Lima

12.3K 1.6K 75
                                    

Hari hampir tengah malam saat akhirnya Rima tiba di rumah. Reno tampak menunggunya di teras dengan wajah luar biasa cemas. Begitu melihat sang adik dalam kondisi baik-baik saja--kecuali wajahnya yang terlihat sembab dan layu--Reno seketika menerjang adik kesayangannya itu. Memberikan pelukan erat dan mengucapkan rasa syukurnya berulang kali.

"Aku tadi sampai datangin kamu, Rim. Ponsel kamu nggak aktif. Aku bingung mau cari kamu di sana. Bahkan petugas keamanan yang aku temui bilang kalau kamu sudah pulang sebelum hujan tadi," ucap Reno sambil membimbing adiknya masuk ke dalam rumah setelah ia menutup pagar juga pintu ruang tamu.

"Aku tadi nunggu angkutan, Mas. Ponselku mati kehabisan daya. Mau pesan ojek atau telpon Mas Reno nggak bisa," Jelas Rima apa adanya.

"Terus barusan naik apa?"

"Angkot, tapi nunggunya lama terus sempat cari tempat berteduh waktu hujan. Mungkin Mas Reno nggak lihat aku saat mau jemput tadi," bohong Rima. Ia tak mungkin mengatakan hal yang sebenarnya. Kakaknya pasti akan mencemaskannya.

"Ya sudah, kamu mandi dulu. Kamu sudah makan?" Rima mengangguk pelan.

"Yah, padahal aku beliin kamu capcay barusan. Karena sekalian lewat saat jemput kamu. Capcay langganan kita lo," Reno menyebutkan tempat makan favorit mereka dengan nada kecewa.

"Aku pasti makan kok, Mas. Tenang aja. Nih perut kebetulan sudah kosong akibat kedinginan dari tadi. Lagian aku makan kan sudah tadi jam tujuh, saat istirahat," Rima mengulas senyum geli melihat kekecewaan kakaknya.

"Ya sudah kalau gitu. Sana cepat mandi. Makanannya aku siapin dulu." Rima mengangguk. Baru beberapa langkah meninggalkan kakaknya, Rima teringat sesuatu. Ibunya.

"Mas, ibu sudah tidur?"

"Sudah. Saat aku bilang mau jemput kamu ibu masuk kamar. Pasti langsung tidur karena dari tadi sore ibu mengeluh mengantuk terus-menerus." Mitha kembali mengangguk kemudian berlalu meninggalkan kakaknya yang sudah mulai menata makanan yang ia beli di meja makan.

Ia beruntung mempunyai Reno dalam hidupnya, ia bisa menjadikan pria itu sandarannya. Entah jika nanti Reno menikah, ia harus bagaimana. Tak akan ada lagi sosok pelindungnya. Ia mungkin akan kesepian tanpa memiliki sandaran.

Rima menggelengkan kepala mengusir pikirannya yang sudah terlalu jauh. Begitu memasuki kamarnya, Rima segera membuka baju yang ia kenakan. Ia baru sadar, ada jaket pria itu yang ia kenakan. Untung saja tadi Reno tak menanyakan tentang jaket yang ia pakai. Mungkin akibat terlalu lega melihat dirinya, Reno tak berpikiran untuk menanyakan jaket siapa yang Rima kenakan.

Aroma tubuh bercampur dengan parfum pria itu begitu ia hafal. Tadi setelah pria itu melontarkan keinginannya, Rima tak menanggapinya sedikitpun. Gila, jika ia sampai melakukannya. Ia tahu, pria itu pasti sudah benar-benar putus asa hingga melontarkan kalimat sialan yang bagi Rima cukup menggiurkan itu. Tapi otaknya yang masih waras seketika memberinya peringatan. Hubungan mereka tak akan bisa dibawa kemanapun. Kisah mereka sudah tamat. Tak ada happy ending dalam kisah mereka.

Pria itu tadi ingin mengantarkan Rima hingga di depan rumahnya, namun Rima menolak. Ia tak mau Reno melihat mereka bersama, Reno pasti akan kembali mengkhawatirkan mereka. Hanya Reno yang tahu apa yang terjadi di antara mereka berdua beberapa tahun lalu. Renolah yang mengetahui sejauh apa hubungan mereka.

Akhirnya setelah pria itu memarkir mobilnya di jalan masuk menuju rumah Rima, ia kemudian mengantarkan gadis itu berjalan kaki menuju rumah. Setelah memastikan Rima memasuki rumah, pria itu pun berlalu kembali menuju mobilnya dan memacunya segera.

Rima membuka jaket yang ia pakai, meremas dalam genggaman kemudian membawanya menuju hidungnya untuk menghirup aroma yang tersisa di sana. Aroma yang begitu menenangkan namun juga menyakitkan di waktu bersamaan.

BEAUTIFUL DISASTERTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang