Lorong Berdarah

514 94 25
                                    

Hai kalongers!!!!!!!! 

udah gitu aja. hahahah. langsung baca!

Bukk! Krek krek! GREK!

"Omooo," kaget Jessica terbelalak.

Buku terjatuh di bibir lorong perlahan terpotong menjadi dua disusul pintu tertutup merapat. Andai Jessica dan Yuri tidak memakai buku atau telat menarik tangan, bukan tidak mungkin telapak tangan mereka yang terbelah.

"Tenanglah, Sica!" hela Yuri menghempaskan badan. "Kita semua baik-baik saja."

Keenam wanita duduk meluruskan kaki mengatur napas pasca melewati masa-masa tegang. Kini udara tersedia melimpah mengisi organ-organ mengalir ke otak. Sunny pun membaik bisa meregangkan badan walau di tempat terbatas.

"Tae Unnie, pakai!" ujar Yoona menyodorkan kapas yang usai dituangi alkohol. Setelah mengobati diri tadi, dia membawa serta sisa kapas dan alkohol ke dalam.

"Gomawo."

"Apa perjalanan masih panjang?" eluh Hyoyeon lalu menarik napas dalam-dalam. "Bermula dari 9 orang dan sudah melewati 6 ruang berbeda. Jika disesuaikan jumlah orang berarti ada tiga ruang lagi. Tapi kalau ditujukan untuk menguak kesalahan di waktu lalu, maka masih ada enam ruang."

Taeyeon mengerjap sejenak. "Apa kesalahan Yoona terhitung?"

"Anggap begitu." Sahut Yuri seraya bangkit melintasi keempat wanita yang duduk berjajar menjulurkan kaki di depannya. Dia jalan membungkuk ke ujung yang berjarak tak sampai sepuluh meter. "Cctv. Lorong ini berbelok ke kiri dan ada dua jalur di ujung. Jangan sampai berpisah!"

"Kita harus bermain permainan gila secepat ini?"

Yuri menoleh melihat wajah-wajah lemah. Dia sendiri juga tak begitu baik. Setelah merasakan gesekan berdarah di jembatan tali, kekurangan oksigen, sampai goresan lagi di telapak tangan. Semua amat memuakkan. Satu persatu wajah pun menunjukkan, 'Kita duduk sejenak, Yuri ah. Baliklah!'

"Mungkin ini adalah permainan terakhir. Aku pun sebenarnya tidak begitu kuat dan tegar. Tapi kita masih bisa beristirahat sebentar."

"Kemari, Yul! Duduk sejenak baru kita hadapi lagi."

Ucapan Jessica lantas menarik Yuri kembali mengistirahatkan tubuh dan pikiran. Wanita bernama Korea, Jung Sooyeon, berjalan membungkuk melewati pasang-pasang kaki sebelum akhirnya mendudukkan diri di sisi Yuri. Jemari disinggahi bekas-bekas goresan menekan pelan kepala sang mantan ke pelukan.

"Tunggu sebentar! Kita harus mengumpulkan tenaga sebelum berperang melawan mereka." tuturnya lembut memijat pelan kulit di balik helai-helai rambut hitam lurus.

Kali ini Yuri benar-benar tak menolak. Bahkan kedua lengan melingkar nyaman di perut dan punggung. Sekadar butuh sandaran atau masih cinta, Jessica tak bisa membaca itu. Dalam hati saat ini cuma berharap mereka bisa keluar dan melihat teman-teman yang terjebak lebih dulu dalam keadaan baik pula. Perihal perasaan biar nanti dulu.

*

"Ayo laaahhhhh, kenapa mereka masih sempat bermesraan? Bukankah keduanya adalah mantan kekasih? Dan sekarang juga bukan waktu memadu cinta." seru pria bermata elang mengacak rambut karena kesal. Pipi bakpao itu hadir lagi ketika bibir mengulum dan memicing ke salah satu layar.

"Lalu kenapa? Kau iri?"

"Iri? Aku bukan homo."

"Bukan. Kau iri karena tidak memiliki pasangan? Iri melihat pasangan sejenis yang manis tak berarti kau seorang homo. Seperti saat mengasihai hewan terluka, tidak sepenuhnya mencerminkanmu seorang pecinta hewan. Tapi kedua hal itu menunjukkan kau punya perasaan lembut."

KUBUSTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang