Sepuluh

2 4 0
                                    

Matahari baru saja muncul, tapi Falah sudah berdandan rapih. Dengan baju sportnya Falah terlihat sangat tampan. Sepatu sudah pakem Falah ikatkan. Dihari liburnya ini Falah akan mengawali harinya dengan berolahraga. Botol air dan handuk kecilnya tak lupa Falah bawa. Sepeda yang terparkir di halaman rumahnya segera Falah goes. Pagi ini benar-benar dirasa sangat pas untuk menggoes sepeda.

Jalanan masih sepi, hanya beberapa kendaraan yang berlalu lalang, maklum saja jam masih menunjukan pukul 6 pagi. Dengan penuh semangat Falah menggoes sepedanya itu sampai tidak sadar kalau ia malah menggoeskan sepedanya ke arah jalan rumah Iori.

“Dih tau aja nih sepeda kalo gue lagi merindu.” Ucap Falah yang kini sedang cengar-cengir sendiri,  kini Falah sudah sampai tepat di depan pagar rumah Iori.

“Lagi merindu siapa nih?” Sebuah suara terdengar dari belakang Falah, sontak Falah terkejut dan hampir terjatuh dari sepedanya.

“Kaget!” Teriak Falah sembari melirik ke arah asal suara. Ternyata itu perempuan yang sedang dirindukannya.

“Gue kaget!” Teriak Falah sekali lagi. Iori malah tertawa puas.

“Ya lagian ngapain di depan rumah orang sepagi ini?!”

“Lo gak liat yah, gue lagi olahraga.” Falah menunjukan sepedanya pada Iori. Iori tersenyum curiga. “Gue beneran lagi olahraga kok!”

“Ya udah biasa aja kali jawabnya gak usah marah-marah, orang gue cuma tanya.” Iori langsung meninggalkan Falah. Lantas memulai jogging nya.

Falah dengan sepedanya kini mengikuti Iori yang sedang berlari. Falah menggoeskan sepedanya dengan sepelan mungkin agar bisa terus mengikuti Iori dari belakang. Dan Iori sepertinya tidak menyadari tingkah Falah.

Matahari semakin naik dan Iori sudah memulai putaran keduanya. Nafas yang naik turun Iori atur dengan seteratur mungkin agar tidak cepat terasa lelah. Lantunan musik dari BTS ikut menemani segarnya pagi ini.

Setelah putaran kedua, Iori melanjutkan berlari ke arah taman. Dan Falah, ia masih saja mengikuti Iori dengan sepedanya itu. Suasana taman sudah cukup ramai. Banyak juga orang yang sedang berolahraga seperti Iori, bukan seperti Falah yang malah membuntuti anak gadis orang.

“Aduh!!” Iori terjatuh. Falah langsung berlari pergi menghampiri Iori dan membanting sepedanya sembarangan. Wajah Falah benar-benar cemas melihat darah dilutut Iori.

“Hah? kok lo disini?” Iori heran melihat Falah yang kini ada dihadapannya. Falah tidak menghiraukan pertanyaan Iori dan langsung menggendong Iori ke bangku terdekat.

“Lutut lo berdarah. Lo tunggu disini!” Falah langsung berlari begitu saja meninggalkan Iori yang masih terbingung-bingung dengannya.

“Hah? darahnya juga cuma dikit kok, orang cuma lecet.” Iori memerhatikan lututnya. Iori menggerakkan kakinya dan tidak kenapa-kenapa. Sedikit terasa nyeri tapi Iori merasa baik-baik saja, tidak ada yang perlu dikhawatirkan.

Matahari sudah semakin menaik dan semakin panas. Tapi Falah belum juga kembali, sudah hampir 15 menit. Iori sudah benar-benar bosan harus menunggu. Dengan menyeret sepeda milik Falah, Iori berjalan dengan baik-baik saja menuju danau. Menunggu di danau jauh lebih baik dari pada di bangku taman yang dilalui banyak orang, pikir Iori.

Baru saja Iori meninggalkan bangku taman, tidak lama setelahnya Falah datang dengan menjinjing kresek putih.

“Kemana sih dia?!” Falah baru saja sampai dan sedang sibuk celingak celinguk mencari kebaradaan Iori. Kekhawatiran Falah kini meningkat. Dengan cepat Falah mencari Iori disekitar tempat yang dia tinggalkan tadi.

Sebuah notif pesan masuk pada ponsel Falah. Itu Iori.

Kalo lo nyari gue, gue lagi jalan ke danau.

Falah berlari menuju tempat keberadaan Iori.

***

Perempuan yang Falah cari-cari kini sedang terduduk damai meghadap megahnya danau. Falah menghampiri Iori.

“Lo bikin gue khawatir aja.” Falah duduk disebelah Iori.

“Lo khawatir sama gue?” Tanya Iori. Falah tidak menjawab lagi.

“Mana kaki lo?”

“Lo beliin obat buat gue?”

“Kaki lo mana?”

Iori mendengus dan menurut saja. Iori menyerahkan kakinya yang terluka. Dengan sangat cekatan Falah merawat luka dilutut Iori. Dengan hati-hati Falah membersihkan lukanya dengan alkohol, lalu menuangkan bethadine dan menutupnya dengan plester.

“Nah udah.” Ucap Falah setelah menempelkan plester dilutut Iori. Falah tersenyum puas.

“Makasih.”

“Lo harus bales gue.” Falah menidurkan tubuhnya di atas empuknya rumput.

“Lo gak ikhlas?” Iori menatap Falah tajam.

“Ikhlas lah. Tapi masa lo tega sih gue udah cape-cape cari obat buat lo disaat perut gue kosong. Gue cape tau laper juga.” Ucap Falah yang kini memejamkan matanya.

“Sama aja itu namanya gak Ikhlas!!” Iori beranjak meninggalkan Falah yang sedang nyaman berbaring di atas rumput.

“Cepetan! Gue laper!” Ucap Iori yang sudah jauh dari tempat Falah berbaring. Falah langsung beranjak, dengan menggandeng sepedanya Falah membuntuti Iori yang sudah jalan lebih dulu. Falah tersenyum puas.

Iori dan Falah terus berjalan meninggalkan taman. Falah mulai menggoes lagi sepedanya sembari menyerasikannya dengan langkah kaki Iori. Sudah dari tadi Falah menawarkan tumpangan pada Iori, tapi Iori kekeh menolak. Iori sudah sangat trauma diboncengi Falah, bisa-bisa ia akan mabuk lagi seperti terakhir kali.

Bukan rumah makan padang, bukan restoran mewah pula, atau warteg pinggiran jalan. Iori malah membawa Falah ke rumahnya. Iori pikir lebih baik ia membawa Falah makan dirumahnya agar lebih hemat dari pada di rumah makan. Falah menatap Iori bingung. Sebenarnya selain bingung Falah merasa tidak enak harus menumpang makan di rumah orang. Falah sudah mengkomplain, tapi Iori langsung menyeret Falah masuk.

“Ma ada yang mau numpang makan nih.” Ucap Iori pada mamanya yang sedang asyik menonton TV.

“Siapa?”

“Tuh.” Iori menunjuk Falah dengan dagunya. Yang ditunjuk malah salah tingkah.

“Assalamu’alaikum tante.” Falah langsung menyalami tangan Rani, mama Iori.

“Waalaikumsalam. Jadi kamu yang mau numpang makan.” Goda Rani.

“Gak gitu sebenarnya tante.” Falah tesenyum canggung, Iori benar-benar mambuatnya malu.

“Hahaha gak papa iya juga kok. Oh iya siapa nama kamu?”

“Falah, tante.”

Rani membawa Falah dan Iori ke ruang makan. Dengan segera Rani menyiapkan beberapa menu di atas meja. Ada sayur lodeh, ada ayam goreng, ada tumis capcay, ada tempe goreng, dan tidak terlewat juga ada sambal dan kerupuk. Perut Falah sudah semakin kroncongan melihat semua makanan di atas meja. Falah dan Iori bergantian mencukil nasi. Tidak ada pembicaraan ketika makan, keduanya khusu menikmati lezatnya masakan Rani.

.
.
.
.

Don't forget for comment💕💕

Trust MeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang