Jika saja waktu dapat diputar .... Oh, aku benci kalimat itu. Karena sekarang, aku lebih ingin memasukkan kepala ke dalam bumi sedalam-dalamnya. Bersembunyi, tanpa mau keluar lagi.
Rasa sakit dan kecewa terus menghantuiku. Sialan!
"Maafkan aku, Ken. Tapi kurasa aku bukan orang yang kamu cintai ...."
Gadis itu menatapku dengan bulir bening yang merebak di kedua netranya. Bukan ini yang aku inginkan, Brengsek!
"Kamu terlalu baik buat aku. Tapi kita semua tahu, bukan aku cinta sejatimu ...."
Kupaksakan membuka mulut yang sedari tadi terkunci. Ingin sekali aku meneriakkan segala sumpah serapah yang aku tahu, but damn!
The bell rang!
Kubuka mata dan menyadari aku terbangun di kasur busa apak sialan di kosan.
Mimpi sialan itu lagi! Geram aku mengingatnya. Bisa nggak adegan itu dihilangkan dari ingatanku? Aku yakin bahwa mimpi ini bukan cuplikan dari pengalamanku, tetapi saat aku mengalami mimpi itu, hatiku selalu terasa sangat sakit. Aku bahkan tak bisa mengingat wajah dan suara dari gadis yang bicara denganku. Ah sudahlah. Orang bilang, mimpi hanya bunga tidur, kan? Mungkin aku teramat lelah karena mengalami mimpi yang tidak mengenakkan terus menerus.
Baiklah, sekarang mari kembali ke alam nyata. Aku meraih ponsel yang terletak di atas meja kecil di sebelah kiri kasur busa yang entah kapan terakhir kali dicuci. Sejak aku menempati kos ini, kasur tersebut tak pernah berbau wangi dan aku sendiri malas mencucinya. Kosan ini terletak tak jauh dari kampus, hanya sepuluh menit dengan mengendarai motor. Harganya cukup murah, apalagi dengan fasilitas kasur, kamar mandi di dalam kamar, kipas angin dan lemari kecil. Aku hanya membeli meja untuk meletakkan laptop dan hp agar bisa kugunakan untuk mengerjakan tugas kuliah. Dan karena harganya murah, aku harus puas meskipun dindingnya sangat kusamーtidak jelas apa warna aslinya. Dindingnya juga lembab dan berjamur, seringkali terasa dingin manakala musim hujan. Ada beberapa noda besar seperti tumpahan air di beberapa bagiannya, semakin menambah nuansa seram. Sayangnya karena aku sangat terlambat mencari kos, jadinya hanya pilihan ini yang tersisa. Papa dan mama sempat memprotes dan ingin menyewa kos yang lebih bagus, tetapi semua kos yang jaraknya dekat dengan kampus penuh. Mungkin jika aku bisa bersabar sampai tahun depan, mengasumsikan ada kakak kelas yang lulus dan pindah, aku bisa mendapatkan kos yang lebih baik. Bagaimanapun, pengemis tak bisa memilih.
Ponselku berdering, sementara aku masih bermalas-malasan di atas kasur. Tumben sekali Kinan belum menjemputku. Biasanya dia akan datang mengetuk pintu kos untuk berangkat bersama. Mengingat awal perjumpaan kami yang sangat menjengkelkan, aku sendiri heran bisa berteman dengannya untuk waktu yang lama. Aku kadang sering tertawa mengenang hal itu. Kinan memang masih bawel dan sok tahu dan sok cari muka di depan orang, tetapi dialah satu-satunya teman yang awet denganku sejak SMP.
Kuraih ponsel dengan enggan. Ada panggilan masuk dari Kinan, membuatku menghela napas. Ngapain sih pagi-pagi dia telepon? Pasti dia minta dijemput lagi bukannya nyamperin ke sini. Dia kos juga tak jauh dari tempatku, sebuah kosan putri yang harganya serta fasilitasnya tak jauh berbeda dari kamar kosanku. Itu pun Kinan merasa bersyukur, karena secara ekonomi, pendapatan ibunya jauh lebih rendah dibandingkan dengan keluargaku.
"Hmmm?" sahutku malas-malasan, seraya mengucek-ucek wajah. Aduh, rasanya malas sekali harus berangkat kuliah. Aku memandang jemu ke arah poster Rendra yang tertempel dengan enggan di dinding kamar. Karena dindingku selalu lembap, poster itu bahkan sudah mulai sobek dan nyaris copot. Sepertinya poster ini memang harus diganti baru.
"Ya ampun, kamu baru bangun?" Ya ampun, logat Semarangnya itu bahkan terdengar lebih udik sekarang. Apa dia nggak bisa pake bahasa gaul dikit?
"Iya, Bawel. Abis ini aku mandi dan jemput." Pendek saja jawabanku. Karena aku tahu pasti dia akan mengomel panjang lebar setelah ini, apapun yang kukatakan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Ending Scene [Terbit Di Cabaca]
Teen FictionApa yang akan kau lakukan saat terbangun dan menyadari bahwa kau terbangun di tahun 2027? Tadinya Kenzo hanya mahasiswa yang tak menonjol di kelas. Ia menggantungkan semua nilainya kepada bantuan Kinan, sahabatnya. Namun suatu pagi, ia bangun dan d...