Park Chanyeol duduk tegang di depan pesawat televisi ukuran besar yang sedang menayangkan pertandingan final Taekwondo nasional yang hanya bersisa tiga puluh detik itu. Tangannya meremas sofa empuk yang didudukinya kuat-kuat saking tegangnya.
"Ah, luar biasa! Park Jiyeon luar biasa!" teriaknya girang ketika si petarung berhasil melayangkan pukulan mematikan sekaligus pukulan penutup pada laga final hari itu.
"Yaa Park Chanyeol! Kau berisik!" sebuah teriakan dari lantai dua rumah itu terdengar memekakan telinga. Sepersekian detik setelah teriakan itu, sebuah kertas yang diremas dengan ukuran cukup besar meluncur hebat dari sana, menghantam kepala Chanyeol cukup keras.
Chanyeol mendongak kasar, laki-laki itu tahu persis siapa yang berperangai seperti itu di rumahnya. Park Chanhee, saudari kembarnya. Park Chanyeol terlahir kembar dengan seorang gadis yang kini tengah menjulurkan lidah padanya. Chanhee adalah gadis manis yang menjadi gadis pujaan para siswa di sekolah mereka, tidak heran jika Chanyeol sedikit iri dengan kembarannya itu untuk masalah percintaan. Chanyeol adalah kebalikan Chanhee, Chanyeol sama sekali tidak populer apalagi untuk dikejar-kejar wanita, sangat tidak mungkin.
"Kenapa sih kau itu selalu melempariku kertas dari situ? Memangnya kau ini tidak pernah senang, hah?" Park Chanyeol balas meneriaki gadis itu dengan suara baritonnya yang khas.
"Kau itu pengangguran atau apa sih? Kerjamu hanya memelototi gadis itu terus, kau pikir dia bisa keluar dari TV dan memelukmu apa? Kenapa tidak sekalian kau temui dia dan nyatakan cinta padanya? Bocah konyol," Park Chanhee memasang wajah muak pada laki-laki yang menatapnya sebal itu.
"Huh, kau kira hanya kau saja yang bisa memikat banyak pria, akan kubuktikan jika aku bisa memacari Park Jiyeon! Lihat saja! Aku sama sekali tidak takut dengan tantanganmu." Balas Chanyeol sebal.
"Dasar bodoh! Pemimpi sekali Chanyeolku ini, coba lihat siapa kau dan siapa dia! Padahal aku hanya asal bicara, kau malah menanggapinya dengan serius! Pabo!"
Park Chanhee lalu beranjak dari tempatnya meneriaki saudara kembarnya yang sedang bersungut-sungut menatapnya.
--------
Park Jiyeon menyeka keringat di wajahnya ketika sang pelatih menemuinya di ruang tunggu venue laga final Taekwondo nasional hari itu.
"Selamat, Jiyeon-ah! Kau berhasil lagi. Grafikmu menakjubkan," puji sang pelatih pada gadis yang masih berusia 16 tahun itu.
"Thanks, coach!" ucapnya sambil membugkuk 90 derajat dengan cengiran lebar.
"Kau akan kembali ke Seoul hari ini?" tanya sang pelatih.
"Ya, aku akan pulang sebentar lagi," jawabnya sambil tersenyum geli.
"Baiklah, berhati-hatilah." Sang pelatih mengacak rambut gadis itu dengan sayang, kemudian memeluknya sebentar.
Jiyeon membalas pelukan itu dengan senang, pelatih Jiyeon masih muda dan tidak lain adalah kakak kandungnya sendiri, Park Hyojoon. Jiyeon lalu memasukkan handuk yang sedari tadi dipegangnya ke dalam ransel coklat miliknya.
"Bye, oppa. Aku pergi dulu,"
---------
Jiyeon keluar dari venue dengan langkah besar-besar, ia memakai hoddie hitam dengan kacamata dan celana jeans pendek selutut yang terlihat manis menempel pada tubuhnya. Ia menatap para wartawan yang sedari tadi memburunya dengan pandangan geli.
"Aku benci wartawan," desisnya sambil berlalu menuju halte depan venue.
Ketika bus yang akan membawanya ke Seoul datang, gadis itu segera naik dan mengambil kursi di deretan paling belakang karena bus itu lumayan kosong. Jiyeon mengeluarkan ipodnya dan memasang headset di telinganya. Gadis itu memejamkan matanya, mengistirahatkan tubuhnya yang lelah akibat pertandingan tadi.
YOU ARE READING
Half Moon Light
FanfictionPark Chanyeol bermimpi untuk bisa memacari atlet taekwondo nasional pujaannya, tanpa disangka dia dan si gadis petarung terus bertemu tanpa sengaja. "Kau bilang jika saat itu aku bertemu dengannya, itu adalah keberuntungan. Lalu jika hari ini aku be...