In Love 05

70 32 17
                                    




"Oke, langsung saja. Pertama, Yang Akan menjadi ketua PMR SMA Alkata adalah.." Pak Aryo menggantung kalimatnya.

"Eza Alfian, silahkan maju." Panggil Pak Aryo. Eza langsung keluar dari barisan lalu menuju ke depan lapangan.

"Selamat ya, Eza. Jadilah pemimpin yang baik dan bijaksana." Ucap Pak Aryo, yang diangguki oleh Eza.

Sejak tadi, Ara terus berdo'a. Supaya ia bisa menjadi pemimpin ataupun wakilnya.

Pak Aryo kembali mengumumkan.
"Dan yang akan menjadi wakilnya, adalah.. Fleara Clarissa. Ayo maju."

Ara sangat bersyukur bisa terpilih menjadi wakil ketua PMR, akhirnya do'a yang ia panjatkan terkabulkan.

"Selamat Ara. Bapak harap, kamu bertanggung jawab dengan tugasmu sebagai seorang wakil ketua PMR." Ucap Pak Aryo, seraya tersenyum kepada Ara.

Anggota PMR yang lainnya memberikan tepuk tangan kepada mereka, sebagai ucapan selamat.

°°°°°

Setelah pengumuman selesai, Ara dan Eza diperintahkan oleh Pak Aryo untuk ke ruang UKS. Sesampainya di UKS, Pak Aryo langsung menghampiri mereka dengan sebuah kunci yang ada di genggamannya.

"Eza, Ara, mulai sekarang kunci ini kalian yang memegangnya. Ini akan menjadi tanggung jawab kalian berdua." Ucap Pak Aryo.

Eza dan Ara hanya manggut-manggut. Memegang kunci ruang UKS, memang menjadi tanggung jawab seorang ketua dan wakil ketua PMR di SMA Alkata.

Setelah mereka menerima kuncinya, Pak Aryo keluar dari UKS. Ara dan Eza juga mengikuti Pak Aryo keluar dari UKS, lalu mengunci pintunya.

"Kunci ini lo dulu aja yang megang, Ra." Eza memberikan kuncinya kepada Ara.

Ara hanya membalas dengan anggukan sambil menerima kunci itu. Lalu, mereka menuju kelasnya untuk mengikuti pelajaran.

°°°°°

"Selamat eaa cabat guee." Ucap Mila, sambil mencubit pipi Ara. Teman-temannya ikut senang karena Ara sudah terpilih menjadi wakil ketua PMR.

"Makasih ya, hari ini kalian gue traktir deh." Mata mereka langsung berbinar.

"ASYIQQUE, WOY! DAPET TRAKTIRAN!!" Seru Mila menggema di koridor sekolah. Seketika semua tatapan tertuju kepada mereka. Aulia yang merasa risih, menyenggol tangan Mila, mengisyaratkan agar tidak membuat kehebohan. Mila langsung mengatup mulutnya.

Mereka berjalan beriringan menuju kantin.
Kantin terlihat sangat ramai hari ini, karena kantin belakang sekolah sedang tutup. Saking ramainya, mereka sampai berdesak-desakan untuk masuk ke kantin.

Mereka mengedarkan pandangannya untuk mencari meja yang masih kosong. Tapi hasilnya nihil, semua meja penuh.

"Eh, gue aja yang mesen ya. Kalian tunggu disana aja, nanti kita makan di kelas." Ucap Ara. Mereka mengangguk, lalu Mila mengajak mereka untuk menunggu Ara di dekat meja yang sedang di tempati oleh Ali and the geng.

"Eh, Mil. Kenapa harus disini si?" Tanya Naya. Ia merasa risih menunggu di dekat banyak cowok seperti mereka.

"Biasa si Mila, moduss!!!" Sindir Aulia. Sedangkan yang di sindir, hanya cengengesan tidak jelas.

"Ali ganteng ya, sumpah." Bisik Naya, Mila mengangguk antusias. "Kan gue udah bilang." Mila memasang wajah percaya dirinya. Sedangkan Aulia hanya diam mendengarkan ocehan temannya itu.

Tak lama kemudian, Ara datang dengan membawa 4 bungkus siomay di tangannya.

"Nih, ambil satu-satu." Ara menyodorkan siomaynya yang langsung di terima oleh temannya.

"Kenapa gak dua-dua, Ra?" Ledek Mila.

"Eh si Milong, udah di kasih masih aja nawar!" Naya menggelengkan kepalanya melihat tingkah Mila yang tidak tahu malu.

Ara langsung mengajak mereka untuk ke kelas, mereka pun mengangguk setuju. Pasalnya keadaan kantin semakin ramai. Karena semakin banyak manusia, Ara tertinggal jauh oleh temannya. Ia sangat kesusahan mencari jalan keluar, hingga tangannya dicekal oleh seseorang.

Ara menoleh ke arah orang itu, manik matanya bertemu dengan mata indah milik Ara. Orang itu adalah Ali. "Apaan si!" Ara mencoba melepaskan tangannya dari cekalan Ali. Tapi, ia malah menguatkan cekalannya.

"Ikut gue." Perintahnya.

Ara hanya bisa mengikutinya dengan pasrah. Sambil berjalan ia mengernyit, segampang itu Ali menembus keramaian, dan segampang itu orang - orang menyingkir memberinya jalan. Sedangkan Ara, susah payah mencari jalan keluarnya.

Setelah keluar dari kantin, Ali melepas cekalannya. Ia menatap Ara dalam, lalu menaikkan sebelah alisnya.

"Ngapa lo? Pasti bingung ya, kenapa gue bisa keluar semudah itu?" Tanya Ali dengan wajah sok-nya. Ara terkejut, Ali bisa mengetahui pikirannya.

"Biasa, orang ganteng mah bebas." Tambahnya.

Ara tidak tahan melihat wajah songong Ali. Ia hendak pergi begitu saja. Tapi, Ali buru-buru mencegahnya.

"Mau kemana lo? Bilang makasih dulu dong." Ara tidak merespon ucapan Ali.

Ali mendengus, "Lo gak tau caranya bilang makasih ya?, Ayo gue ajar-" Ali belum menyelesaikan kata-katanya, namun langsung di potong oleh Ara.

"Makasih!" Jawab Ara singkat, lalu langsung pergi.

"Ih, dasar ceue." Gumamnya.

°°°°°

Matahari mulai tenggelam. Tetapi, Ara dan Eza masih berada di sekolah. Mereka sedang membersihkan ruang UKS yang berantakan. Sebenarnya, beberapa anggota yang lainnya sempat ikut membersihkan, tapi mereka memilih pulang lebih dulu.

"Ra, gue capek dah." Keluh Eza. Keringatnya bercucuran membasahi wajahnya. Sedangkan Ara, ia masih sibuk membersihkan kotak obat yang terlihat berdebu.

"Yaudah duduk aja, ribet banget." Ketusnya.

"Jutek amat!, Gue kunciin nih." Ara tidak meresponnya. Eza mematikan lampu lalu keluar dari UKS dan menutup pintunya, meninggalkan Ara sendiri.

"Ezaaa!!!! Bukain!!. Gue santet lo!" Teriak Ara dari dalam. Eza yang mendengar itu tertawa puas dari luar UKS.

Ara tidak bisa melihat jalan dengan jelas, karena tidak ada cahaya yang menerangi ruangan. Ia hanya bisa berteriak meminta supaya pintunya dibuka. Bulu kuduk Ara meremang, suara Eza tidak lagi terdengar. Ia takut jika Eza benar-benar meninggalkannya.

Ternyata, dugaannya salah. Setelah beberapa menit, Eza membuka pintu dengan membopong seorang laki-laki yang terlihat lemas.




Siapa kira-kira?
Jangan lupa vomentnya ya ;)
Tunggu next part-nya 🌈

In LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang