Park Hyojoon baru saja sampai di Seoul. Laki-laki itu merogoh ponsel yang ada di celana jeansnya. Laki-laki itu mengetikkan sebuah nama di mesin pencari kontak di ponsel keluaran terbaru perusahaan elektronik terbesar Korea Selatan itu.
Ji – call
Laki-laki itu lalu menempelkan ponselnya pada telinganya yang sebelah kanan.
Tuuuut Tuuuut
"Halo, coach." Terdengar sahutan suara Jiyeon di seberang telepon.
"Kau dimana?"
"Aku dirumah, ada apa?"
"Tidak ingin merayakan keberhasilanmu hari ini? Aku ada di bawah flatmu." Ucap laki-laki itu datar.
Terdengar suara tungkai yang beradu dengan lantai. Dapat Hyojoon tebak bahwa gadis yang sedang ditelponnya saat ini tengah melongokkan kepala kearah dirinya berada saat ini. Hyojoon melambaikan tangannya pada Jiyeon.
"Oppa, masuklah dulu. Aku akan ganti baju sebentar." Ucap gadis itu sambil berbalik menuju flatnya.
"Aku akan menunggu disini, jangan lama-lama."
Tut. Park Hyojoon memutus sambungan teleponnya pada gadis itu. Hyojoon menebak jika Jiyeon pasti menggerutu sebal karena ulahnya barusan.
Lima belas menit setelahnya, si gadis turun dari flatnya mengenakan celana jeans panjang yang terlihat usang dan kaus lengan panjang warna biru muda yang tampak kedodoran. Rambut pajangnya diikat ekor kuda, dan gadis itu tidak pernah melupakan kacamatanya. Sepatu kets biru muda itu juga tampak manis dipadukan dengan tubuhnya yang tinggi.
"Maaf membuatmu menunggu lama, Oppa." Ucap gadis itu sambil terkekeh.
Hyojoon memandangnya gemas, laki-laki itu tak tahan untuk tidak mencubit pipi adiknya yang telah tumbuh dewasa itu.
"Yaa Oppa!" teriakan tidak terima adiknya malah membuatnya semakin bahagia.
Kedua bersaudara itu lalu berjalan bersama menyusuri jalanan Gyeonggi-do dengan bergandengan tangan. Mungkin akan banyak yang salah paham bahwa laki-laki yang sedang menggandeng Jiyeon itu adalah pacarnya. Mereka berdua berhenti di sebuah warung tenda penjual kue beras.
Ketika menunggu si penjual menghidangkan makanan khas Korea itu pada mereka, Park Hyojoon membuka percakapan dengan adiknya.
"Kau tidak capek?"
"Sedikit, tapi aku senang oppa membawaku keluar saat ini." Balasnya sambil tersenyum lebar menampilkan deretan gigi putihnya yang rapi.
"Jiyeon, kau benar-benar tidak ingin tinggal denganku?"
Jiyeon menatap oppanya jengah, topik ini lagi. Gadis itu membenci topik ini. Bukannya Jiyeon tidak suka dengan keinginan oppanya, tapi gadis itu enggan tinggal serumah dengan kakak iparnya yang menurut Jiyeon "membencinya".
"Oppa, kumohon..." Jiyeon berusaha menghentikan topik yang dibencinya ini.
"Aku hanya tidak suka melihatmu tinggal sendirian, setidaknya jika kita tinggal bersama kau tidak akan kesepian." Kali ini nada suara Hyojoon terdengar memohon.
"Tidak, oppa." Jiyeon menjawabnya dengan tegas. Gadis itu tidak ingin ada pertengkaran di rumah oppanya seperti tujuh tahun lalu ketika gadis itu tinggal di rumah oppanya sepeninggal ayah dan ibunya.
Flashback
"Yura-eonni, adakah yang bisa kubantu?" gadis periang itu baru saja keluar dari kamarnya dan menghampiri sang kakak ipar yang sedang berkutat dengan sayuran di dapur.

YOU ARE READING
Half Moon Light
FanfictionPark Chanyeol bermimpi untuk bisa memacari atlet taekwondo nasional pujaannya, tanpa disangka dia dan si gadis petarung terus bertemu tanpa sengaja. "Kau bilang jika saat itu aku bertemu dengannya, itu adalah keberuntungan. Lalu jika hari ini aku be...