Satu

60.4K 906 13
                                    

"What!! Di jodohin. Aluna enggak mau bun, Di kira ini jamannya siti nurbaya apa pakai acara jodoh-jodohan segala."

Aku berseru kesal. Bagaimana tidak kesal? pulang kuliah harus mendengar ucapan Bunda yang ingin menjodohkanku. Bunda kira aku ngak laku apa sampai di jodohin segala. Emang sih aku belum pernah pacaran di usia yang sudah 21 tahun ini tapi kan bukan berarti karena aku tidak laku aku hanya belum menemukan laki-laki yang pas.

"Aluna kamu harus mau bunda jodohkan, karena bunda yakin dia laki-laki yang tepat buat kamu." Setelah itu bunda berlalu begitu saja meninggalkanku.

"Bunda...!!

'Emang ini jaman siti nurbaya apa' Aku mengerutu dalam hati.

Dengan masih mengerutu kesal dalam hati aku melangkahkan kakiku masuk ke dalam kamar. Baru saja aku mendaratkan bokongku di atas kasur suara ketukan pintu dari luar kamar terdengar.

"Aluna...!!

Aishh itu pasti suara bunda kalau manggil sukanya teriak-teriak.

"Masuk aja bun ngak Aluna kunci kok."

Tidak berselang lama bunda masuk ke kamarku. Dahiku mengerut saat tangan bunda membawa sebuah gaun warna merah marun. Bunda duduk di sampingku dan memberikan gaunnya.

"Apaan nih bun."

"Pakai buat nanti malam."

"Bun___"

"Jangan lupa nanti malam jam tujuh kamu dandan yang cantik ya sayang." Ucap bunda sembari keluar dari kamar. 

Aku mendesah pelan. Ingin rasanya mengumpati bunda tapi takut dosa. Aku melemparkan gaun itu ke atas kasur dengan kesal. Aku masuk ke dalam kamar mandi dan mulai membersihkan tubuhku.

Aku keluar dari kamar mandi dan segera mengenakan pakainnya. Hanya celana pendek dan kaos kebesaran seperti biasanya. Aku mengambil ponsel yang ku simpan di atas nakas dan menghempaskan tubuhku ke ranjang.

Tenyata ada notifikasi pesan dari sahabatku. Bella.

'Hy nanti jam tujuh jalan yuk.'

Aku pun segera membalas pesan Bella.

"Maaf Bell aku ngak bisa. Ada acara."

'Acara apaan?

"Besok deh aku ceritain."

Setelah itu aku meletakkan kembali ponsel di atas nakas dan tidak terasa aku tertidur.

Aku terbangun karena terganggu akan suara pintu. Sepertinya baru saja aku memejamkan mataku tapi kenapa hari sudah terlihat gelap. Aku menatap jam dinding yang berada di kamarku jam sudah menunjukkan pukul tujuh. Suara pintu kembali terdengar membuatku segera beranjak dan membuka pintu kamar. Terlihat bunda berdiri di depan pintu dengan pakain yang sudah terlihat rapi.

"Bunda."

"Ya ampun Aluna kenapa belum siap-siap, ini sudah jam tujuh lho."

"Maaf bun tadi Aluna ketiduran."

Bunda berdecak. "Ya sudah sana siap-siap bunda tunggu di bawa."

Aku menutup pintu kamarku ketika bunda telah berlalu. Aku masuk ke dalam kamar mandi sembari membawa handuk, aku mulai menanggalkan pakainku dan berdiri di pancuran shower. Seketika air membasahi tubuh telanjangku. Namun pikiranku tertuju kepada laki-laki yang ingin bunda jodohkan denganku. Apakah lelaki itu bakal menerima perjodohan ini dan kuharap dia akan menolaknya.

Aku menyudahi acara mandiku kalau kelamaan bisa-bisa bunda akan menceramahiku. Aku keluar dari kamar mandi dan segera mengenakan gaun yang bunda kasih siang tadi.

Aku segera mengambil tas selempangku tidak lupa juga dompet dan ponsel aku masukkan ke dalam tas setelah di rasa sudah cukup aku keluar untuk menemui bunda yang sudah menunggu di bawa

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Aku segera mengambil tas selempangku tidak lupa juga dompet dan ponsel aku masukkan ke dalam tas setelah di rasa sudah cukup aku keluar untuk menemui bunda yang sudah menunggu di bawa.

"Bun." Panggilku.

Bunda yang tadi duduk segera berdiri dan melihat kearahku. Terdengar decakan kagum dari mulut bunda.

"Sudah cantik begini masih aja cemberut. Ayok." Bunda menarik tanganku dan kita masuk ke dalam mobil yang di supiri oleh pak wawan.

Ngomong-ngomong soal ayah. Ayah sudah meninggal sejak umurku tujuh belas tahun akibat kecelakaan mobil. Sejak saat itu kami hanya hidup berdua, dan soal bunda. Bunda tidak mau menikah lagi karena sampai detik ini bunda masih mencintai ayah mungkin sampai selamanya.

Mobil yang kita tumpangi berhenti di restoran mewah berbintang lima. Bahkan aku tidak menyadari mobilnya berhenti kalau saja bunda tidak buka suara mengajakku untuk keluar dari mobil.

Kami keluar dari mobil dan berjalan ke dalam restoran itu. Aku mengikuti bunda dari belakang saat bunda menuju ke ruangan privat.

'Keluarga laki-laki itu sepenting apa sih. Ketemuannya aja pakai di ruangan privat segala.' Batinku.

"Aluna ayok." Bunda menarik tanganku dan membuka pintu ruangan itu.

Di dalam ruangan ini terdapat pasangan paru baya sedang duduk di sebuah kursi. tapi aku tidak melihat laki-laki yang mau di jodohkan denganku, apakah dia tidak datang? Aku bersorak dalam hati apa itu tandanya dia menolak perjodohan ini.

"Hai mbak Susan." Wanita yang ku ketahui bernama tante Susan segera beranjak dan membalas pelukan bunda.

"Raina! Hai."

Kemudian ibu-ibu itu melepaskan pelukannya. Dan ku lihat suaminya tante Susan ikut menyalami bunda.

"Hai Raina apa kabar?"

"Mas Vano, alhandulillah saya baik mas."

"Raina ini anak kamu." Tiba-tiba saja tente Susan sudah berdiri di sampingku.

"Iya mbak. Ini anakku namanya Aluna."

"Ternyata udah besar ya. Cantik lagi." Ucapnya membuatku tersenyum malu.

"Ya sudah ayok silahkan duduk." Kemudian om Vano mempersilahkan kita semua untuk duduk.

"Maaf saya terlambat!!"

TBC...

What! Di JodohinTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang