama. Sasuke menghela napas panjang. "Ya. Aku yakin."

Sakura mendengus. Menggigit bibir bawahnya ketika dia menatap Amera yang menunduk. Mencoba menahan tangisnya sendiri.

"Sasuke, kau tidak perlu lakukan ini."

Sasuke hanya diam. Seorang Uchiha tidak akan gentar begitu saja. Kemungkinan tekad yang Sasuke miliki besar saat ini. Dengan meruntuhkan harga dirinya sendiri demi kekasih hatinya.

Dan memikirkannya membuat hati Sakura menjerit pilu. Gadis itu menunduk, menatap Sasuke yang kini berlutut.

"Aku—" napasnya berubah berat. "Aku mohon. Beri Amera kesempatan. Aku bisa menjamin dia akan lakukan yang terbaik."

Dentaman rasa sakit itu menjalar di dalam dada Sakura tanpa ampun. Hantaman rasa sakit itu menggulung bagai ombak di lautan. Dia menarik napas, mencoba membuangnya perlahan saat tatapan matanya berubah redup.

Amera menggeleng. Menunduk seraya meremas dokumen di tangannya. Sakura memejamkan mata. Memalingkan wajahnya pada Naruto dan Ino yang terpaku. Mereka berdua tentu tidak akan bisa lakukan apa pun. Karena tapuk kekuasaan ada di bahu Sakura. Terlebih, Amera meminta tolong pada perusahaan yang Sakura kelola. Jelas, semua aturan dan keputusan ada di tangannya.

KALI KEDUATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang