Setelah melakukan persiapan untuk berangkat ke sekolah, Sabitha lebih dulu memilih untuk mengecek ponselnya. Namun beberapa detik setelahnya, Ia melemparkan benda pipih tersebut karena kesal. Sampai saat ini, pesannya belum juga mendapat balasan dari Sagara. Sudah tiga hari berlalu, kemana perginya Lelaki itu?
Helaan nafas terdengar, kemudian Sabitha beranjak setelahnya, membiarkan ponselnya tergeletak di kasur begitu saja. Gadis itu memilih untuk keluar dari kamarnya dan membuat sarapan karena perutnya sudah merengek meminta diisikan makanan secepatnya.
"Tata?"
Sabitha mengulaskan senyumnya ke arah Nia yang datang menghampirinya, "Pagi ma!"
"Kamu lagi masak apa? mau mama bantu?"
Sabitha menggeleng, "Ngga usah ma, Tata cuma buat nasi goreng doang kok, mama tunggu aja yaa."
"Oke deh, hari ini kita sarapan masakannya Chef Tata."
"Mama apaan sih,"
"Lucu tau, Chef Tata."
Sabitha terkekeh sambil menggeleng menanggapi, Mamanya ini ada-ada saja.
Selesai membuat nasi goreng, Sabitha dan Nia bersiap menyajikan hasil masakannya diatas meja makan untuk sarapan bersama nantinya. Namun di tengah kegiatannya terhenti sebab Kiano —Papa Sabitha— dengan tiba-tiba dan tanpa aba-aba ikut bergabung bersama keduanya di meja makan.
"Jangan geer! saya terpaksa karena hari ini harus ada meeting dengan klien, saya ngga mau suara perut saya terdengar nanti oleh klien saya." Katanya.
"Mas mau makan sama apa? biar aku siapin ya?"
"Memang ada lauk lain selain ini?" tanya Kiano.
Nia menggeleng, "Maaf mas, aku bangun kesiangan jadi aku belum sempat masak, mas kian mau aku buat—"
"Ga perlu, saya tidak punya banyak waktu."
Sabitha melihat interaksi keduanya. Bohong. Ya, saat ini mamanya tengah berbohong, sejujurnya Nia tak kesiangan hanya saja tadi Sabitha meminta agar mama nya untuk membiarkannya memasak sendirian.
"Yaudah, mas makan nasi goreng aja ya, tadi Tata yang buat nasi goreng ini loh mas, mas pasti bangga banget deh."
Yang diajak berbicara itu diam tak merespon apapun, namun urung mengucapkan apapun untuk membantah seperti biasanya. Yang di lakukannya hanya diam menerima perlakuan Nia, membuat hati Sabitha menghangat, gadis itu sekarang sedang berusaha keras untuk tidak berlonjak kegirangan hanya karena hal ini, ia tak mau membuat Kiano risih dan tak bernafsu makan lagi.
Kiano menatap Nia dengan tatapan hangat, seolah ingin mengatakan terimakasih namun tersekat tak bisa ia lontarkan. Kemudian mulai menyuapkan sesendok nasi goreng ke dalam mulutnya setelah Nia mengangguk tadi. Sabitha menatapnya takut-takut, jikalau masakannya ada yang kurang.
Prang!
Piring itu melayang begitu saja menimbulkan suara yang nyaring.
"Mas kenapa?" tanya Nia dengan takut-takut.
Jujur semenjak kehadiran Kiano, Sabitha tak berani membuka suara, takut ia salah berbicara dan berakhir fatal, karena dampaknya bukan hanya untuk dirinya tetapi dirasakan oleh Mamanya juga.
"KAMU MAU MERACUNI SAYA?!" Bentak Kiano sembari menunjuk Sabitha.
Nia menoleh, anak gadisnya sedang tertunduk takut, terlihat badannya sedikit bergetar.
"Mas tenang, kenapa kamu tiba-tiba begini?"
"ANAK SIALAN ITU SEPERTI NYA INGIN AKU MATI CEPAT." Sahutnya dengan emosi yang masih memuncak.
KAMU SEDANG MEMBACA
DOUBLE S
Teen Fiction"Buang semua pikiran yang ganggu lo, lo berhak bahagia. Gue ngga tau jelasnya masalah lo, tapi lo terlahir untuk bahagia, gue yakin itu. So, don't be sad anymore." - Sagara Ananta. "Time with you is the most beautiful thing in my life." - Sabitha A...