Part 4

127 12 5
                                    

Terik mentari menganggu mimpi indahku, kulirik jam digital di nakas sebelah kasur. Pukul 7 pagi, satu jam sebelum mulai kelas pertama. Semenjak aku hidup mandiri di Seoul, aku memang sudah terbiasa bangun lebih pagi, memasak sarapan dan bersiap ke sekolah.

Aku sudah bersiap ke Sekolah hingga bel apartemenku berbunyi. Aku sudah tau siapa. Seorang pria dengan kemeja sedikit berantakan dan rambut dicat dark brown yang pasti tidak mencerminkan pelajar teladan.

Dia tersenyum bodoh saat aku membuka pintuku

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Dia tersenyum bodoh saat aku membuka pintuku. Aku mendengus kesal padanya. Ya, dia Kim Taehyung yang sudah seminggu ini selalu mengajaku berangkat bersama. Sejujurnya aku tak terlalu mempermasalahkan ajakannya, hanya saja Taehyung itu berandal sekolah. Setiap berangkat selalu saja ada masalah. Entah dihadang preman atau ditampar wanita, dan aku yang berangkat bersamanya akan terkena imbasnya. Sungguh menyebalkan, bisakah aku punya hidup yang damai?

Taehyung juga selalu mengirimi pesan yang tidak penting, entah bertanya pr atau yang paling konyol meminta garam diwaktu dini hari.

"Kau akan berangkat?" tanyanya membuka percakapan dipagi ini.

"Tidak, aku akan berdiam diri di sini, menunggumu berhenti mengusik hidupku." Dia tertawa atas jawabanku.

"Hey, aku tak mengusikmu. Aku hanya menemanimu. Kau hidup sendirian, pasti kesepian."

Aku melengos, memakai sepatu dan berjalan mendahuluinya. Taehyung terus berbicara hal tak penting di sampingku. Aku tak menanggapinya, biarlah dia bicara sendiri.

Bus yang kami nanti hari ini cukup sepi. Terlihat hanya ada seorang wanita paruh baya dan dua orang pelajar lelaki. Aku memilih tempat duduk di pojok belakang dengan Taehyung yang mengikutiku. Aku bosan, ku tengok Taehyung yang tengah mendengarkan musik. Mozart symphoni 40, aku tahu musik itu. Lagu kesukaan ibuku, tak tahu orang seperti Taehyung juga menyukainya.

Dulu ibukku selalu mendengarkan musik klasik, Mozart, beethoven, bach, chopin dan lain-lain. Ibukku juga akan memainkan musik itu dengan piano saat menemaniku bermain.

"Kamu tahu, musik dapat membuatmu tenang dan kamu itu seperti musik bagi mama, kuki"

Tanpa kusadari aku tersenyum sendiri mengingat perkataan ibukku dulu dan itu disadari orang di sebelahku.

"Aku senang melihatmu tersenyum." Aku tersadar  segera menatap orang di sampingku.

"Aku tak tersenyum."

"Baiklah, apapun itu aku senang." Aku mendengus.

"Kau mendengar musik klasik juga?" Dia mengernyitkan dahi.

"Kau tau musik klasik juga? Mau ikut mendengarnya" Tanpa mendengar jawabanku, dia memasang sebelah headsetnya ke telingaku.

"Kau tau saat kita mendengar musik kita akan lebih tenang. Tapi saat bersamamu walau tanpa musik, hatiku akan tenang."

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Apr 02 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

He Or She [taekook]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang