Tiga

4.6K 751 63
                                    

Pagi hari yang begitu cerah tak bisa menggoda Kisha agar segera bangkit dari tidurnya. Kisha masih bertahan dalam gulungan bedcovernya karena badannya menggigil kedinginan.

"Mbak?"

Ketukan pintu terdengar, Kisha mengerjapkan matanya pelan. Sebelum membalikkan tubuhnya menghadap pintu kamar. Wajah Kisha memucat, bibirnya pun berubah abu-abu.

"Mbak belum bangun?"

Suara Kisha terasa lenyap begitu saja. Kisha menarik napas dalam-dalam kemudian mengembuskannya. Untuk membuka matanya saja terasa berat. "Ya!" sahut Kisha serak.

Pintu kamar terbuka, Kisha memang tidak suka mengunci pintu kamarnya memudahkan orang untuk masuk ke kamarnya.

Dita masuk ke dalam membawa satu buket bunga dan juga cokelat panas menatap Kisha sendu. "Ini ada yang kirim, dari Mas Gara katanya," ucap Dita kemudian menyimpan bunga dan cokelat panas itu di nakas.

Kisha membuka mata menatap Dita sesaat sebelum kembali memejamkan matanya karena rasa pening yang melandanya.
"Kapan? Disuruh masuk dulu?"

Dita mengganggukkan kepalanya. "Disuruh, Mbak, tapi dia kayak buru-buru gitu," jawab Dita mendudukkan dirinya di sisi tempat tidur.

Kisha berdeham masih memejamkan matanya. Siapa Gara? Mengapa dia tiba-tiba datang saat dirinya tengah terpuruk?

"Mbak sakit?" Dita menyentuh kening Kisha kemudian keningnya mengerut dalam. "Panas banget, Mbak," pekik Dita khawatir.

Kisha masih setia memejamkan matanya enggan menyahuti pekikan adiknya. "Aku nggak apa-apa, Dit. Kamu pergi ke butik saja sana. Kalau ada urusan penting yang aku lewatkan, beri tahu aku," titah Kisha lemah.

Kisha memang seorang designer di butiknya. Kisha juga sering menerima jasa desain gaun dan pakaian lainnya dari butik yang lain. Sementara Dita masih mengambil cuti kuliah sampai tahun depan sebelum berangkat lagi ke Amsterdam melanjutkan kuliahnya.

Kisha menghela napas lelah saat Dita menangis terisak menatapnya sedih. "Mbak jangan sakit," isak Dita menggenggam jemari Kisha.

Kisha membuka matanya menatap Dita sendu. Perlahan Kisha bangkit dari tidurnya menatap lekat adiknya. "Aku nggak apa-apa, Ta," ucap Kisha lemah menenangkan Dita. Sebenarnya kepala Kisha terasa berputar karena pening yang mendera kepalanya.

Dita memeluk Kisha dari samping menangis mengeratkan pelukannya. "Dita nggak bisa melihat Mbak kayak gini. Kalau Mbak kenapa-napa, bagaimana? Dita nggak punya siapa-siapa lagi selain Mbak," isak Dita bergetar.

Kisha memejamkan matanya perih. Membalas pelukan Dita tak kalah erat. Memang, Kisha hanya hidup berdua bersama adiknya karena kedua orangtuanya meninggal saat dirinya masih kuliah di Paris. Kedua orangtuanya meninggal secara misterius dan pada saat itu Ringga datang membawa semangat dalam hidupnya. Namun sayang, semangat itu hanya bertahan sampai 3 tahun.

"Mbak cuman demam, Ta."

Dita memang terlalu berlebihan. Dita memang manja dan juga cengeng, tapi mau bagaimana lagi? Kisha hanya punya keluarga Dita saja yang harus selalu ia jaga.

"Bukan itu yang buat saja yang buat aku nangis, Mbak," sanggah Dita menatap Kisha serius. "Apa yang terjadi antara Mbak, sama Mbak Aira dan Mas Ringga? Dari kemarin semenjak Mbak pulang, aku nggak melihat cincin pertunangan Mbak," ujar Dita melihat tangan kirinya.

Kisha menarik napas dalam melepaskan pelukan mereka. Kisha memberi jarak tersenyum simpul. "Sudah siang. Cepetan berangkat gih," ucap Kisha berusaha berkelit dari pertanyaan Dita. Bukan waktunya memberitahu akan batalnya pernikahan dirinya dan Ringga. Kisha masih membutuhkan waktu untuk memikirkan semuanya.

"Apa yang terjadi, Mbak?" desak Dita menatap Kisha curiga.

Kisha mengalihkan pandangannya pada buket bunga mawar bermacam warna itu, kemudian merangkak sedikit mengambil buket mawar itu.

"Bunganya bagus, Dit." Lagi, Kisha berusaha mengelak.

"Memang Mas Gara itu siapa? Temannya Mbak? Kok aku nggak pernah melihatnya?"

Kisha memejamkan mata mencium wangi bunga yang masih segar aromanya. "Aku juga nggak tahu, Dit," jawab Kisha setelah membuka matanya. "Cepat berangkat. Nanti keburu macet repot lagi urusannya," usir Kisha tersenyum lebar.

Dita memberengut menatap sebal padanya. "Ya sudah, nanti sore kita ke dokter, ya?"

Kisha menganggukkan kepalanya cepat. "Hati-hati, Dit," serunya saat Dita mulai melangkah keluar kamar.

Kisha kembali menatap bunga tadi, keningnya mengerut saat ada kartu ucapan di dalam bunga itu. Kisha mengambilnya dan mulai membacanya.

'Terkadang rasa cokelat lebih nikmat daripada strawberry. Semangat pagi untukmu manis. Aku sengaja mengirim bunga ini dengan cokelat panas yang aku yakin akan menjadi hangat setelah sampai di kamarmu, sebagai tanda perkenalan kita. Salam kenal, Gara.'

Kisha mengulum senyumannya melirik gelas yang berisi minuman cokelat. Kisha menggeleng samar. Orang aneh. Batinnya sedikit keheranan.

***

"Dia masih hidup, Ex," geram seorang wanita yang berdiri angkuh di depan Pria yang menutup seluruh wajahnya kecuali matanya yang mengenakan kacamata hitam.

"Aku membayar kamu mahal itu untuk menghabisinya!"

Pria itu hanya menempelkan jari telunjuknya pada bibirnya yang tertutup. Dan seketika wanita itu mengatupkan bibirnya karena tiba-tiba hawa dingin terasa begitu menusuk.

***

"Mau bertemu siapa, Den?"

Sapa asisten rumah Kisha saat pertama kali membuka pintu.

Gara berdiri dengan setelan santainya tersenyum lebar pada wanita paruh baya itu.

"Saya mau bertemu dengan Kisha. Apa ada?" jawabnya begitu sopan.

Asisten itu tersanjung mengangguk pelan kemudian melebarkan pintu rumah.

"Bu Kisha ada di kolam renang, Den. Silakan masuk," balas Mirna asisten rumah tangga di rumah Kisha.

Gara menganggukkan kepalanya, lalu mengekori wanita paru baya itu yang berjalan menuju arah samping rumah.

Tatapan Gara terhenti pada punggung mungil yang membelakanginya. Gara tersenyum tipis melangkah mendekati Kisha.

"Melamun. Itu hobi atau kebetulan saat aku bertemu denganmu?"

Gara menatap Kisha yang mendongak ke arahnya. Gara tersenyum manis saat tatapan mereka bertemu.

"Wanita cantik jangan terlalu sering melamun, nanti makhluk halus bisa jatuh cinta."

Disempurnakan Cinta (Tamat)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang