Tiga

12.7K 1.7K 90
                                    

Versi lengkap bisa diakses di KBM Nia_Andhika. Versi cetak bisa dipesan di shopee official grassmedia.

###

"Kamu nggak mau ikut aku ke indekost?" tanya Faira saat mereka berpisah di depan gerbang kampus setelah seharian menjalani dua mata kuliah.

Rima mengedikkan bahunya cuek. "Kamu kan masih nanti sore masuk kerja. Main-main bentar yuk." Faira teguh dengan keinginannya untuk mengajak Rima ke indekostnya.

"Nggak ah, besok-besok aja. Lagi pula kamu pasti didatangi si om tuh." Om yang Rima maksud adalah kekasih Faira yang kebetulan seorang duda.

"Sekarang masih siang, dia masih kerja, kali." Faira bersungut sebal.

"Kalau tahu kamu sudah di indekost, pasti sebentar lagi dia meluncur atau kalau nggak gitu sopirnya bakal datang jemput kamu," jawab Rima sok tahu. Dia memang sudah hafal kebiasaan pak Rangga, kekasih Faira. Pria itu menurut Rima terlalu posesif.
Yah, mau bagaimana lagi. Punya kekasih secantik dan sebaik Faira memang harus siaga kapan saja. Banyak pria yang begitu mudah tertarik kepadanya.

"Kamu kebanyakan berkhayal."

"Beneran deh, sebentar lagi dia pasti hubungi kamu. Dia kan sudah hafal jadwal kamu." Perkataan Rima terbukti, baru ia selesai menutup mulut. Suara panggilan masuk seketika terdengar dari ponsel Faira. Gadis cantik itu segera merogoh tas slempangnya. Setelah menemukan benda yang ia cari iapun mengusap benda persegi itu dan menempelkan ke telinganya.

Rima hanya mengamati teman disebelahnya itu. Raut bahagia jelas tercetak di wajah Faira. Wajah cantik yang semakin bersinar kala gadis itu mengulas senyum bahagia mendengarkan suara dari pria di seberang sana.

Rima menarik napas berat. Cukup. Ia tak boleh selalu membandingkan kehidupan Faira dengan dirinya terus menerus. Ya, Rima tahu. Ia tak ada apa-apanya jika dibandingkan sahabatnya itu. Gadis yang benar-benar sempurna dan selalu mendapatkan kesempurnaan dalam hidupnya.

"Gimana? Benar kan aku bilang. Pasti si om telpon. Bilang apa dia?" Rima yakin tebakannya benar begitu Faira menutup panggilan pada ponselnya.

"Sebentar lagi sopir akan jemput aku ke hotel. Dia mungkin akan lembur sampai malam makanya aku yang disuruh ke sana." Faira menjelaskan. Kekasih Faira adalah seorang pemilik jaringan hotel di Malang dan Batu. Pria itu kebetulan berkantor di salah satu hotelnya di Malang.

"Huh, check in nih. Awas ada biji kecambahnya di sini ya," sambut Rima sambil penyentuh perut datar Faira.

"Lambemu, Rim. Minta disleding dari lantai lima gedung F ya?" Faira mendengus sebal.

"Yah, gimana lagi. Jangan salahin aku kalau punya pikiran jelek. Secara, si om tuh pria dewasa, duda pula. Masak kalau kalian lagi ngedate cuma pegang-pegangan tangan aja? Pasti nggak akan cukup. Impossible banget deh. Pasti tuh bibir si om udah piknik kemana-mana. Apa lagi kalian ngedatenya di hotel. Duh, lama-lama si biji kecambah bakalan segede kecebong. Akhirnya punya tangan dan juga kaki deh. Habis itu...," belum selesai kalimat Rima. Sebuah cubitan yang cukup pedih Rima rasakam di pahanya. Gadis itu menjerit seketika.

"Kamu kotor banget isi otaknya. Yuk, ke mini market depan tuh," ucap Faira sambil menunjuk sebuah mini market dua puluh empat jam di depan mereka, "Kita cari cairan desinfektan. Biar otak dan mulut kamu bersih seketika." Rima hanya mengerucutkan mulutnya.

"Ya udah sana kamu balik dulu. Titip salam ya buat si om." Rima menyuruh sahabatnya untuk langsung pulang ke indekostnya.

"Aku tungguin kamu sampai dapat angkutan. Kamu naik angkot kan?"

"Iya. Kalau naik ojek males banget. Panas kayak gini."

Tak lama kemudian begitu sebuah angkutan umum lewat di depan mereka, Rima segera menghentikan dan berpamitan pada Faira. Siang ini ia akan pulang ke rumah terlebih dahulu. Setelah mandi dan berganti seragam kerjanya ia akan berangkat bekerja.

BEAUTIFUL DISASTERTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang