Lima

4.6K 743 65
                                    

Dikit dulu, daripada nggak update kan ya...

Oke, happy reading lope~lope

***

Satu minggu telah berlalu, saat sejak itu Gara semakin sering mengiriminya bungan dan cokelat panas. Kisha juga sering merona dengan kata-kata puitis Gara. Kadang Kisha berdecak saat Gara tiba-tiba berdiri di depan pintu rumahnya. Selintas Kisha menebak kalau Gara itu jelemaan makhluk gaib atau sejenisnya, tetapi saat dilihat dari kakinya yang menapaki tanah, Kisha buru-buru menepis pemikiran itu. Gara manusia.

Kisha juga mulai melakukan pekerjaannya di butik. Bekerja sama dengan adiknya. Entah terbawa arus suasana, Kisha jadi sering menantikan kehadiran Gara.

"Kisha!"

Kisha menoleh sekilas sebelum akhirnya berlari menjauhi Ringga yang mengejarnya. Kisha sedang berada di tempat parkir butiknya tidak menyangka Ringga datang mengejarnya.

"Kisha, Kisha. Tunggu."

Sial! Ringga berhasil menangkap pergelangan tangannya. Kisha tidak berbalik, dia berusaha melepaskan genggaman tangan Ringga. Tak kunjung lepas. Kisha berbalik menatap Ringga marah.
"Lepas!"

Kisha berkali-kali menyentak tangan Ringga dan selalu berakhir gagal. Iris mata Kisha memerah berusaha mengontrol emosinya.

"Lepas sialan!" bentak Kisha marah pada Ringga.

Ringga malah menggeleng menatap padanya dengan tatapan memelas. "Dengarkan aku dulu, Sha. Setelah itu terserah kamu mau membatalkan pernikahan kita atau melanjutkannya."

Kisha tersenyum miring meludah di hadapan Ringga. Pernikaha tidak akan pernah terjadi. Biarlah dirinya menanggung malu daripada harus hidup berdampingan dengan seorang pengkhianat. "Dengarkan? Apa yang mau didengar? Lepas!"

Ringga menggeleng, Kisha sadar bahwa tenaganya kalah kuat dari Ringga. Namun dia juga tidak mau mendengar penjelasan dari Pria bajingan di depannya itu.

Tiba-tiba ada tangan dingin yang menyentak keras genggaman Ringga, dan tangan Ringga pun tak kunjung dilepaskan. Pria itu berdiri membelakangi Kisha. Kisha mengembuskan napas lega mengusap pergelangan tangannya yang lumayan memar karena genggaman tangan Ringga lumayan kuat.

Kisha mengenali sosok yang berdiri membelakanginya. Wangi aromanya memanjakan hidungnya. Kisha memejamkan matanya tersenyum samar.

Gara menatap tajam Ringga yang menatapnya sengit. Bibir tebal Gara terkatup rapat, rahangnya mengetat. Tatapannya seolah siap menguhunus Ringga. Gara melangkah pelan penuh intimidasi. Gara meremas kuat pergelangan tangan Ringga hingga Ringga meringis tak mengeluarkan suara.

"Jauhin tangan kotor lo dari Kisha," desis Gara pelan nyaris tak terdengar. Gara semakin menguatkan cengkramannya sampai mata Ringga berkaca-kaca. "Sekali lagi saya melihat tangan nistamu menyentuh Kisha," bunyi patahan tulang terdengar, "saya tidak akan segan-segan melakukan lebih dari ini. Mengerti?" Gara menghempaskan tangan Ringga yang terlihat tak bertenaga.

Gara menyeringai dengan raut wajah datar terlihat menyeramkan. "Pergi," usir Gara setengah menggeram.

Ringga seketika lari terbirit-birit meninggalkan Gara yang menatap tajam punggung Ringga yang semakin menjauh. Gara berdecak merapikan jasnya yang sedikit kusut. Gara menarik napas panjang sebelum akhir berbalik dengan raut wajah cerah dan senyum manis yang mengembang.

"Ada yang luka?" tanya Gara mendekat pada Kisha meraih pergelangan tangan Kisha.

Terlihat jelas gurat khawatir dari wajah Gara yang sedang fokus membolak-balik pergelangan tangan Kisha. Gara berdecak sebal. "Dia siapa sih? Ini sampai memar begini?" gerutu Gara cemas.

Kisha masih bergeming, mungkin masih shock dengan perlakuan Pria bangsat itu. Batin Gara. Tanpa diduga Gara mendekatkan pergelangan tangan Kisha pada bibirnya kemudian mengecupnya berkali-kali. Lalu mengusapnya pelan penuh kasih sayang.

"Nggak akan berkurang sakitnya kalau dikecup begitu," ucap Kisha dengan senyum yang mengembang dihiasi rona merah di pipinya.

Gara menarik sebelah alisnya mengulum senyum gelinya. "Terus kalau mau berkurang harus diapakan?" goda Gara memainkan alisnya.

Kisha menggeleng melepaskan genggaman tangan Gara. "Hari ini nggak ada bunga dan cokelat panas," gerutu Kisha mengalihkan pembicaraan.

Gara tersenyum lebar berdiri tegak mengusap puncak kepala Kisha gemas. "Manis banget sih senyumnya," godnya lagi menambah rona merah di pipi Kisha.

"Apaan sih!" Kisha menepis tangan Gara yang mengusap puncak kepalanya kemudian berlari menjauh dari Gara.

Raut wajah cerah yang berbinar berubah menjadi raut wajah dingin tak bersahabat. Gara akan memastikan kalau dirinya akan menghabisi hama itu sebelum mereka menyentuh Kisha.

Tangan Gara mengepal kuat urat lehernya menonjol. Dia memang pembunuh bayaran, tapi untuk melenyapkan orang yang tidak bersalah tidak masuk dalam kerjanya. Gara bersumpah akan membawa Kisha dari lingkup orang munafik yang jelas-jelas menginginkan kematiannya.


Disempurnakan Cinta (Tamat)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang