Hai jumpa lagi maaf ya kalau lama banget updet ceritanya. Pasti pada bosen nunggu cerita yang absrud dan gak jelas ini. Aku ndak terlalu lama - lama curhatnya. Silahkan dinikmati....
.
.
.
.
Oh ya jangan kaget ya kalau spesial chapternya nanti garing banget. Maklum jarang bersosialisasi dan agak kudet. Sama ndak terlalu peka...
.
.
Sekali lagi maaf ya bila mengecewakan kalian, setelah sekian lama...
.
.
.
"Ahahaha ... ayah cukup haha jangan gelitiki A-Xian... iibuu haha... tolong A-Xian."
Sebuah tawa jejeritan mengawali pagi yang cerah dan menyenagkan, dimana sang ayah yang membangunkan putranya yang punya kebiasaan buruk selalu bagun kesiangan.
"Sudahlah Zhangze, kasian A-Xian." Ucap seorang wanita yang sendari tadi hanya menonton sang suami yang membangunkan anaknya dengan menggelitikinya.
"Biarlah Sanren. Hahaha."
"Ibuuu..." Tak tahan dengan sikap sang suami yang usilnya minta ampun itu. Segera saja dirinya mengeluarkan ancaman mematikan yang tak mungkin suaminya melawan.
Dengan seringai gelap dan keji Sanren berucap pelan namun bagi Wei Zhangze itu adalah sebuah bencana terbesar baginya. Akhirnya dengan berat hati dirinya melepaskan anak imutnya itu. Sedangkan untuk Wei Wuxian sendiri dirinya hanya cekikikan melihat ayahnya kalah dengan sang ibu yang memang terkenal akan kegarangannya itu.
Setelah itu Wei Wuxian segera berlari keluar dengan semangatnya dan tertawa riang tanpa memperdulikan bila ayahnya sedang diceramahi oleh ibunya. Sekali lagi Wei Wuxian tertawa melihatnya.
Dirinya selalu berfikir bila selamanya dirinya bahagia seperti ini. Pasti dirinya yang lalu tak akan pernah merasakan apa yang namanya penderitaan. Kesepian karena kehilangan orang tersayangnya. Dipandang rendah hanya karena ayahnya yang pernah menjadi pelayan keluarga Jiang. Dicemooh oleh semua orang hanya karena kultivasinya menyimpang. Dan terhianati oleh orang yang dirinya anggap sebagai satu – satunya saudaranya. Sekarang dirinya tak akan pernah percaya dengan orang yang ada disekitarnya. Sudah cukup dirinya dimasa lalu yang merasakan pahitnya hidup, hingga ajal menjemputnya.
Memandang langit yang cerah, dan awan yang berjalan perlambat. Perlahan tapi pasti seringai terukir. 'Inilah saatnya menjalankan rencana pertama.' Berbicara perlahan bagai bisiakan yang diterbangkan oleh angin. Takdir yang semula berjalan seperti masa lalu, kini mulai menunjukkan adanya perubahan yang mencolok. Namun itulah yang diingin semua orang bukan.
*****
Suara yang merdu mengalun di pagi yang cerah dan indah di Gusu. Tepatnya di sungai dibawah kaki bukit. Dibawah rindangnya pohon Magnolia dan awan yang semilir - milir. Menerbangkan suara yang bagai nyayian surga itu. Duduk seorang anak yang manis nan imut, didepannya terbaring Guqin yang cukup besar untuk anak seusianya. Memejampak mata menghayati segala permainan yang sedang dimainkan oleh jari gemuk nan mungil itu, memetik perlahan demi perlahan tanpa ,elihat. Seakan jiwanya sudah hafal dengan semua letak senar tersebut.
Lagu selesai disertai dengan hembusan angin yang agak kencang menyertai hentakan terakhir dari karya yang mempesona tersebut. Seakan – akan membantunya menyebarkan untaian lagu tersebut. Agar semua orang tau bahwa. Lagu karyanya sangat indah dan pantas untuk didengar oleh penghuni dimuka bumi ini.
YOU ARE READING
The Lust
RomanceWei Wuxian yang telah melewati hidupnya dengan air mata dan darah. Kepedihan menderanya disaat - saat terakhir akhir hayatnya. Shidi yang disayanginya membunuh dirinya hanya karena rasa Iri dan kesapahaman belaka. Orang - orang disekitarnya yang me...