Jiyeon baru saja masuk ke flatnya. Gadis itu lalu mengganti pakaiannya dengan piyama biru muda yang tampak kebesaran. Ia lalu menggosok giginya dan membersihkan wajahnya. Setelah itu ia mematut wajahnya di depan cermin cukup lama.
"Ada apa denganku?" tanyanya lirih, pertanyaan yang ditujukan pada dirinya sendiri.
Gadis itu mengingat pembicaraannya dengan Park Hyojoon sekitar dua puluh menit yang lalu.
"Dia siapa, Ji?"
"Park Chanyeol." Jawabnya singkat.
"Siapamu?"
Jiyeon menatap oppanya bingung. Sesaat kemudian dia tertawa.
"Dia orang yang menabrakku di halte tadi pagi. Dia menjatuhkan ipodku, dan dia bilang akan memperbaikinya."
"Hanya itu?"
Jiyeon berhenti tertawa, ia lalu memandang oppanya yang tampak serius, gadis itu lalu mengangguk mantap.
"Kau masih kecil, jangan macam-macam." Kali ini nada Park Hyojoon terdengar seperti ancaman.
"Aku tidak akan macam-macam." Sergah gadis itu.
"Aku melihat laki-laki itu memandangmu tidak biasa," kali ini nada Hyojoon sudah mulai terdengar normal.
"Dia bilang dia fansku."
Hyojoon menoleh cepat pada Jiyeon. Memandang mata Jiyeon yang tampak lugu.
"Hanya fans?"
"Hmm Hmm." Gadis itu mengangguk samar.
"Fokuslah pada karirmu," Park Hyojoon tampak serius lagi.
"Aku tahu, oppa." Balas Jiyeon.
"Kita sudah sampai, masuklah." Hyojoon berhenti di depan flat Jiyeon.
"Ne, pulanglah oppa. Baik-baiklah pada unnie," Jiyeon tersenyum, gadis itu lalu menaiki tangga menuju flatnya.
---------------------
Chanyeol memandangi ponselnya dengan gusar. Menunggu Park Jiyeon menghubunginya. Laki-laki itu sangat berharap Jiyeon menghubunginya, meski ia juga tahu bahwa kemungkinannya sangat kecil.
"Apakah dia akan meneleponku?" gumamnya lirih.
Akhirnya laki-laki itu memilih untuk main game dengan PSPnya. Cukup lama namja itu berkutat dengan gamenya, hingga tidak menyadari sebuah pesan dari nomor baru masuk di ponselnya. Satu jam, dua jam, tiga jam. Namja itu akhirnya merasa lelah.
Chanyeol melihat jam weker di nakas dekat tempat tidurnya. 11.00 PM.
Namja itu lalu meraih ponselnya, membaca sebuah pesan singkat yang membuatnya insomnia berkelanjutan.
From : 65242738299 20:12 PM
Anyeong haseyo, Park Jiyeon imnida. Benarkah ini nomor ponsel Park Chanyeol?
Chanyeol merutuki kebodohannya, bagaimana bisa ia bermain game sampai lupa daratan. Laki-laki itu menimbang-nimbang untuk membalas pesan itu atau tidak mengingat saat ini sudah larut. Dengan ragu-ragu Chanyeol membulatkan tekatnya untuk membalas pesan itu, ia pasrah jika pesannya mungkin akan dibalas besok pagi atau bahkan tidak dibalas sama sekali.
To : 65242738299
Anyeong haseyo, Jiyeon-ssi. Ne, ini Park Chanyeol. Mianhae jika aku membalas pesanmu selarut ini.
Send.
Chanyeol meletakkan ponselnya, memegangi dadanya yang berdebar. Meski ia tahu balasan yang ditunggunya tidak akan datang, ia tetap berharap.
Ponsel laki-laki itu bergetar. Dengan gerakan secepat kilat ia membuka pesan yang baru saja masuk.
From : 65242738299 11.22 PM
Ah syukurlah, kukira kau salah memberi nomor ponsel, ternyata tidak. Bagaimana dengan ipodku?
Chanyeol tersenyum, lalu ia mengerutkan dahinya bingung. Laki-laki itu tidak segera membalas pesan Jiyeon, ia malah sibuk menyimpan nomor gadis itu, memasang foto kontak dengan salah satu foto Jiyeon koleksinya. Setelah itu namja itu malah mendial nomor Jiyeon.
"Yeoboseyo," terdengar sahutan lembut dari suara di seberang telepon.
"Jiyeon-ssi, belum tidur?"
"Belum," jawab gadis itu pelan.
"Mafkan aku, apakah aku mengganggumu? Eum, maksudku apakah kau akan tidur sekarang?"
"Tidak,"
"Jiyeon-ssi,"
"Anda membuatku tidak bisa tidur Chanyeol-ssi." Gadis itu memotong kata-kata Chanyeol.
"Ne?" tanya Chanyeol dengan cepat.
"Aku tidak bisa tidur tanpa mendengar musik dari ipodku." Lanjut gadis itu.
Chanyeol memandang lagit-langit kamarnya, merasa bersalah kepada gadis yang sedang menunggu reaksinya dengan posisi yang sama di kamar-masing-masing. Sebuah ide gila terlintas di kepala Chanyeol, laki-laki itu tersenyum lebar dibalik teleponnya.
"Mau kunyanyikan sebuah lagu?"
Jiyeon membulatkan matanya kaget diujung telepon.
"Lagu apa yang biasa kau dengar?" lanjut Chanyeol.
Gadis di ujung telepon masih diam, terlalu terkejut dengan penawaran laki-laki yang baru dikenalnya ini, maksudnya adalah perlakuan laki-laki ini padanya. Perlahan-lahan, gadis itu menarik bibirnya.
"Jiyeon-ssi?" Chanyeol memecah keheningan yang sejenak terjadi.
"Ah, ne." Jawab Jiyeon kaget, gadis itu lalu menggaruk tengkuknya yang tidak gatal untuk membuang kekikukannya meskipun laki-laki di seberang teleponnya tidak melihat.
"Aku ingin mendengar One Late Night in 1994," lanjut gadis itu pelan. Jiyeon tersenyum, menebak-nebak apakah laki-laki itu akan menyanyikan lagu itu untuknya.
"Jiyeon-ssi menyukai lagu lama?" tanya Chanyeol ketika menyadari bahwa pilihan lagu Jiyeon adalah lagu lama.
"Mmm." Jiyeon hanya menggumam pelan.
"Apakah kau tidak tahu lagunya?" tanya Jiyeon takut-takut.
Sementara itu Chanyeol sedang menarik nafasnya panjang. Laki-laki itu benar-benar akan menyanyikan lagunya.
Oneulbam geudeege mallo hal suga obseseo
Ireon maeumeul jongie wie geullo sseungeol yongsohae
Hanchameul geudaeege geobinal mankeum michyeosseoji
Geuleon naemoseub ijeneun huhoe halji molla
"Chanyeol-ssi." Jiyeon menyahut dari seberang telepon.
Chanyeol terpaksa menghentikan lagunya.
"Ne?"
"Terimakasih banyak. Sudah menyanyikannya dengan baik. Tidurlah, sudah larut." Jiyeon tersenyum setelahnya meskipun tentu saja tidak dapat dilihat oleh Chanyeol.
Jiyeon mematikan sambungan telepon. Gadis itu tersenyum, merasa hatinya hangat, untuk pertama kali setelah kepergian orang tuanya.
Dan laki-laki bernama Park Chanyeol itu juga tersenyum memandang layar ponselnya. Ia merasa gadis dalam layar ponselnya itu berkali-kali lebih cantik dari sebelumnya. Park Jiyeon, Chanyeol ingin mengenal gadis itu lebih jauh.
YOU ARE READING
Half Moon Light
FanfictionPark Chanyeol bermimpi untuk bisa memacari atlet taekwondo nasional pujaannya, tanpa disangka dia dan si gadis petarung terus bertemu tanpa sengaja. "Kau bilang jika saat itu aku bertemu dengannya, itu adalah keberuntungan. Lalu jika hari ini aku be...