"Kau di sini saja. Oke? Aku akan bilang pada guru bahasa Perancis kita kalau kau sakit."
Naruto melebarkan selimut untuk Sakura yang masih duduk di tepi ranjang UKS. Netra hijaunya menyorot datar pada tirai berwarna cream yang mencolok. Menjadi penutup antara ranjang satu dengan ranjang lain.
"Oke. Aku akan—kembali setelah jam makan siang."
"Halah, kau mending langsung pulang," Ino merebahkan Sakura di atas ranjang. "Aku akan telepon supirku untuk mengantarmu pulang."
Sakura mendengus. Menggeleng dan tatapan matanya menyapu Ino cukup lama. Gadis berambut pirang itu hanya terkekeh, kemudian mengangguk. "Baik, baik, aku tidak akan hubungi siapa pun."
Senyum Sakura lekas terbit. Saat Naruto menghela napas dan dia mengangguk pada Ino. "Aku akan mengecekmu lagi. Saat aku bisa izin dari guru kimia, Tuan Orochimaru. Kalau kau butuh bantuan, kau bisa—"
"Oke semua. Terima kasih. Bel sudah berbunyi lima menit yang lalu. Silakan, kembali ke kelas kalian masing-masing."
Naruto mendesah dan Ino mengintip ekspresi pemuda itu dari ekor matanya. "Kami pergi."
Ino berjalan diikuti Naruto yang menundukkan kepala. Saat dia menutup pintu ruang UKS, matanya memandang punggung Ino yang semakin menjauh. Dan mereka berjalan saling memunggungi arah, karena memang kelasnya berbeda.
Sepuluh menit Sakura terpaku diam. Matanya tidak lepas dari pemandangan langit-langit kamar UKS yang terang. Sakura menghela napas berat. Menyingkap selimutnya saat dia turun dari ranjang dan memakai sepatu.
Berjalan ke arah cermin, Sakura menyempatkan diri untuk menimbang berat badannya. Bibirnya menipis, menemui bahwa bobot tubuhnya kembali menyusut, Sakura hanya menggeleng. Dia semakin ringan saja dari hari ke hari.
Langkahnya teramat pelan saat Sakura berusaha membawa dirinya yang lemas ke luar dari ruang UKS. Kakinya menyeret paksa saat dia berjalan menuju kantor yayasan komite. Tapi, sebelum mengetuk pintu berlapis cat kayu mahal itu, Sakura berbelok ke arah kesiswaan dan Tata Usaha.
Mengetuk pelan pintunya, Sakura menarik napas saat dia menemukan ketua Tata Usaha tengah membentak lima pegawainya di dalam kubikel. Bibir Sakura mengatup rapat, ketika tatapan ketua Tata Usaha itu terarah padanya.
"Eh, Sakura?" Suaranya berubah ramah dan ceria. "Ada apa kemari? Sesuatu terjadi?"
Sakura menyapu datar wajah yang mulai berkerut itu. "Kalian mencabut beasiswa Uchiha Sasuke? Seluruhnya? Dan mengancam dia tidak akan bisa mendapatkan bantuan hingga lulus? Atau lebih parahnya, kalian menahan beasiswa yang bisa saja datang dari kampus ternama pada murid berprestasi hanya karena dia—bermasalah?"
Semua mata tertuju pada Sakura. Pandangan mata mereka bingung bercampur serius. Saat ketua Tata Usaha itu cemberut, mendesah panjang pada Sakura. "Anak manja sepertimu tahu apa? Sudahlah, pergi sana."
Sudut bibir Sakura terangkat naik. "Yakin kau meremehkanku, Nona Tami?"
Mereka saling berpandangan. Orang-orang yang bekerja di bawah asuhan Nona Tami hanya menelan ludah. Tidak ada satu pun di dalam ruangan ini berani membantah wanita galak itu. Terkecuali, Haruno Sakura yang kini memicing tajam padanya seakan gadis berusia enam belas tahun itu tidak gentar akan apa pun.
Sekali lagi, kekuasaan dan uang berbicara.
Semua orang tahu—hampir dari mereka paham siapa Haruno Sakura. Dan mereka tidak akan mencari mati hanya untuk membuat gadis itu marah.
KAMU SEDANG MEMBACA
KALI KEDUA
FanfictionCukup sekali saja, aku pernah merasa. Betapa menyiksa, kehilanganmu.