BAB 4

62 3 0
                                    

Sesekali Rena menggosok kedua telapak tangannya menahan dingin. Kendati begitu langkahnya tidak bertambah cepat. Kaki mungilnya berjalan perlahan. Tap... tap... Jarak langkah demi langkah begitu pendek. Tidak seperti saat ia bekerja. Ia saat ini melangkah begitu santai. Menikmati pemandangan malam musim semi di jalanan Osaka.

Matanya sibuk mengamati sekitar. Kendati sudah lewat tengah malam, Rena tetap tidak rela melewatkan pemandangan musim semi yang tak pernah membuatnya bosan.
Lagi pula jarak penginapannya tak terlalu jauh. Bahkan tak sampai sepuluh menit jika ditempuh dengan jalan kaki. Sedikit lebih lama mungkin tak masalah, pikirnya.
Ia hanya ingin menikmati suasana ini sedikit lebih lama.

Langkah Rena semakin lama semakin pelan. Hingga kaki mungilnya itu benar-benar berhenti tepat di bagian tengah jalan setapak yang sedang ia lewati saat ini.

Rena menoleh ke arah kanan, matanya terlihat bercahaya ketika mendapati jejeran gedung pencakar langit dengan lampu warna-warni yang berkerlap-kerlip di seberang jalan. Setelah itu ia beralih ke sisi kiri, dan kini mata cokelatnya melebar. Di sana terpampang sebuah sungai kecil yang permukaannya terselimuti kelopak bunga sakura. Sekilas seperti karpet merah muda panjang yang membentang.

Pemandangan ini lah yang sedari tadi menyita perhatian dan memperlambat langkahnya. Tapi berada di posisi tengah sungguh berbeda. Benar-benar Indah. Bahkan tampak tak nyata.

"Apa aku sedang masuk di negeri dongeng?" batinnya bertanya.

Dan bagaikan sebuah mantra, sebuah pertunjukan besar terjadi tepat di depan matanya. Ribuan kelopak bunga sakura berjatuhan dengan anggunnya. Bak penari yang mengikuti alunan musik yang di pandu oleh sang angin.

Rena pun reflek menengadah tangan kanannya, mencoba menagkap kelopak sakura yang bertebaran. Namun tak satupun jatuh di telak tangannya. Kakinya otomatis bergerak mengejar sakura-sakura itu. Ia bahkan tidak sadar kalau dirinya berjalan terlalu pinggir dan bruk!!

Ia terjerembab!

Rena terdiam beberapa detik. Detak jantungnya bahkan ikut meningkat. Matanya sedikit bergetar menatap trotoar yang jaraknya hanya beberapa senti dari wajahnya. Hampir saja ia mecium trotoar itu jika tangannya tidak cepat menahan tubuhnya.

Rena pun menghembuskan nafas lega diiringi dengan rasa perih yang menjalari telapak tangannya. Rena mencoba mengatur nafasnya, tapi tetap saja ia tak beranjak dari posisi itu. Tubuhnya masih membatu.

Tiba-tiba seseorang mengulurkan tangan. Rena mengkerjapkan matanya beberapa kali.
"Apakah ada orang lain selain aku di sini?" Batinnya bergejolak. Jika dilihat dari ukuran dan juga urat-urat di punggung tangannya yang tampak begitu jelas. Tentu saja itu tangan seorang pria. Rena masih menatap tangan itu sampai pria itu mengulurkan tangannya lebih dekat.
Dengan sedikit ragu Rena menyambut baik uluran tangan itu.

"Bukan tanganmu! Handphone-ku!" Suara berat pria itu terdengar ketus.

Dengan cepat Rena menarik tangannya sambil menggigit bibir bawahnya menahan malu.

"Handphone!" Tegas pria itu sekali lagi.

Rena mencari handpone yang dikatakan pria itu. Benar saja, sebuah handphone berlogo buah tergigit keluaran terbaru tergeletak tak jauh tangannya. Rena pun mengambil handphone itu dan mengulurkannya. Kemudian ia lekas berdiri sembari merutuki kebodohannya di dalam hati.

"Saya benar-benar minta maaf atas kecerobohan yang saya lakukan," ucap Rena dalam dialek Inggris pada pria di depannya sambil membungkukkan badan 90°.

Pria itu tidak menjawab. Dia sibuk memeriksa keadaan handphone miliknya. "Aishh... gara-gara gadis idiot ini handphone-ku rusak," gerutu pria itu dalam dialek Korea.

WindTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang