Kita pernah begitu dekat, sedekat darah dan pembuluh darah
Kita pernah begitu akrab, seakrab matahari dan langit biru
Dan aku pernah begitu ingin bersamamu
Menghabiskan sore demi sore di sudut temaram kota ini
Menghabiskan secangkir kopi hitam kesukaanmu
Mendengarkan setumpuk penat harimu jatuh dan bergema di telingaku
Menguatkan pundakmu yang terguncang hebat kala impian bahagiamu direnggut mereka
Memeluk bayangmu yang begitu rapuh
Andai aku tahu waktu kita tak sebanyak itu,
Mungkin aku akan berlari dan segera memeluk ringkihmu
Mungkin aku akan membuang topengku dan menangis tergugu bersamamu
Inginku luapkan segala rasa yang tak buat mati rasa agar kau tetap menatap asa
Andai waktu kita tak sepanjang itu,
Inginku ajak dirimu berkelana hingga kita kehabisan tempat untuk disinggahi
Inginku kumpulkan jutaan manusia untuk membuatmu tertawa dan melupa bersama
Tapi, kata andai selalu lolos dari hidupku
Aku dan segala penyesalanku, pada akhirnya akan ku adu dengan harga diriku yang meninggi
Dan kini, jalan yang dulu terasa mendekap damaiku
Suasana sore yang begitu membuai
Dan cahya pendar jalan itu berubah jadi kebun duri untukku
Sengaja melewati jalan itu sama saja sedang membuka luka lama
Aku tanpamu seperti raga tanpa detak jantungnya
Hampa tak berdaya
Aku enggan mengenang sudut kota ini
Ingin rasanya hijrah ke kota lain untuk memulai hidup baru
Namun nurani tak inginkan hal itu
Aku tak ingin kelak melupamu
Aku tak ingin
Sungguh aku tak ingin
YOU ARE READING
Merapikan Hati
PoetryUntaian kata yang tak pernah sampai pada pemiliknya, setumpuk asa yang pernah salah kugantungkan dan secercah cahaya yang perlahan menyinariku dalam gelapnya hatiku yang kian kosong~