Kayaknya, sampai jasad gue dikebumikan di tanah nantinya, cuma Tuhan dan gue yang tau tentang cerita melarikan diri dari Denmarkㅡnegara yang selama gue hidup selalu jadi idamanㅡdemi memenuhi undangan Si Gadis Stroberi. Eh, Chaewon maksudnya. Tuh, 'kan, kelamaan pakai sebutan itu sih sampai kadang lupa nama aslinya.
Oke, lanjut.
Sebenarnya, perlombaan marching band terakhir yang gue ikuti di masa SMA itu cuma berlangsung selama seminggu. Tapi yang namanya orang jauh, ya, pasti bakal menyempatkan diri untuk berjalan santai dulu di sana. Menikmati hari selayaknya pelancong, bukan peserta lomba. Maka dari itu, keberadaan gue beserta tim di Denmark extend hingga 11 hari. Setidaknya harusnya begitu.
Tapi bukan semesta namanya kalau tidak iseng bermain-main dengan kita selaku manusia.
Di hari ketiga gue di Denmark, LINE dari Chaewon tiba-tiba muncul begitu saja di antara puluhan pesan lainnya. Gue kala itu hampir mengira gue demam tinggi mengingat gue sendiri udah gak tidur selama beberapa hari. Karena demam tinggi itulah gue jadi mengigau Chaewon nge-chat gue. Tapi ternyata gue enggak sekadar mengigau.
Chaewon memang meninggalkan pesan buat gue. Lebih spesifiknya lagi, dia mengundang gue ke acara ulang tahunnya.
Gue, dengan entah apa yang ada di pikiran gue saat itu, segera melapor ke ketua perjalanan kami; meminta izin untuk tidak ikut berplesir ria setelah menyelesaikan tugas di marching band. Urusan keluarga tidak bisa dihindari, bohongku.
Dan delapan hari kemudian, gue akhirnya berdiri di panggung kecil yang didekor dengan sedemikian rupa. Menyampaikan selamat serta harapan untuk Si Gadis Stroberi seraya menyerahkan kotak berisi kalung dengan liontin yang indah.
Lo tau butuh waktu berapa lama buat gue memutuskan memilih kalung tersebut sebagai hadiah ulang tahun Chaewon? Cuma tiga, men.
Detik, bukan menit, maupun jam.
Warnanya hitam, selaras dengan netra sang puan yang selalu memberikan tatapan teduh tiap kali mata saling bertatap. Batu yang menggantung di sana tampak mengilap, memberi tanda bahwa sebelum dipasarkan di kios kecil ujung hotel, ia telah dipoles berkali-kali agar menambah daya tariknya.
Tapi gue yakin, seindah apapun kalung ini ... ia hanya akan jadi pelengkap bagi kecantikan seorang Kim Chaewon. Sinarnya takkan mungkin menandingi Si Gadis Stroberi yang saat ini tengah bercengkrama di antara kawan-kawannya sembari menyeruput es teh yang baru saja diantarkan oleh Bu Dae, salah satu pemilik dari sekian banyak warung di kantin. Gue bisa tahu itu karena sekarang Chaewon telah memakai kalung pemberian gue, namun tak sedikit pun mata gue melirik liontinnya. Mata gue cuma tertuju pada Yang Punya. Asik banget, gak, tuh?
Gue sendiri engga sadar berapa lama gue memandangi Chaewon. Yang jelas, begitu gue udah enggak ngelihatin yang bersangkutan lagi, semangkuk soto yang gue pesan untuk meredakan lapar udah ludes bahkan sebelum gue menyentuh sendoknya sama sekali.
"KAMPRET LU MINI!"
Iye, Mini—Minhee—yang punya marga Kang, yang ngabisin soto gue. Emang berteman sama replika dajjal menuntut gue untuk ekstra sabar. Yah, sebenernya enggak sabar-sabar banget sih karena setelah menimbulkan kekacauan dengam berteriak, tuh anak gue getok kepalanya pake botol sambal. Pedes, pedes dah tu muka.
"Lo bar-bar bener, ye, gue liat-liat. Di Denmark kerasukan jin sapi ye, lo?" seloroh Minhee, masih engga tahu malu. Sumpah ... kadang gue bingung kenapa bisa ni orang yang menemani gue dari awal SMA sampai bangkotan mau lulus gini.
KAMU SEDANG MEMBACA
kita : yunseong.
Short Storyaku dan kamu selalu bersama. namun kenapa kata "kita" sukar 'tuk terucap? ✾. wandearluts ⋆ alternate universe ⋆ may contain harsh words cover credit : buzzfeedau @ tumblr.